"Sekarang atau lima puluh tahun lagi~" suara nyanyian Ghea membuat orang-orang yang berada di rumah itu menggelengkan kepalanya.
"Gini nih, anak muda kecanduan cinta," tutur Asla yang nampaknya cukup cemburu melihat Ghea begitu bahagia.
"Idih, dateng-dateng nge-judge, nama lo Asla Judge kah? Kok kerjaannya nge-judge mulu?" tanya Ghea nyolot kepribadian Asla yang seperti ini membuat Ghea sedikit sewot dan tidak suka.
"Dih, nama udah bagus-bagus Asa Hira Arla Biantara malah diganti kek begitu, dihh, ga level dek," cemooh Asla tak terima namanya diganti-ganti dengan sembarangan.
"Ck, udahlah, gue capek gausah bikin masalah," lirih Ghina meletakkan dua piring berisi makanan yang telah dimasaknya tadi, kepada kedua orang ini.
Akhirnya Asla dan Ghea memilih diam melihat keadaan Ghina yang nampaknya benar-benar tidak baik-baik saja, hari Senin kembali menyapa keduanya setelah menghabiskan sepiring sarapannya keduanya berpamitan kepada Ghina dan yah sepertinya Ghina mempercayakan Ghea pada Asla.
Saat Asla memanaskan mesin motornya sebuah motor berhenti di depan gerbang rumah Ghina dan memberikan bel, seorang yang mengenakan jaket hitam dan helm senada dengan warna motor dan jaketnya itu membuka kaca helmnya, "nebeng ga?" tanya lelaki dengan suara khasnya itu.
Asla menyahuti ucapan lelaki itu dengan sewot, "ga ga ga! Ghea bareng gue!" seru Asla.
Jeongwoo melirik pada Ghea yang memberikan kode lewat gerakan bola matanya, sepertinya Ghina tidak menginginkan sesuatu terjadi pada Ghea hingga ia menyerahkan Ghea pada Asla, "hm, yaudah, gue duluan!" seru Jeongwoo.
"Ya," Asla mengenakan helmnya dan segera mengeluarkan motornya dari gerbang rumah yang sudah di bukakan Ghea, Ghea kembali menutupnya dan duduk manis di bangku penumpang di belakang Asla, "pegangan," ujar Asla segera menjalankan motornya dengan kecepatan sedang.
—🌒🌓🌔🌕🌖🌗🌘—
Sunyi dan sepi, itu kondisi yang cocok untuk menggambarkan ruang 05. "Waktu ujian tersisa 5 menit, yang sudah selesai silahkan mengumpulkan lembar jawaban," ucapan guru pengawas yang mengawasi pelaksanaan ujian semester terdengar cukup keras diantara kesunyian ruangan itu.
Beberapa anak mulai maju untuk menyerahkan lembar jawabannya, terlebih Jeongwoo yang nampaknya selesai terlebih dahulu dibandingkan Ghea yang nampak sedikit kesulitan di soal terakhirnya, Ghea segera mengisi asal pada baris terakhir karena jujur saja ia tak faham apa maksud dari pertanyaan yang hanya berulang-ulang, ia memilih kata kunci untuknya mendapatkan jawaban di kepalanya.
Ghea mendongakkan kepalanya dan melihat jika Jeongwoo sudah pergi meninggalkan ruangan itu bersamaan dengan orang-orang yang telah menyelesaikan ujiannya, Ghea meremat lengan kanannya dengan perasaan yang tak karuan, ia sendiri tak faham apa yang tengah terjadi kini dengan dirinya, Ghea melupakannya sejenak dan segera beranjak berdiri dan segera mengumpulkan lembar jawabannya.
"Silahkan keluar setelah mengumpulkan," ucapan nada rendah pengawas itu membuat Ghea mengangguk dan segera pergi dari sana, tubuhnya terasa begitu aneh, ia tak pernah merasakan hal ini sebelumnya, apakah dirinya sakit?
Tapi Ghea juga merasa baik-baik saja di sisi lain, kakinya melangkah tak tahu arah, ia merasa cemas yang memburu sampai ia tak menghiraukan suara orang-orang dengan suara riuh menyapa telinganya yang kini berdenging hebat, bola mata Ghea membola sempurna saat ia mengenali sesuatu, ia segera berjalan cepat menuju suatu tempat.
Pintu tua tanpa cat yang melapisinya membuat kesan tua dari pintu itu semakin nyata, tulisan di atas pintu menunjukkan nama ruangan di balik pintu ini. Gudang Atribut, Ghea menyentuh pintu itu dan segera membukanya perlahan netranya langsung tertuju pada satu titik. "J- Jeongwoo..."
KAMU SEDANG MEMBACA
CINDAKU : THE SEVENTH GENERATION
Fanfiction"Urip Iku Urup." Semua yang hidup pasti berguna, dan semua yang terjadi pasti ada hikmahnya, tak terkecuali takdir tak terduga yang dialami tiga bersaudara yang selalu mendapatkan takdir membingungkan. Mereka yang terlahir memiliki tugas, mereka ya...