—Benang berwarna merah beraura emas yang selalu mengaitkan sepasang belahan jiwa yang harus bersatu saling melengkapi dalam suka dan duka kehidupan, jika ada salah satu diantara merasa sakit yang lainnya juga merasakan sakit yang sama, jika salah satu merasakan perasaan bahagia yang lainnya juga akan bahagia.
Dibalik itu semua terdapat mimpi buruk ketika benang itu diputuskan sepihak ataupun dua pihak, maka rasa sakit, sial, dan kegelapan akan selalu hadir di kehidupan dua orang tersebut, tanpa terkecuali.
Benang ini telah tertakdirkan sedari lahir, pada masa remaja atau juga dibangun bersama. Benang ini adalah takdir, bukan kutukan, ataupun anugerah, karena mereka membentang tanpa kusut, tanpa jarum, tanpa rasa sakit sebelumnya, sebelum mereka menyadarinya, disini, ditempat ini.
Mahligai Asmaradahana—
"Kita.. terhubung...?" lirih Jeongwoo melangkahkan kakinya mendekat pada Ghea ia duduk bersimpuh di hadapan Ghea yang menangis karena sesuatu.
Setetes air mata yang jatuh dari pelupuk mata Ghea membuatnya hancur, melihat sesuatu yang tidak mungkin dilihat manusia biasa, senyuman Ghea, tangis Ghea, caranya berbicara, tertawa, menangis, dan mengadu padanya semua dapat dilihat jelas oleh Jeongwoo.
"Woo," lirih Ghea sesegukan kini membuka matanya perlahan, perlahan pula bayangan benang merah itu menghilang, Jeongwoo menggeleng kecil menatap netra hangat Ghea lirih, "kenapa harus lo yang ngalamin semuanya," lirih Ghea menangis di hadapan Jeongwoo.
Jeongwoo menghapus air mata Ghea lembut, ia mengusapnya perlahan, "ini salah gue," lirihan Jeongwoo membuat Ghea menggeleng cepat.
"Jangan ngomong hal itu di depan gue!" sentak Ghea tak terima jika Jeongwoo menyalahkan dirinya sendiri, "gue suka sama lo dari dulu!" ungkap Ghea secara tiba-tiba membuat Jeongwoo menatap tepat wajah Ghea, "jangan pernah salahin diri lo karena gue..."
Apa perasaan lega di hati Jeongwoo ini, apa ini, kenapa ia merasa lega dan bahagia dapat mendengar kata-kata yang barusan keluar dari bibir Ghea, "gue ga mau kehilangan lo gara-gara mimpi konyol lo itu!" cerca Ghea mengusap wajahnya kasar.
Rupanya Ghea melihat masa lalu Jeongwoo dari sudut pandangnya dan Jeongwoo melihat masa depan Ghea dari sudut pandangnya, Jeongwoo menggeleng kecil, "gue ga akan lakuin hal itu," lirih Jeongwoo setelah menyadari hal ini.
"Janji?" tanya Ghea menunjukkan jari kelingkingnya dengan juga mengusap wajahnya kasar menggunakan tangan yang lainnya.
Jeongwoo tersenyum kecil ia mengaitkan jari kelingkingnya pada janji kelingking Ghea, "janji..."
—🌒🌓🌔🌕🌖🌗🌘—
"Lo masih sesegukan?" tanya Jeongwoo kepada Ghea, keduanya berjalan beriringan dengan melewati gelapnya hutan karena matahari telah tenggelam.
"Dikit," lirih Ghea mencoba terus mengatur nafasnya dengan baik, "woo, kenapa gue ngeliat semua masa lalu lo?" tanya Ghea merasa aneh karena ketika ia melihat masa lalu seseorang pasti ia hanya akan melihatnya pada sebagian atau beberapa bagian dari hidupnya saja, tapi saat ia sadar tadi ketika ia mendengar suara Jeongwoo yang kesakitan, ia langsung mendapatkan dan melihat masa lalu Jeongwoo secara keseluruhan bukan hanya sebagai atau beberapa.
"Semua?" tanya Jeongwoo kepada Ghea, Ghea mengangguk sebagai jawaban, "l- lo beneran liat semuanya?" tanya Jeongwoo sedikit panik, "coba sebutin satu yang lo inget."
KAMU SEDANG MEMBACA
CINDAKU : THE SEVENTH GENERATION
Fanfiction"Urip Iku Urup." Semua yang hidup pasti berguna, dan semua yang terjadi pasti ada hikmahnya, tak terkecuali takdir tak terduga yang dialami tiga bersaudara yang selalu mendapatkan takdir membingungkan. Mereka yang terlahir memiliki tugas, mereka ya...