Bagi sebagian orang, gramedia menjadi tempat yang cocok untuk refreshing maupun me time. Oleh karena itu, tak jarang gramedia menjadi icon yang cocok bagi semua orang yang menyukai tempat hening. Biasanya jika saat disekolah maupun kampus, perpustakaan memiliki vibes yang sama dengan gramedia.
Sebenarnya hari ini adalah jadwal mingguan yang biasanya Amira berikan kepada Dira sebagai guru lesnya. Namun karena jamuan makan malam tiga hari yang lalu membuat Amira kesal kepada Dira dan tidak ingin bertemu maupun mengajarinya. Bukankah wajar jika Amira kesal kepada Dira karena diserang secara tiba-tiba seperti itu? Walau didepan kedua orang tuanya, gadis itu tidak menunjukkan ekspresi kesal sedikitpun. Namun tetap saja, Amira hanyalah manusia yang memiliki rasa seperti manusia lain pada umumnya.
Dan disinilah Amira berada, berdiri diantara tumpukan buku-buku pelajaran. Biasanya jika Amira ke gramedia, gadis itu hanya tertarik dengan novel remaja dan komik-komik. Tetapi karena menjadi mahasiswi semester akhir dengan terpaksa Amira berada ditumpukan buku pelajaran.
Walau berbeda genre buku, namun aroma yang dikeluarkan dari buku-buku tersebut tetap sama. Aroma yang menenangkan dan menjadi salah satu aroma kesukaan Amira selain aroma mie instan. Jika aroma mie instan membuat Amira lapar, maka aroma buku baru membuat Amira ingin sekali membelinya. Bisa dikatakan Amira adalah seorang bibliophile atau istilah untuk seseorang yang gemar dan penggila baca buku.
Amira membuka lembar demi lembar buku referensi dengan judul 'Manajemen Sumber Daya Manusia edisi 14 karya Gary Deseler'. Buku yang menurut Amira tebal, karena memiliki ratusan lembar didalamnya. Saat sedang asik membaca buku tersebut, sebuah suara membuat Amira sedikit terkejut dan menoleh.
"Ngapain disini?" ujar pria yang berada tepat disamping Amira, bahkan Amira tidak menyadari hal itu.
"Eh?" ujar Amira refleks, buru-buru ia tersadar dan kembali berbicara. "Lagi jualan cilok, Pak."
Pria tersebut mengernyitkan dahinya. "Maksud kamu apa, Amira?"
Amira memutar bola matanya, dosennya ini tidak bisa diajak bercanda sekali, pasti hidupnya penuh dengan keseriusan. "Saya disini nyari referensi Pak, untuk memperkuat skripsi saya nanti," ada jeda sebentar sebelum akhirnya Amira melanjutkan kembali. "Lagipula memangnya ada larangan saya kesini?"
Pak Revan mengambil buku yang berada dirak dan menukarnya dengan yang ada ditangannya. "Dilarang kalau kamu sembari berjualan cilok."
"Saya tadi bercanda, Pak. Serius banget ya, tegang nanti gampang kena penyakit struk."
"Atas dasar apa bisa memvonis seperti itu?"
Amira terkekeh kecil merasa jika Pak Revan tidak ada lucu-lucunya sama sekali. "Memangnya harus memakai dasar Pak? Pasti hidup Pak Revan tidak ada seru-serunya."
Pak Revan yang mendengarkan hal tersebut menjadi terdiam. Memang benar jika hidupnya tidak ada seru-serunya, karena Pak Revan hanya tinggal seorang diri di apartemen dan kedua orang tuanya hidup dirumah utama. Pak Revan mengurus dirinya sendiri tanpa adanya pembantu maupun supir yang bertugas. Mulai dari membersihkan rumah hingga mencuci mobil dilakukan sendiri oleh Pak Revan.
Merasa jika perkataan Amira terlalu berlebihan, gadis itu meminta maaf. "Pak Revan saya minta maaf kalau perkataan saya tadi menyinggung perasaan, Pak."
"Bukan kalau Amira, tetapi memang menyinggung."
"Iya Pak saya ralat, saya minta maaf menyinggung perasaan Pak Revan."
Pak Revan tersenyum merasa jika Amira adalah gadis yang pintar dan mau menyadari kesalahannya. Senyuman Pak Revan membuat Amira terpana, benar-benar berkharisma sekali. Gadis itu tanpa sadar ikut tersenyum kecil menampilkan matanya yang sipit tampak diwajah mungilnya.
"Cantik, Amira." ujar Pak Revan jujur, bahkan Pak Revan pun tidak sadar mengatakan hal tersebut.
Amira yang mendengarnya sangat terkejut. Bagaimana mungkin dosen yang dulu sangat menyebalkan ini berkata seperti itu?
Karena tidak ingin merasa geer, Amira berkata. "Semua cewek cantik sih, Pak. Wajar kalau saya cantik dan tidak wajar kalau saya tampan."
"Eh?" ujar Pak Revan terkejut dan refleks menutup bibirnya. Berarti Amira mendengar dengan jelas apa yang Pak Revan katakan tadi? Pak Revan berdeham sebentar lalu kembali melanjutkan. "Kalau tomboy bisa tampan."
Amira menggelengkan kepalanya merasa jika dosennya ini sangat tidak ingin mengalah. "Kilii timbiy bisi timpin." ujar Amira mengejek.
Pak Revan yang memperhatikan Amira terkekeh geli, merasa sangat lucu Amira mengejeknya seperti itu. "Kamu itu selalu saja membuat saya terpesona, Amira."
Jantung Amira berdetak dengan kencang saat mendengar perkataan Pak Revan barusan. Entah kenapa menurut Amira, Pak Revan bersikap hangat seperti ini. Mungkinkah karena diluar jam kerjanya sebagai dosen? Amira mencoba menetralkan detak jantungnya yang kali ini bukan karena amarah melainkan karena jatuh cinta.
Getaran melalui handphone yang sengaja Amira mode silent tersebut membuat perhatian Amira teralihkan dan mengambil handphone tersebut untuk mengetahui siapa yang mengirimkan pesan.
Amira menghela napas panjang sekaligus kesal. Bisakah jika Papa-nya mengerti perasaan Amira saat ini? Tentu saja Amira merasa kesal karena ulah Dira, adik tirinya.
--Disisi lain seorang gadis yang tanpa sadar melihat mereka berdua sedang bersama dan mempotret keduanya menggunakan handphone miliknya. Gadis tersebut tersenyum miring dan mengirimkan foto tersebut kepada seseorang melalui aplikasi whatsapp.
***A/N
Hallo! Hari ini aku update lebih dari satu part ya, kemarin bener-bener enggak mood nulis dan lumayan banyak kerjaan diRL, hehe
Disini mulai tumbuh rasa cinta kayaknya ya, hahahaha.
Oiya kira-kira siapa yang memfoto mereka berdua? Dan untuk apa ya? Silahkan tebak dsni!😍
See u next part ya! Semoga suka💌
With love, kim
KAMU SEDANG MEMBACA
Sricptsweet! [TERBIT-OPEN PO✅]
Roman pour AdolescentsDiterbitkan oleh Penerbit Teorikata Info pemesanan melalui shopee🛍️ °^° DM FOR MORE INFO °^° [ S U D A H R E V I S I ] ->> Berbeda dengan versi wattpad #sweetshitseries [R18+] "A-apa yang Bapak lakuin ke saya?" tanya Amira sedikit terbata-bata. Pr...