017 : BODOH

12 3 0
                                    

Nafas Ghea memburu, kakinya telah banyak melewati semak belukar hingga terdapat luka kecil menghiasi kakinya, gaun putih yang sempat dikenakannya kala ia berpamitan dengan Jeongwoo lalu kini nampak darah juga membasahinya, air matanya tak bisa berhenti, bahkan udara dingin tak lagi terasa, yang ada dipikirannya hanya Jeongwoo.

Langkah Ghea terhenti kala merasakan ada sesuatu yang memperhatikannya sedari tadi, "apa yang lo mau?" tanya Ghea di antara sepinya hutan itu di tengah malam.

Tepat di saat itu juga seseorang berada di depannya, "lo butuh bantuan?" tawar Asla dengan senyuman tipis, "yah, ga ada kata penolakan sebenarnya, gue cuma mau ngelurusin hal yang salah, siniin tangan lo."

Ghea diam sejenak dan mengulurkan tangannya, Asla segera menggandeng tangan Ghea dan melesat pergi dari sana, Asla berhenti tepat di belakang sebuah pohon besar, "peluk gue," perintah Asla pada Ghea.

"Apa guna—" tanya Ghea tak faham.

"Bacot," potong Asla langsung memeluk Ghea erat. "Prajurit bulan punya penciuman yang kuat," lirih Asla, kemudian melepaskan pelukannya, ia mengintip kecil, melihat ada beberapa prajurit bulan yang berjaga berjalan kesana-kemari melihat keadaan.

Disaat itu Asahi menampakkan diri tepat di tepat yang terbuka dan dapat dilihat oleh siapapun, Asla sedikit panik dengan munculnya Asahi saat itu. "Lo nungguin mereka sadar?" tanya Asahi pada Asla, yang Asla kemudian menoleh pada orang-orang itu yang menjaga dengan seperti tak menyadari keberadaan mereka.

Asahi terlebih dahulu melesat, diikuti Asla yang menggandeng tangan Ghea dengan melesat mengikuti perginya Asahi. "Ini..?" Asla berucap lirih melihat tempat yang cukup jauh dari kompleks Mahligai Indurasmi, tempat suci berkumpulnya para Cindaku, juga tempat Singgasana Sarayu berada.

"Ga semua Cindaku tau tempat ini kan?" ucap Asahi terdengar sombong di pendengaran Asla.

Sedangkan Ghea yang melihat bayangan benang merah itu menembus tempat yang di katakan Asahi membuat perasaannya semakin berkecamuk tidak enak, Asahi membuat pintu itu terlihat dan segera membukanya, membiarkan Asla dan Ghea berjalan terlebih dahulu turun ke bawah tanah.

Asahi segera masuk dan menutup pintu itu, dan dengan mudah tempat itu kembali tidak terlihat, ketiga orang itu terus berjalan hingga menemukan pintu kayu dengan ventilasi kecil disana, terdengar suara teriakan dari dalam sana membuat perasaan Ghea semakin tidak enak, suara itu...

"Sialan," decih Asahi membuka pintu itu, dan nampak lorong yang langsung tertuju pada tempat dimana ruang konsekuensi berada.

Asahi terlebih dahulu melihat keadaan ruangan itu yang beruntungnya prajurit bulan yang diutus untuk melakukan hukuman dera pada Jeongwoo telah pergi, saat Asla dan Ghea masuk tepat ke dalam ruangan konsekuensi, hal yang paling mengerikan untuk saat ini membuat Ghea menangis dan berlari memeluk tubuh Jeongwoo dengan kedua tangan yang terikat pada tiang.

Luka di sekujur tubuh Jeongwoo membuat tubuh Ghea bergetar takut ia meraung menangis ketakutan melihat keadaan Jeongwoo. "Ghe— Ghea..." ucapan lirih Jeongwoo itu membuat Ghea melepaskan pelukannya.

"Kenapa, kenapa woo!!" teriak Ghea tak kuasa melihat keadaan Jeongwoo, Ghea juga melihat cakaran di beberapa bagian tubuh Jeongwoo.

"Maaf," lirih Jeongwoo.

Asahi mengeratkan genggaman tangannya, ia saja tidak tega dengan perlakuan mereka pada Jeongwoo, terdapat secercah cahaya yang membuat Asahi dan Asla menoleh pada pintu utama yang terbuka menampilkan beberapa orang yang masuk ke dalam sana dengan tatapan tajam.

"Banyak pelanggaran yang kalian lakukan," suara lirih yang tercipta dari Doyoung membuat Asahi mengeram marah dan menarik kerah baju Doyoung.

"Cukup! Semua yang lo lakuin itu penyiksaan bukan pengadilan! Lo gila Doy!" teriak Asahi, Doyoung terkekeh, dan dua prajurit bulan itu menarik tubuh Asahi untuk mundur dari Doyoung.

CINDAKU : THE SEVENTH GENERATION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang