Otak dan jari Amira bertolak belakang. Saat otak ingin mengabaikan pesan dari Dira tersebut, jari seakan ingin mengetik dan membalas pesan singkat Dira dengan kilat.
Amira menatap langit-langit kamarnya, mau bagaimanapun juga Amira harus terlihat menjadi seorang kakak yang baik, terlebih didepan kedua orangtuanya.
Dengan perasaan yang amat tidak mengenakkan, Amira mengetikkan nomor kamar miliknya dan segera mengirimkan pesan tersebut kepada Dira.
Setelah mengirimkan pesan tersebut, Amira membereskan tempatnya karena sedikit berantakan. Bungkus cemilan, makanan, dan hal-hal yang berbau makanan lainnya lupa Amira jadikan satu kedalam kotak sampah. Alhasil berserakan kemana-mana, walau hanya tinggal bungkusnya saja.
Gadis itu menggerutuki keadaaan mentalnya akhir-akhir ini. Amira bukanlah orang yang jorok dan kotor, tetapi entah mengapa akhir-akhir ini Amira membiarkan beberapa bungkus makanan tersebut tidak pada tempatnya. Walau tidak ada binatang kecil yang bergerombol, tetap saja bagi Amira -yang normal- itu sangat jorok dan kotor.
Setelah membereskan kamar tersebut, beberapa menit kemudian bel berbunyi menandakan jika Dira sang adik tirinya sudah sampai. Amira membuka pintu dan mempersilakan Dira memasukki kamar.
Setelah menaruh sepatu dirak sepatu dan menggantinya dengan sandal rumah, Dira menatap sekeliling kamar kost Amira. Memang benar, kost ini lebih bisa disebut apartemen karena tempatnya luas dan berada dilantai lima. Seraya melihat-lihat sekeliling, Dira bertanya. "Kak, lo tinggal disini berapa bulan?"
"Hampir empat tahun ini."
Dira menganggukkan kepalanya mengerti, kost Amira sangatlah rapi dan bersih. Bahkan jika dibandingkan dengan kamar Dira dulu, kost ini jauh lebih baik. "Disamping ada yang kosong enggak? Nanti temenin gue liat-liat gimana?"
Amira mengangguk karena mau menolak pun tetap saja pasti Papa-nya akan tetap meminta Amira menemani Dira. Amira mempersilakan Dira untuk duduk dibawah yang beralasan karpet, sebenarnya ada sofa, tetapi tinggi sofa dan meja setara yang artinya jika ingin belajar harus membungkukkan badannya.
Dira duduk dengan nyaman dikarpet bulu milik Amira, begitu juga sang empu. Mereka berdua duduk disana dan mulai memakan beberapa cemilan yang sudah Amira sediakan.
"Minta tips and trick dong, Kak. Gue mulai tertarik jurusan lo, kebetulan gue juga anak IPS sih. Make sense kan dengan manajemen." ujar Dira.
"Sebenernya enggak ada, cuma lo harus lebih belajar dengan giat lagi nanti. Soalnya ujian kali ini mayoritas umum, sih."
"Kira-kira bahas apa aja?"
"Hmmm.. kebanyakan tentang pengetahuan umum sih. Basic aja, nanti gue kasih ebook yang pernah gue dapet."
Dira menganggukkan kepalanya. Tatapannya fokus pada sudut ruangan Amira yang menampilkan boneka beruang yang sangat besar, kira-kira besarnya hampir sebesar manusia.
"Itu dari siapa, Kak?" tanya Dira penasaran.
Amira menoleh kearah yang ditunjuk Dira dan menjawabnya. "Dari Papa, ulang tahun gue yang kesembilan."
"Kalau itu?" tunjuk Dira pada mendali dan akralik yang terpajang dimeja dekat TV.
"Dari Mama dan Papa, itu waktu gue lulus SMA."
Dira mendekati akralik tersebut. Akralik berbentuk gambar hati dan bertulisan 'My Only Sunshine' ditengah dan dipojok kanan bawah betulisan 'Leonardo Family's'. Dira yang melihat itu merasa sedikit iri, ternyata Amira amat sangat disayangi didalam keluarganya.
Amira berdeham karena Dira tidak bergeming sedari tadi. Fokus Dira hanya pada akralik tersebut dan tidak berpindah fokus. Amira menepuk pundak Dira membuat gadis itu menoleh. "Eh? Ngomong apa lo, Kak?"
"Gue enggak ngomong apa-apa kok.."
Dira menganggukkan kepala, merasa sangat canggunh berada disamping Amira seperti ini. "Lo pasti disayang banget ya, sama Papa."
Iya, sebelum ada lo tentunya.
Amira ingin sekali menjawab seperti itu namun urung. Walau semuanya hancur sejak kedatangan Tante Fasya, namun Amira tidak mau menyalahkan sepihak. Memang seperti ini lah nasib keluarganya.
"Kalau enggak disayang, gue rasa, gue enggak ada didunia ini." jawab Amira.
Dira mendengar itu mengangguk setuju, merasa ada benarnya omongan Amira. Dira kembali bersuara membuka cerita. "Gue enggak pernah dapet kasih sayang dari orangtua gue, hanya Mama tentunya. Orangtua gue bercerai saat gue umur sepuluh tahun, dan Mama menghidupi gue sebagai single parent. Tapi untungnya, Mama ketemu sama Papa sekarang, dan disinilah gue berada, diantara kalian semua dan masuk kedalam keluarga Leonardo." ujar Dira menjelaskan.
Amira merasa iba, ternyata seperti itu kisah Dira. Karena merasa kasihan, gadis itu mengulurkan tangannya dan menepuk-nepuk pelan pundak Dira dengan kasih sayang. "Lo pasti kuat, kok." ujar Amira menguatkan.
Dira menghela napas panjang dan kembali bertanya. "Gue mau menciptakan keluarga yang selama ini gue idam-idamkan, Kak. Gue juga mau ngerasain rasanya disayang sama Papa dan Mama sekaligus." ada jeda sebelum akhirnya Dira melanjutkan. "Makasih ya, berkat Papa hadir dihidup Mama, keluarga gue utuh dan gue ngerasain namanya kasih sayang seorang Papa."
Amira yang mendengar itu sedikit terkejut. Dengan tatapan sendu, Amira tersenyum, walau hati kecilnya tidak pernah merasa ikhlas. Mungkin maksudnya lebih ke terimakasih udah mau berbagi Ayah, kan?
***
A/N
Hallo guys! Aku balik lagi, hehe.
Alhamdulillah bisa update setiap hari tepat waktu, aku suka banget sama alur ini dan kemungkinan bakalan ada 10-15 part lagi dan selesai!!💌Tetap dukung cerita ini sampai selesai, ya! Sampai berjumpa dichapter selanjutnya!
With love, kim
KAMU SEDANG MEMBACA
Sricptsweet! [TERBIT-OPEN PO✅]
Novela JuvenilDiterbitkan oleh Penerbit Teorikata Info pemesanan melalui shopee🛍️ °^° DM FOR MORE INFO °^° [ S U D A H R E V I S I ] ->> Berbeda dengan versi wattpad #sweetshitseries [R18+] "A-apa yang Bapak lakuin ke saya?" tanya Amira sedikit terbata-bata. Pr...