25. Challenge Pak Revan

40 13 19
                                    

"Kamu masih kecil, Amira." ujar Pak Revan seraya berjalan meninggalkan Amira. Tentu saja dengan langkah yang besar-besar.

Amira sempat kewalahan mengikuti langkah kaki Pak Revan, akhirnya ia sedikit berlari kecil untuk menyeimbangi langkah kaki Pak Revan. Dengan napas yang sedikit terengah-engah Amira berucap. "Saya dua puluh satu tahun kalau Pak Revan lupa."

"Saya dua puluh enam tahun."

Amira menganggukkan kepalanya sambil mengejar langkah kaki Pak Revan. "Hanya berjarak empat tahun, Pak."

Pak Revan yang mendengar hal tersebut sontak menghentikan langkah yang diikuti oleh Amira yang juga menghentikan langkah. "Masalahnya saya dosen kamu, Amira."

"Enggak apa-apa Pak. Didunia ini ada banyak plot twist antar dosen dan mahasiswi kan? Memangnya salah kalau saya ingin dinikahi oleh Pak Revan?"

Pak Revan yang mendengar hal tersebut kembali melanjutkan langkah kakinya membuat Amira mengekorinya dari belakang. "Kamu serius dengan perkataan tadi? Pernikahan itu bukan suatu hal yang bisa dipermainkan, Amira."

Amira yang mendengar hal tersebut sedikit menarik lengan Pak Revan menandakan untuk berhenti sejenak dan mengatur napasnya yang terengah-engah. Pak Revan yang sedikit terkejut dengan tingkah Amira pun tersenyum kecil meremehkan. "Kamu mengatur napas saja butuh bantuan, bagaimana kalau menikah nanti?"

Amira melotot sempurna, apa maksudnya Pak Revan kini meremehkannya. "Ini bukan bantuan Pak, tapi langkah Pak Revan yang terlalu lebar. Lagi pula porsi langkah laki-laki dan perempuan itu beda." ujar Amira membela diri. "Dan menikah itu berdua Pak, saya enggak mungkin melakukan semua hal sendiri, pastinya membutuhkan suami saya nanti."

Pak Revan terdiam sejenak, perkataan Amira ada benarnya juga. Sedetik kemudian beliau kembali melanjutkan langkah kakinya yang sempat tertunda. Gadis dibelakangnya menghela napas kesal, bisa gila jika berhadapan terus-menerus dengan Pak Revan. Tetapi apabila Amira tidak nekad, maka Pak Revan akan jatuh ketangan Dira dan Dira merebut semuanya dari Amira.

"Lagian jadi dosen kaku banget sih, mau jadi perjaka tua apa? Lagi pula umur sudah mapan dan matang kenapa coba enggak nikah? Pasti karena enggak ada wanita yang tahan sama sikap kakunya seperti itu." omel Amira dengan suara pelan, tentu saja omelan tersebut tidak terdengar oleh Pak Revan.

Tepat didepan pintu ruangan, beliau membuka pintu dan masuk terlebih dahulu diikuti oleh Amira dibelakangnya yang masih setia mengekor. "Kamu kerjakan skripsi ini sampai selesai dulu, baru bisa membicarakan pernikahan." ujar Pak Revan dingin.

Amira membasahi bibirnya. Well, kemana sikap manis Pak Revan saat bersama Amira di apartemen? Kemana sikap khawatir Pak Revan saat Amira sakit? Kemana sikap perhatian Pak Revan saat Amira beberapa kali merepotkannya? Karena sekarang didepan Amira hanya ada Pak Revan yang kaku, dingin dan menyebalkan.

Akhirnya Amira menurut saja dan segera duduk dikursi untuk melakukan bimbingan. "Berarti kalau saya sudah menyelesaikan skripsi saya, boleh saya dinikahi oleh Pak Revan?"

"Amira.."

"Umur saya legal kok Pak untuk menikah. Atau Pak Revan tidak ingin memiliki calon istri dari seorang wanita single parent, ya?" tanya Amira penasaran. Pertanyaan Amira benar karena Mamanya Nadine adalah seorang single parent. Tetapi Leonardo tetap menjadi sosok Papa dihidup Amira walau sudah bercerai dengan Nadine dan menikah lagi dengan Fasya.

"Apa maksud kamu?" tanya Pak Revan keheranan, "Untuk apa kamu membicarakan latar belakang keluarga seperti itu, Amira?"

"Mungkin Pak Revan merasa malu bersama dengan saya."

"Saya tidak pernah keberatan dengan latar belakang calon saya nantinya."

"Berarti Pak Revan mau menikahi saya?"

