019 : PENGUJIAN

21 2 0
                                    

Jeongwoo mengangguk kecil. "Gue tau," lirih Jeongwoo, ia menarik tubuh Ghea ke dalam dekapan tubuhnya, "jangan takut, dia salah satu yang ganggu desa ini, gue disini, tenang."

Semilir angin menerpa tubuh kedua orang itu, setelah dirasa Ghea lebih baik, Ghea duduk di hadapan Jeongwoo, "gimana luka lo?" tanya Ghea sedikit ngeri melihat luka pada dada Jeongwoo yang terlihat cukup dalam saat Jeongwoo melepas kaos yang dikenakannya.

"Yaa, agak lama mungkin baru bisa pulih, ngomong-ngomong, dimana keris lo itu?" tanya Jeongwoo, dan Ghea baru menyadarinya, ia nampak sedikit panik, Jeongwoo terkekeh dan menahannya, "tenang, ini."

"Ck, lo mah gitu," gerutu kecil Ghea, ia bersandar pada gundukan tanah di belakangnya. Ghea terkejut ketika paha kakinya digunakan sebagai bantalan kepala oleh Jeongwoo saat ia duduk bersila, Jeongwoo berbaring dengan tanpa mengatakan apapun, "lo ngapain?"

"St, gue capek, bentaran," lirih Jeongwoo menutup kedua matanya dengan nafas yang teratur, Ghea diam ia menatap tepat pada kelopak mata yang terpejam itu, tangan kanannya terangkat untuk hendak memainkan rambut Jeongwoo, belum puas ia bermain dengan rambut Jeongwoo, netra Jeongwoo terbuka perlahan, netra Amber itu menatap netra coklat Ghea, sinar bulan purnama membuat pantulan cahaya dari netra Jeongwoo semakin cantik saja.

Ghea menarik tangannya gugup, ia hendak menatap ke arah lain tapi tangan Jeongwoo terangkat untuk mengusap perlahan pipi Ghea dan membuat Ghea menatapnya, "kenapa ga dilanjutin?" tanya Jeongwoo, Ghea menaikkan satu alisnya, dan Jeongwoo menghela nafas lirih ia menarik tangan Ghea pada pucuk rambutnya, Ghea benar-benar malu dan gugup semua itu bercampur menjadi satu.

Geraman lirih terdengar Ghea melihat pada Jeongwoo yang kembali memejamkan matanya merasakan sensasi rambutnya yang diacak-acak pelan oleh Ghea membuatnya sedikit relax, Ghea tersenyum tipis. "Lo mau jalan-jalan ga?" tanya Jeongwoo tiba-tiba dengan membuka netranya langsung, ia kini duduk di samping Ghea.

"Luka lo," ucap Ghea mengingatkan Jeongwoo dengan lukanya yang belum sepenuhnya tertutup.

"Halah, luka kecil begini, bisa turun jabatan gini doang ga bisa ngapa-ngapain," kekeh Jeongwoo membanggakan dirinya, Ghea menyebik kesal.

"Iya deh," kekeh Ghea. Jeongwoo beranjak berdiri diikuti oleh Ghea, "lo? Begitu aja? Ga pake atasan apa-apa? Dingin woo," ucap Ghea hendak melepas jaket dari Jeongwoo tadi.

Tanpa ucapan apapun Jeongwoo menggendong Ghea, "lo lupa gue siapa Ghe?" tanya Jeongwoo terkekeh kecil, "pegangan yang kuat," ucap Jeongwoo memperingatkan.

"Iya, Jeongwoo..."

Jeongwoo segera melangkahkan kakinya melesat menuju sebuah tempat, melewati lebatnya hutan serta curamnya jurang, Jeongwoo melewati jalan dengan tanpa mengikuti jalan seharusnya, instingnya benar-benar sangat bagus, Ghea tak henti-hentinya menatap kagum pada sang rembulan yang bersinar terang benderang, "woah," kagum Ghea tak sadar ia sampai menganga melihat pemandangan yang begitu indah, Jeongwoo tersenyum tipis mendengar lirihan kagum Ghea.

Jeongwoo harus melewati wilayah penuh semak belukar kembali, tapi kali ini ia memiliki ide yang lebih baik ia pergi sendiri di saat ini, Jeongwoo melompat dari dahan pohon satu ke dahan lainnya hingga ia dan Ghea sampai di depan gapura penyambutan masuk, "tempat ini..." Ghea mengingatnya tempat dimana ia harus meletakkan cincin itu dan dimana ia mengetahui jika dirinya dan Jeongwoo terhubung.

"Gimana? Cepet kan kalau sama gue sekarang," kekeh Jeongwoo membuat Ghea terkekeh kecil.

"Iya deh," lirih Ghea. Keduanya melangkahkan kaki bersama masuk melewati gapura tersebut, tempat itu terlihat jauh lebih baik daripada sebelumnya, nampaknya prajurit bulan juga telah menemukan jika tempat ini dapat kembali terjamah oleh mereka, dan mereka dapat dengan mudah merawatnya kembali.

CINDAKU : THE SEVENTH GENERATION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang