"Lo pulang duluan aja sama Asla, nanti gue nyusul," ucap Jeongwoo membuat Ghea mengangguk kecil.
Asla nampak menatapnya sinis. "Lama-lama gue lipet juga nih bumi," desis Asla pergi duluan dengan membawa kunci motornya.
"Asla!" panggil Ghea berlari mengejar Asla yang malah meninggalkannya.
Jeongwoo terkekeh melihat kedua orang itu yang nampaknya sangat cocok jika dijadikan satu. "Lo mau ngobrol dimana?" tanya Asahi kepada Jeongwoo.
"Deket sungai," jawab Jeongwoo nampak menunjuk arah sungai belakang sekolahnya menggunakan dagunya.
Setelah meletakkan tas keduanya di atas jok motornya masing-masing, Jeongwoo dan Asahi memilih untuk melesat cepat ketika wilayah parkiran sepi menuju tempat yang dikatakan Jeongwoo. "Kenapa?" tanya Asahi menoleh pada Jeongwoo yang nampaknya tengah banyak memikirkan hal dengan apa yang di alaminya.
"Apa lo tau soal perang dingin?" pertanyaan Jeongwoo yang tiba-tiba itu membuat Asahi tersenyum.
"Tentu, perang itu sudah lama tidak terjadi karena bangsa kita yang memilih diam diantara hiruk pikuk kota manusia, tapi mereka malah merampas wilayah yang menjadi hak milik kita," lirih Asahi membuat Jeongwoo mengangguk kecil.
"Apakah penyebab utamanya karena gue bunuh Fela hari itu?" tanya Jeongwoo.
Asahi menggeleng. "Genderang perang dari kitsune dan para pembangkang itu sudah di bunyikan kala kalian menjadi bagian dari kami," jawab lirih Asahi. Jeongwoo mengangguk paham dengan apa yang dikatakan Asahi. "Gue tau kalau Ghea termasuk Nareswari, bebannya cukup berat karena harus mendampingi lo kala pertempuran besar nanti," lirih Asahi membuat Jeongwoo menolehkan kepalanya menatap Asahi yang nampaknya benar-benar serius dengan apa yang dikatakannya.
"Maksudnya?"
"Dia harus ikut melakukan kewajibannya melalui diri lo buat menjaga setiap keturunan Cindaku," lirih Asahi tersenyum kecut. "Sebenarnya hal itu ga boleh gue kasi tau, tapi lo tau? Ghea harus tahu segalanya melalui diri lo."
Tak ada percakapan diantara keduanya dalam beberapa waktu. Kemudian Jeongwoo kembali berucap, "gue harap ga banyak dari kita yang gugur di perang itu."
Asahi tersenyum tipis dan mengangguk kecil. "Semoga."
Sore hari mulai digantikan oleh dingin dan gelapnya malam, Ghea nampaknya berdiam diri di kamarnya karena terpikirkan banyak hal. Lagi-lagi hari ini Ghina dan Arda tidak pulang maupun melihat keadaannya juga Asla yang pergi ke luar sebentar katanya. Ghea duduk bersila di atas ranjang tempat tidurnya sembari bermain ponsel tapi bayangan seseorang mengejutkannya.
"Bajingan, lo kenapa disini anjing?!" seru Ghea melihat Jeongwoo yang nampak santai duduk di ranjang tempat tidurnya dan menatapnya dengan tatapan aneh.
"Gue capek," lirih Jeongwoo yang tidak biasanya mengeluh pada Ghea. Jeongwoo melepaskan jaketnya dan meletakkannya di atas meja belajar Ghea. Melihat ekspresi curiga Ghea Jeongwoo tersenyum tipis. "Gue ga sebejat itu ya, gue cuma mau istirahat bentar, boleh kan?"
Pertanyaan Jeongwoo membuat Ghea mengangguk kecil, tanpa basa-basi Jeongwoo membaringkan tubuhnya di atas ranjang tempat tidur Ghea dan meletakkan kepalanya di atas pangkuan Ghea. Ghea meletakkan ponselnya dan mengusap perlahan surai rambut Jeongwoo. "Tumben banget, ada masalah apa?" tanya Ghea kepada Jeongwoo yang memejamkan matanya menikmati sensasi relax kala Ghea bermain-main dengan rambutnya.
"Ada beberapa prajurit bulan yang berkhianat," lirih Jeongwoo tanpa membuka matanya. "Mereka tau kalau, lo termasuk Nareswari nantinya," lirih Jeongwoo membuat Ghea tersenyum kecil.
"Ucapan nenek ga selamanya salah ternyata," lirih Ghea membuat Jeongwoo bangkit duduk bersila menatapnya.
"Apa maksud lo?" tanya Jeongwoo kepada Ghea.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINDAKU : THE SEVENTH GENERATION
Fanfiction"Urip Iku Urup." Semua yang hidup pasti berguna, dan semua yang terjadi pasti ada hikmahnya, tak terkecuali takdir tak terduga yang dialami tiga bersaudara yang selalu mendapatkan takdir membingungkan. Mereka yang terlahir memiliki tugas, mereka ya...