Pak Revan menghela napas gusar. "Belum saatnya, kamu harus menyelesaikan skripsi dahulu."

"Setelahnya nanti, Pak Revan bersedia kan?" tanya Amira kembali, tetap kekeh pada pendiriannya.

Pak Revan tidak menanggapi dengan jawaban, melainkan hanya mengangkat bahunya pertanda tidak tahu kedepannya. Setelahnya, beliau membuka draft skripsi Amira lembar demi lembar. Kedua bola mata coklatnya memindai kalimat demi kalimat yang Amira tuangkan kedalam kertas tersebut. Tak lama kemudian Pak Revan berkomentar. "Bagian pembahasan ini tambah teori lagi untuk memperkuat tulisan kamu, dan juga pada bagian kesimpulan bukan seperti ini cara penulisannya." ujar Pak Revan.

Amira yang merasa obrolan mereka sudah berganti topik pun kini memasang wajah serius, seperti setiap melakukan bimbingan sebelumnya. "Lalu bagaimana cara penulisannya, Pak Revan?"

"Kamu bisa belajar dari kakak tingkat kamu sebelumnya yang pernah dapat dosen pembimbing saya." ujar Pak Revan memberitahu.

Amira menggelengkan kepalanya tidak setuju. "Saya enggak mau, Pak. Nanti saya cinlok terus goyah dan tidak fokus pada Pak Revan sebagai calon suami saya," ujar Amira memberikan jeda sebelum akhirnya kembali melanjutkan. "Memangnya kalau Pak Revan yang menjelaskan saja tidak bisa, Pak? Menurut saya, lebih baik dijelaskan langsung dari sumbernya dan tidak melalui perantara."

Benar kata orang, jangan berdebat dengan anak tunggal terlebih wanita. Sudah pasti keras kepala dan tidak ingin mengalah.

Pak Revan memejamkan matanya sesaat, mengapa Amira sangat tidak mengerti dirinya? Tentu saja Pak Revan masih syok karena obrolan sebelumnya dengan Amira membahas pernikahan dan gadis itu sangat keras kepala ingin dinikahi. Oleh karena itu, Pak Revan tidak bisa berfikir dan menjelaskan alur pembuatan kesimpulan skripsi Amira.

"Pasti berat banget ya Pak jadi dosen pembimbing apalagi berhadapan langsung dengan mahasiswi cegil seperti saya?" tanya Amira prihatin.

"Cegil?"

"Iya Pak Revan, cegil yaitu cewek gila. Lagi trend banget Pak sekarang ditiktok. Nah saya salah satunya Pak karena ingin dinikahi oleh Pak Revan." ujar Amira menjelaskan.

Pak Revan menghela napas panjang. Sebenarnya Pak Revan juga memiliki rasa yang sama dengan Amira, tetapi gengsi untuk mengatakan secara langsung.

"Lagi pula Pak Revan sudah mencium saya, loh. Seharusnya tanggung jawab Pak sebagai pria." ujar Amira kembali menyindir perihal tragedi dirooftop kala itu.

Pak Revan terdiam sejenak, otaknya berfikir untuk mencari cara agar Amira merasa tertantang dan membuktikan keseriusannya. Sedetik kemudian Pak Revan tersenyum miring dan berkata. "Oke saya akan menikahi kamu tapi dengan satu syarat, " ada jeda sebelum akhirnya Pak Revan kembali melanjutkan perkataannya. "Kamu harus selesai ujian akhir skripsi akhir bulan depan dan wisuda di bulan Juli, bagaimana?" tantang Pak Revan kepada Amira.

Amira melotot sempurna. "Tapi Pak.."

Sebelum Amira menyelesaikan jawabannya, Pak Revan lebih dulu menyanggah. "Kalau kamu tidak bisa melaksanakan syarat dari saya, mohon maaf cari calon suami yang lain saja." ujar Pak Revan seraya mengembalikan draft skirpsi milik Amira dan memberikan contoh skripsi milih kakak tingkatnya. "Ini contoh punya Jeno, kamu bisa lihat dan pelajari dari sini. Bimbingan sudah selesai karena saya ada kelas mengajar. Kamu boleh keluar dari ruangan ini, Amira."
.
.
.
#A/N

Hallo guys balik lagi, ya! Semoga enggak bosen sama cerita ini, hehe^°^
Mau spoiler dulu, besok aku update 2part dan end ya, hehe😍😁

Tetap dukung cerita ini sampai selesai besok ya, terimakasih yang sudah membaca walaupun aku tau banyak silent readers disini😭😄

See u next part menuju ending! 💌

With love, kim

Sricptsweet! [TERBIT-OPEN PO✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang