"You are only as sick as your secrets"
- Christine Scott-Hudson
.
.
.Bundaran cahaya mulai menyentuh cakrawala yang terasa begitu cepat bagi seorang gadis berbadan tinggi dengan gaya rambut pony tail. Dari kemarin ia belum mendapatkan jatah istirahat sama sekali, apalagi sekarang dosen sedang menuntutnya di sebuah ruangan.
"Berline, pokoknya Bapak ga mau tau... bagaimanapun kamu harus menutupi kasus ini, jangan sampai media lain mempublikasikan di kahlayak masyarakat."
Orang yang diberi omongan, hanya bisa menunduk sambil mengepal tangan erat. Hatinya berdenyut melebihi rasa sakit di kepalanya. Kini Berline harus memikul tanggung jawab yang berat meskipun hatinya menolak.
"Kamu tahu sendiri kan? Sekarang kampus kita lagi menyelenggarakan program peningkatan akreditasi. Seberusaha mungkin, jaga citra kampus dengan baik! Mengerti?"
"Iya Bapak"
Tok... tok... tok...
Kepalan tangan mengetuk ambang pintu. Perlahan Lars melangkah masuk. Sesekali ia memeriksa layar handphone'nya untuk mengecek jam sebelum menatap dosen.
Lars mencium punggung tangan si dosen.
"Bagaimana hasilnya, Lars?"
"Saya sudah menemukan data korban kecelakaan motor, Om. Dia bukan mahasiswa dari kampus kita. Dia hanya menggunakan almamater jas Antajaya Indonesia."
"Ah sial, alibi macam apa tuh?!" seru Berline.
"Terlepas dari alasan itu, pihak kampus akan berusaha menyelidiki kasus ini. Bentar lagi Bapak ada jam ngajar, Bapak pamit duluan."
"Baik Om... hati-hati."
Sang dosen melesat pergi akibat waktu mengajar yang singkat. Tersisa Berline dan Lars yang sibuk dengan pikiran masing-masing, tanpa membangun komunikasi.
----
Meskipun wajahnya terlihat tenang, namun percayalah... kalau Berline masih berperang dengan pikiran dan batinnya. Kasus ini semakin mempersulit Berline dalam meningkatkan perfoma sebagai ketua ukm pers. Akibat kasus ini, seluruh kegiatan liputan menjadi tertunda.
Tanpa terasa kaki Berline memasuki kelas Prodi Ilmu Komunikasi. Ujung mata gadis itu menangkap pemandangan yang tak biasa.
"Tahan bentar diri lo yaa. Gue ada disini buat lo." Temannya berusaha menenangkan gadis itu.
"Gue mau pulang aja, gue udah takut banget!" pekiknya agak histeris.
Berline mengernyitkan alis, merasa asing dengan sosok gadis tersebut. Sepertinya dosen meminta agar kelasnya bergabung bersama kelas lain, khusus mata kuliah komunikasi persuasif.
"Yaelah, bisa dikerangkeng bentar ga? Liar banget jadi orang!" protes teman sekelas Berline yang merasa jengkel.
"Masi untung cewek cantik, kalo simpanse mah udah gue ajak nge-war dia!"
Seorang mahasiswa menyodorkan sebungkus cemilan snickers kepada Elsya. Sekalian pengen sponsor sedikit. "Biasanya iklan ini nih yang bikin jiwa monster jadi kalem."
"Apaan sih kalian? Orang sakit jangan dipake main-main napa!"
"Bukannya bersyukur kelas kita udah gak marah sama kalian, padahal kalian mengganggu banget tau!"
"Kalau gak sudi gabung, yowes belajar mandiri aja sono!"
"Kok situ yang sewot? Kelas kita kan kalem-kalem bae."
"Kalem ndas kalian! Demen gangguin kite jugaan."
"Eh kita cuma berusaha sabar ma kalian. Kalo udah habis kesabaran, kita bakal nendang kalian satu persatu."
"Sok banget lo ngomong!"
Tutur kata saling bertabrakan antar dua kelas itu. Mereka masih mempertahankan sisi ego, belum ingin ada yang mau mengalah. Hal tersebut menyebabkan telinga temannya Elsya merasa terganggu.
"Dia lagi kena pelecehan, kalian maklum dikit doang masa ga bisa sih?!!"
Deg!
Orang yang bernama Elsya langsung menelan ludah, kemudian beralih menatap puluhan pasang mata yang mulai memperhatikannya dengan ekspresi tak biasa.
"Penghianat..." lirih Elsya kepada si sahabat. Bibir Elsya terasa kelu.
Lantas, Elsya berlari menuju ambang pintu bahkan sempat menabrak bahu salah satu mahasiswa. Walaupun wujudnya hilang sekalipun, Elsya akan tetap merasa jiwanya terjebak di dalam penjara kegelapan.
"ELSYA!!"
Punggung mungil Elsya sudah terlanjur jauh, hingga temannya tidak bisa mencegat kepergiannya lagi.
"Tuh kan gara-gara kalian anjir. Hubungan gue sama besti jadi kacau."
---
Terdapat sebuah dermaga luas nan bersih namun jarang pengunjung. Elsya akan mengambil kesempatan untuk meluapkan segala emosinya disini. Tanpa ragu, Elsya meraung histeris selama hatinya belum tenang. Tetesan air mata mewakili rasa sakit yang terpendam.
Sejak adanya kejadian itu, memberikan memori buruk bagi pikiran Elsya. Terlintas adegan bagaimana bejatnya si pelaku merenggut kehormatan Elsya yang tak berdaya. Wajah pria itu akan selalu Elsya kenang sebagai manusia paling busuk di dunia ini. Ia melakukan aksinya hanya untuk memuaskan nafsu sesaat.
Beberapa menit kemudian, polisi datang menolong korban. Sialnya, pelaku berhasil kabur hingga jejaknya belum ditemukan sampai sekarang.
#BERSAMBUNG
•••
Hehe makasih sudah singgah guys, janlup tanda bintang dan emot love yaa. Makasihh guys!
KAMU SEDANG MEMBACA
Theory 247 ||
Mystery / Thriller6 tokoh penting Universitas Antajaya Indonesia harus berkutat dengan kasus pembunuhan mahasiswa berprestasi. Bukannya bekerjasama, mereka justru terlihat saling memojokkan, sampai akhirnya satu persatu menjadi target dari pembunuh. Lantas, teori sia...