5. Dosen Pembimbing

105 42 26
                                    

"Kok bisa gue kebetulan banget dapet dosen pembimbing Pak Revan?" tanya Amira sedikit terkejut. Ralat, sangat terkejut.

"Kenapa? Lo ada masalah sama dia?" tanya Febri penasaran.

Amira menghela napas panjang dan memberikan handphonenya untuk menujukkan roomchat antara dirinya dan Pak Revan.

Queenara dan Febri melotot sempurna karena terkejut. "Kok bisa?" tanya mereka berdua secara bersamaan.

Amira menunjukkan giginya yang tak rata, menyengir sempurna. "Sumpah, gue iseng!"

"Iseng lo berdampak, Mir.." jelas Febri.

"Lagipula, kok bisa lo chat begitu? Naksir?" tanya Queenara.

Amira mengusap pangkal hidungnya. "Capek banget temenan sama kalian.."

Febri bertanya kembali. "Wajar sih kalo lo naksir, secara dia dosen termuda dikampus ini. Lagipula, ganteng banget, woi. Visualnya itu loh, gak kuat banget.."

Queenara tertawa terbahak. "Ketika liat Pak Revan, auto lupa sama pasangan sendiri ya, Feb? Rino terkalahkan ya?"

Febri ikut tertawa. "Selagi Pak Revan jomlo, Rino nomor dua, sih."

Mereka berdua tertawa terbahak, disusul dengan Amira yang ikut tertawa. Hingga satu dehaman membuat mereka bertiga berhenti tertawa.

"Ekhem.."

Amira, Queenara, dan Febri sontak menolah serempak mendapati seorang lelaki dengan cengiran khasnya. "Lupa ya kalau punya pacar sekarang, hm?" tanya lelaki tersebut.

Febri mendekati lelaki tersebut dan menggulungkan tangannya ditangan lelaki itu. "Hehe sorry, bukan lupa tapi belum terbiasa aja.."

Lelaki yang kerap disapa Rino itu menghela napas panjang. "Tadi ketemu Celine dulu ngasih bingkisan.. Maaf banget sayang telat.."

"Enggak dimaafin, sih.." sahut Febri.

Rino memanyunkan bibirnya kedepan. "Masa sama pacar sendiri enggak mau maafin?"

"Hehe, dimaafin kok sayang.."

Rino mengusap puncak kepala Febri dari samping, seolah menyalurkan kasih sayangnya kepada sang pacar. "Lagian, gue dijadiin nomor dua.."

"Eh? Denger?"

Rino mengangguk. "Denger dong, Queenara sama Amira juga naksir sama Pak Revan itu?" tanya Rino penasaran.

Queenara menjawab. "Naksir sih enggak, soalnya bakalan sold out, terlebih sama Amira.."

Amira yang namanya disebut menyikut Queenara kesal. "Gue gak jadian."

"Tapi bakal kan?"

"Dosen Pembimbing gue, astaga. Lagipula dia tua banget dibanding gue.."

"Selisih lima tahun doang, Mir. Enggak ada salahnya dicoba."

"Dicoba? Makanan kali ah."

"Itu dicicip."

"Dicoba juga bisa, tester."

Queenara menghela napas panjang. "Capek banget mau resign aja jadi temen lo.."

Febri dan Rino mendengarkan pembicaraan antara Queenara dan Amira tersebut menggelengkan kepalanya heran, bagaimana mungkin Queenara dan Amira selalu meributkan hal yang sama. Tentang ingin resign dari pertemanan, justru malah semakin erat. Dasar cewek.

"Gue duluan deh, yok sayang.." ujar Febri membuka suara kembali.

"Mau kemana?" tanya Amira.

"Kantin dulu, nanti gue nyusul kekelas, enggak akan lama juga kok.."

"Inget, tiga puluh menit harus udah dikelas ya. Lo berdua jangan bucin aja kerjaannya, inget harus selesai kuliah dulu." ujar Amira memberi peringatan. "Lagipula, lo berdua masih bocil banget."

"Dua puluh satu tahun, Mir."

"Iya, bocil."

"Lo juga."

Amira terkekeh geli. "Iya juga ya.."

Setelah itu Febri dan Rino pergi meninggalkan mereka berdua. Queenara dan Amira berjalan perlahan melewati koridor untuk sampai kedalam kelas.

Selama perjalanan Queenara menjadi penasaran perihal Amira dan Pak Revan yang sekarang menjabat sebagai dosen pembimbing Amira.

"Lo beneran enggak ada apa-apa sama Pak Revan, kan?"

"Enggak, Queen," ada jeda, "masa iya, gue bohong?"

"Tapi bisa-bisanya lo sesantai itu chat sama beliau?"

Amira menipiskan bibirnya perlahan lalu menjawab. "Oke, gue kasih tau."

"Tuhkan bener tebakan gue.."

"Gue belum ngasih tau, Queen."

"Oke, apa sekarang?"

"Sekitar seminggu yang lalu waktu gue dirooftop, gue ketemu sama Pak Revan." Amira menghela napas panjang sebelum kembali melanjutkan. "Pak Revan enggak sengaja nyium gue."

"HAH?!"

Suara kaget Queenara membuat beberapa pasang mata dikoridor melihat sekilas kearah mereka berdua. Bahkan langkah kaki mereka terhenti tepat didepan pintu kelas. "Kita masuk dulu." saran Amira dan langsung mendapat anggukkan dari temanya, Queenara.

Suasana kelas tampak sepi, hanya ada sekitar lima mahasiwi yang sudah duduk rapi dikursi masing-masing. Mereka berdua mencari tempat duduk didekat pojok ruangan dan mencarikan kursi Febri nantinya dibarisan yang sama dengan mereka berdua.

Setelah dirasa sudah duduk dengan nyaman, Queenara kembali membuka suara. "Apa maksudnya? Kok bisa beliau nyium lo? Dimana?" pertanyaan bertubi-tubi dari Queenara membuat Amira memberikan isyarat untuk sedikit lebih pelan dalam bersuara.

"Di rooftop."

"Maksudnya, dicium bagian mana?" tanya Queenara memperjelas dan sedikit lebih pelan dalam bersuara.

"Dipipi."

Queenara menghela napas panjang. "Ya ampun, untung bukan lainnya.." ada jeda, "terus tanggapan beliau, bagaimana?"

"Beliau ninggalin gue gitu aja, minta maaf sih terus pergi."

"Wah harus tanggungjawab sih.."

Bola mata Amira berbinar. "Iya kan? Minimal nikahin, enggak sih?"

Queenara menyikut lengan Amira. "Enggak sampai sebegitunya juga sih, tapi ya harus tanggungjawab, minimal tiket konser blackpink.."

Fyi, blackpink merupakan salah satu girlband terkenal dinegri gingsing, Korea Selatan. Harga tiket konsernya bisa menembus dua digit. Itulah mengapa Queenara berbicara seperti itu.

Tetapi setelah dicerna ulang, masa harga diri Amira hanya seharga tiket konser blackpink saja? Minimal tiket konser blackpink, twice, bts, exo, nct, dan lain sebagainya.

***

A/N

Hallo! I'm back!

Ternyata benar ya, nulis itu dibutuhkan mood yang bagus🥲 Mood berantakan dikit, hilang semua imajinasi yang sempat melayang-layang dikepala🤯

Hehe, jangan lupa vote dan comment ya, enak kali silent readers mendukung dengan vote dan comment seperti yang lainnya😍

Nantikan chapter selanjutnya, ya! Bye!🥳

With love, kim

Sricptsweet! [TERBIT-OPEN PO✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang