{ 12 }

56 9 0
                                    

Anak saya tidak mungkin menghabisi nyawa orang lain!!

Kalian asal tangkap aja kan biar penyelidikannya berjalan cepat?

Tapi kan sudah ada bukti, Pak, Buk.

BUKTI APAAN CUMA PISAU NANCAP GITU?

Terjadi adu mulut antara kedua orangtua Nara dengan pihak kepolisian. Sementara itu, Nara terbelenggu di dalam sel yang redup sesuai isi hatinya. Nara mengalami luka parah, namun para polisi masih kekeuh menahannya.

Perasaan amat berkecamuk, Nara duduk memposisikan lututnya sampai dagu, memikirkan hal yang tidak seharusnya Nara sesali. Doktrin Lars sialan itu sangat merepotkan hidupnya.

"Pak, anda sebaiknya bicara yang sopan. Kami pasti akan bantu menangani kasus ini."

"Kami aja engga pernah menuntut Nara sampai segininya." Lantas, mereka kekeuh ingin memperbaiki nama anaknya, tidak terima sedikitpun citra putri mereka buruk di mata orang lain.

"Saya memang bukan dokter psikologi, tapi saya lihat kalian salah mendidik anak! Makanya dia seperti ini."

"Nara hanya nakal, bukan kriminal!!"

Sebenarnya Nara menyadari kenapa ilmu parenting dari kedua orangtuanya selalu disalahkan oleh orang lain, kendati betapa hebatnya mereka menahan harga diri ketika diinjak habis-habisan, terutama dari Nisya, Ibunya. Hal ini mungkin membuat Nara tidak bisa menebarkan kebencian sedikitpun kepada mereka.

Sejak kecil, Nara menyaksikan ibunya menangis setiap malam. Bukan tanpa alasan, siluet wanita itu memegang sebuah foto. Jika diamati lebih seksama, padahal isinya adalah moment Nara sewaktu bayi. Apa yang salah?

Banyak orang yang loss-respect terhadap Nisya, setiap lewat, langkahnya selalu dihujani hujatan dan cemooh warga setempat. Nara yang kecil masih belum mampu memahami apapun, namun seingat Nara, mereka mengatakan anak perempuan seperti dirinya lebih baik dibuang ke neraka daripada mendapatkan malapetaka.

Makna bahasa dari mereka sangat asing di telinga Nara kecil, makanya reaksinya biasa saja, sedangkan Nisya langsung menggandeng tangan Nara sambil mengerahkan seluruh air mata. Entahlah, awalnya Nara kurang merasakan peran ayah ketika mereka sedang kesusahan.

Sesampainya di rumah, Nisya memeluk anaknya penuh kasih sayang. Penderitaan mereka belum selesai ketika Sang suami melayangkan sebuah tamparan keras, membanting tubuh Nisya yang tak berdaya sampai memar. Ditambah, pria itu ikut menyiksa Nara bagaikan barang bekas. Intinya ia telah melakukan KDRT hampir setiap jam.

Nara menangis histeris sepanjang hari akibat tubuh mungilnya dipenuhi luka lecet. Sang ayah tetap menyimpan tatapan dendam, seolah belum puas terhadap siksaan sebelumnya.

"Cuih, udah ngelahirin anak haram, perempuan lagi!!" Dengan entengnya, pria rendahan itu meludah ke arah Nara.

"Kalau gue ngelahirin anak laki-laki, lo ga bakal ngomong begini kan?"

"Nah tu tau. Lebih pantas, kamu kembaliin anak ini ke keluarga aslinya! Bikin malu aing aja."

"Bagaimanapun Nara ini juga anaku mas, lagipula keluarga itu udah menolak anak perempuan juga."

"INI YANG AKU GA SUKA DARI YU! Keras kepala kali jadi cewek... arggh!"

PLAK!!

Sulutan emosi menyalurkan tamparan keras, mengenai pipi Nisya untuk kedua kalinya. Pria kekar langsung meninggalkan rumah tanpa rasa bersalah. Nara yang kurang mengerti inti permasalahannya, lekas memeluk Nisya. Berharap keajaiban menolong nasib mereka dari neraka duniawi.

Theory 247 || Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang