11. D-Day

82 35 24
                                    

Gedung bercat putih bersih dengan peraduan warna abu-abu tersebut menjadi penuh dengan dekorasi pernikahan dan juga beberapa aksen yang membuat gedung tersebut menjadi megah. Saat memasuki gedung tersebut, Amira telah disambut dengan karpet berwarna merah seperti dinegeri dongeng yang menjadi pijakan kaki.

Bukan hanya itu, bahkan disamping kanan dan kiri ruangan tersebut dipenuhi oleh dekorasi-dekorasi yang terbentuk dan tersusun sangat rapi. Untuk total keseluruhan dekorasi pernikahan ini, kira-kira hampir mencapai 500 juta.

Amira mengenakan drees bernuansa merah muda yang menambah  kecantikan gadis itu terpancar. Tak lupa ia menggunakan mahkota sebagai hiasan dirambut panjangnya yang sengaja ia gerai.

Untuk mengabadikan momen menyedihkan ini, Amira mengambil handphone dan berfoto didepan cermin yang ada diruangan gedung tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Untuk mengabadikan momen menyedihkan ini, Amira mengambil handphone dan berfoto didepan cermin yang ada diruangan gedung tersebut. Dress tersebut sangat pas digunakan oleh Amira, bahkan gadis itu sangat menyukai drees tersebut.

Dress yang sangat cantik untuk menyambut hari yang sangat menyedihkan.

Setelah selesai berfoto, Amira melanjutkan langkah kakinya untuk menemui Papa, Mama, Tante Fasya, dan juga Dira yang sepertinya sudah menunggu Amira sedari tadi.

Tanpa Amira sadari, Queenara dan Febri menghampiri dirinya dan tak lupa untuk menyapanya. "Amira!" suara Febri terdengar sedikit lebih tinggi membuat Amira terkejut.

Didalam gedung seperti ini, tentu saja teriakan Febri akan mengundang banyak pasang mata tertuju. Amira menepuk dahinya, bisa gila jika berteman seumur hidup dengan kelakukan Febri seperti ini.

Tanpa rasa malu Febri menghampirinya. "Gimana? Lancar, Mir?" tanya Febri saat tepat samping Amira, menyetarakan langakah kaki.

"Yang nikah bokap gue, bukan gue.." ujar Amira.

Queenara ikut berkomentar. "Maksud Febri mungkin lebih ke gimana perasaan  lo, Mir." ada jeda sebentar sebelum akhirnya Queenara kembali melanjutkan. "Febri dari dulu kalo ngomong suka belibet kayak benang kusut, muter-muter aja dulu."

Amira menganggukkan kepala pertanda mengerti, sudah hafal juga dengan sifat Queenara dan Febri. "I know that. Tapi rasanya gue enggak baik-baik aja Queen. Secara mental, gue belum siap punya ibu tiri terlebih bakalan nambah ada adik tiri, dong? Gue belum nerima dan belum siap untuk itu." ujar Amira mendeskripsikan perasaannya.

Febri dan Queenara mengangguk paham.  Memang begitulah seharusnya respons seorang anak yang melihat salah satu orangtuanya menikah lagi. Queenara mengulurkan tangannya mengusap lengan Amira, bermaksud untuk memberikan energi walau sebenarnya Amira sudah tidak ada tenaga lagi.

"Lo harus kuat, Mir. Masih ada Pak Revan yang harus lo hadapi untuk bimbingan lagi besok pagi. Hari ini, besok, lusa, bahkan seterusnya lo harus kuat. Lo harus tunjukin kedunia kalau lo baik-baik aja." kata Febri menyemangati.

Sebagai sahabat Amira yang selalu mendengarkan keluh kesah, Queenara dan Febri sangat mengerti bagaimana perasaan Amira saat ini. Menjadi seorang anak yang bisa disebut robot oleh orangtuanya, mendadak menjadi seorang anak broken home, bahkan tanpa aba-aba akan memiliki ibu tiri dan juga adik tiri. Belum lagi diluar konflik keluarga, Amira harus berhadapan dengan dosen pembimbing yang sangat banyak maunya. Tentu saja hal itu membuat Amira harus kuat dan tidak berhenti ditengah jalan.

Amira menghela napas lega, untung saja kedua sahabatnya ini bisa menjadi support system yang baik walau terkadang beberapa kali membuat Amira merasa kesal, itu hal yang wajar dalam pertemanan.

"Slogan Amira apa Feb?" tanya Queenara kepada Febri yang sedang memberikan semangat kepada Amira.

"Apa tuh Mir slogan lo? Masih inget enggak?" tanya Febri mengetes daya ingat Amira.

Amira tersenyum lalu berkata. "Broken home sedih? No, kiyowo." ujar Amira seraya mempraktekkan dengan kedua tangannya.

Amira, Queenara, Febri seketika tertawa menbuat beberapa pasang mata melihat kearah mereka. Bahkan Febri sampai lupa jika membawa Rino ke pesta pernikahan keluarga Leonardo tersebut.

Rino berjalan menghampiri mereka bertiga dengan satu tangan memagang gelas berisikan wine. "Lagi ngomongin apa? Lupa banget kalau gue ikut, ya?" tanya Rino sedih.

Febri meringis dan menggandeng tangan Rino. "Sorry, babe. Gue lupa kalau bawa lo ke acara ini.."

"Hmm... kalau dikampus lupa punya pacar, sekarang lupa bawa pacar, besok apa ya kira-kira?" tanya Rino menyindir Febri.

"Lupa lo hidup kayaknya mah." sahut Queenara seraya tertawa kecil. "Lo emang pantes dilupain sih, No."

Rino menghela napas panjang lalu menyikut tangan Queenara karena merasa kesal. "Oh iya, gue tadi ketemu dosen kalian. Siapa ya namanya, gue lupa.."

"Hm? Dimana?" tanya Amira bingung, pasalnya ia tidak pernah mengundang dosen keacara keluarganya.

"Itu disana!" ujar Rino seraya menunjuk kearah seorang pria yang tengah duduk dikursi seraya membolak balikkan kertas ditangannya.

Melihat sosok pria itu membuat Amira, Queenara, dan Febri melotot sempurna. Tentu saja mereka tahu siapa yang dimaksud.

***

A/N

Hallo guys! Aku balik lagi, semoga kalian enggak bosen ya baca cerita ini🫨

Aku bakalan masukin konflik setelah ini, jadi tolong tetap dukung cerita ini sampai selesai, ya! Hehe^°^

With love, kim

Sricptsweet! [TERBIT-OPEN PO✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang