Hari ini terasa sangat panas mengalahkan hamparan udara AC. Askar mengibas-ngibas kerah baju dengan tenaga ekstra. Manik hitamnya masih setia menatap sepasang kekasih di meja kantin. Benar, Nara dan Kenav telah asyik mengobrol satu sama lain hingga mengabaikan keadaan sekitar.
"Selama proses akreditasi, kita gak dibolehin buat speak up sama kasus kecelakaan kemarin." Nara mulai membakar tembakau rokok yang terjepit pada ujung bibirnya.
Bulu kudu Kenav bergidik ngeri mendengarkan tentang korban. "Gue ngebayangin aja udah takut maksimal."
"Gue curiga... pelaku pasti sengaja makein jas almater kampus kita buat menghancurkan citra kampus." Bibirnya menghembuskan asap ke arah samping.
"Oh gitu.." Kenav menjeda sejenak sebelum kembali berbicara dengan nada yang berbeda. "Kasian ya adek gue, kalo ada berita kayak gini... pasti adek gue juga yang repot."
"Gapapa. Itu artinya pihak kampus udah ngasih kepercayaan yang penuh ke adek lo buat jagain nama kampus."
"Tapi... tapi tuntutannya gede banget, Ra. Adek gue belum cukup umur untuk mengerti semuanya. Adek gue capek harus memenuhi semua keinginan Dosen."
Sontak Nara menahan diri untuk berbicara lebih lanjut. Ia lebih memilih mendengarkan Sang pacar dengan wajah iba. Tertanam suatu kegelisahan pada bola mata Kenav.
"Apalagi adek gue anaknya ngambis banget, apa-apa dilakuin secara maksimal, ga kenal kondisi. Adek gue selalu maksain diri buat dapetin IPK tertinggi. Dia rela mengurung diri di kamar terus-terusan. Bagus sih, cuma ya gitu... dia ga bisa dikontrol."
Nara meluruskan pandangan, pertanda semakin serius mendengarkan Kenav.
"Gue cuma takut adek gue ngelakuin penyebab yang sama... gue takut siswa yang meninggal karena radang otak, berikutnya terjadi sama—"
"Udah cukup! Lo kejauhan, Nav."
"Hhh... sorry."
Pikiran Nara mulai bekerja sesuai rotasi pipet yang berputar di sekitar gelas plastik miliknya. Sekian 1 menit tertunda, Nara langsung mengutarakan argumentasi.
"Beb, gue emang gak bisa ngasi solusi buat lo, tapi kalau ada keluh kesah yang lainnya, lo bisa curhat apapun sama gue. Maaf kalau soal itu..."
Sentuhan tangan Nara membuat hati Kenav ikut tenang. Ternyata benar, chat itu membuktikan kalau sebenarnya Nara memang gadis yang lembut. Kenav pasti merasa sangat beruntung, karena bisa melihat sisi hangat Nara secara langsung. Orang lain belum tentu merasakan hal yang sama saat bersama Nara.
Askar juga merupakan salah satu 'orang lain' yang dimaksud. Kapan ya kira-kira Askar bisa mendapatkan perhatian dari Nara? Sejak tadi hatinya meletup seperti disiram lava. Askar ingin sekali menggantikan posisi Kenav.
Tiba-tiba Askar mengambil tempat duduk secara asal sampai tidak menyadari seseorang yang diajak berhadapan. Gadis tinggi itu langsung tertegun, bahkan menutup layar laptopnya tanpa mengklik shutdown.
"Kak Araskar!"
Sekarang giliran bahu Askar yang melompat. Untung saja jantung Askar belum copot usai mendengar teriakan melengking.
"Lo asli kan? Bukan orang lagi nyamar?!"
"Dih, mana ada yang bisa duplikatin gue manusia terlangka di bumi ini?"
Berline spontan menampar serta mencubit pipi gantengnya Askar. Rasa sakit tidak akan mengurangi pesona Askar sebagai cowok idaman. Meskipun Askar sempat meringis, wajahnya tetap bersinar.
"Asli, gue gregetan banget sama kakak!! Gue fans berat lo dari jaman bahula," ungkap Berline antusias.
"Anjirr kirain mau ngetes seberapa asli gue. Lo adek tingkat semester berapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Theory 247 ||
Детектив / Триллер6 tokoh penting Universitas Antajaya Indonesia harus berkutat dengan kasus pembunuhan mahasiswa berprestasi. Bukannya bekerjasama, mereka justru terlihat saling memojokkan, sampai akhirnya satu persatu menjadi target dari pembunuh. Lantas, teori sia...