Mereka tepat sampai di depan rumah Ghina, yang ternyata adalah tetangga antar desa mereka, sungguh, tepat di saat itu juga hujan mengguyur wilayah itu dengan deras, Ghina mengetuk pintu Jihoon, Jihoon menurunkan kacanya, "kalian mampir rumah aja dulu, hujan deres nih," ujar Ghina yang baru turun dari motornya, "masukin garasi aja dulu, gue buka dulu pintunya, ya?" tanya Ghina.
"Ga usah dibukain garasinya, gue parkir depan aja," ucap Jihoon kemudian Ghina hanya mengangguk sebagai jawaban, ia memasukkan motornya di garasi, serta membuka pagar rumahnya sebelumnya Jeongwoo keluar terlebih dahulu dari sana bersama Jihoon, Jeongwoo membuka pintu mobil tepat di dekat Ghea.
"Ayo, gue bantuin," ucap Jeongwoo kemudian Ghea mengangguk kecil, ia melangkahkan kakinya yang tidak sakit ke keluar dari mobil itu, Jeongwoo menutup pintu mobil itu, Ghea berjalan dengan sedikit kesakitan, dengan sedikit bantuan Jeongwoo itu membuatnya lebih baik.
Jeongwoo melepas sepatunya ketika hendak masuk ke dalam sana, "lo duduk situ dulu deh," ucap Jeongwoo mengantarkan Ghe untuk duduk terlebih dahulu di kursi depan rumahnya itu.
Jeongwoo melepaskan sepatunya dengan cepat, dan melihat Ghea yang kesusahan melepas sepatunya karena kakinya yang tidak bisa ditekuk, Jeongwoo membantunya untuk melepaskan sepatunya dengan hati-hati agar Ghea tidak merasa sakit, "maaf ngerepotin woo," lirih Ghea.
"Halah kayak sama siapa aja lo, sini, masuk cepetan diluar dingin, lo bisa flu, bang Jihoon tadi juga kemana," cerewet Jeongwoo membopong tubuh Ghea masuk ke dalam rumah Ghina.
"Duh, maaf gue tinggal dulu tadi," ucap Ghina merasa tidak enak pada Jeongwoo yang malah menjadi korban hujan-hujanan membantu Ghea.
"Santai aja mbak, ga apa-apa, bang Ji tadi kemana?" tanya Jeongwoo kepada Ghina.
"Ga tau—"
"Kenapa pada ngeliatin?" tanya Jihoon yang datang dengan pakaian cukup basah.
"Lo dari mana, basah banget tu baju," ucap Jeongwoo.
"Dari depan, ngeliat ban belakang, soalnya kerasa aneh aja, kenapa?" tanya Jihoon, dijawab gelengan kepada Jeongwoo.
"Eh, kalian duduk aja dulu, Ghea duduk disitu aja dulu, gue panggilin temen gue dulu biasanya dia bisa ngatasin keseleo lo tuh," ucap Ghina santai kemudian pergi ke belakang dan membuatkan teh hangat untuk ketiga orang itu, baru lima menit Ghina ke belakang ia sudah memunculkan batang hidungnya di depan mereka, "maaf buat nunggu lama."
"Buset cepet banget mbak," cerocos Ghea.
"Iya soalnya—"
"Mana yang sakit?" pertanyaan seseorang dari arah depan rumah itu yang tiba-tiba berhenti mendadak dari cara melesatnya, dan pakaian yang basah membuat mereka terkejut, "katanya lo sakit!"
"Bukan gue ege! Noh Ghea," ucap Ghina.
"Ghea?" perempuan itu menoleh pada Ghea, "lho Ghea?" kemudian ia melirik pada Jeongwoo, "lho! Jeongwoo?"
"Lha lho lha lho! Sono obatin anjing, lo butuh apa gue ambilin di belakang da," ucapan Ghina terdengar cukup panik karena Ghea sudah terkilir sedari tadi dan baru ditangani kali ini, benar-benar kacau.
"Lo Arla kan?" tanya Jeongwoo, Arla mengangguk cepat.
"Lo berdua pindah ga ngomong-ngomong anjir, gue cari di kelas kalian taunya udah pindah," kekeh Arla, ya dia Arla yang berada di sekolah Jeongwoo dan Ghea yang lama, Arla berjalan mendekat pada Ghea yang duduk berhadapan dengan Jeongwoo dan Jihoon, ia duduk di samping Ghea, "kalau disini panggil aja gue Arda, itu panggilan dari mbak Ghea sih, karena disini ada juga yang namanya Arla..."
"Arla...?—"
"Breaking news gue dapet dag— buset anjir— eh, aduh," seorang perempuan yang masih mengenakan seragam itu datang dengan tanpa permisi dengan baju basahnya juga melihat Jeongwoo dam Jihoon disana ia salah tingkah sendiri karena berbicara keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINDAKU : THE SEVENTH GENERATION
Fanfiction"Urip Iku Urup." Semua yang hidup pasti berguna, dan semua yang terjadi pasti ada hikmahnya, tak terkecuali takdir tak terduga yang dialami tiga bersaudara yang selalu mendapatkan takdir membingungkan. Mereka yang terlahir memiliki tugas, mereka ya...