Pada ahkirnya mereka benar-benar pergi ke hutan terlarang pada malam hari. Hermione berjalan di depan dengan tongkat yang memancarkan lumos, sibuk mencari tanamam vernatium gelida sementara Draco berjalan malas di belakangnya. Berulang kali menghembuskan nafas berat karena berahkir bersama Granger di hutan terlarang, hanya mereka. Tidak ada Potter dan Weasley atau bahkan teman-teman Slytherinnya.
Kapan terahkir kali mereka hanya berdua seperti ini? Jika diingat-ingat mungkin saat di kamar kebutuhan pada tahun ke-6 mereka dulu. Draco menatap lekat punggung Hermione.
Flasback (tahun ke 6)
"Malfoy, apa yang ingin kau lakukan dengan lemari itu?"
Draco berbalik menemukan sosok Hermione Granger berdiri tak jauh di belakangnya. Menatapnya dengan pandangan curiga dan waspada.
"Bukan urusanmu, Granger." Draco menjawab ketus. Dia tak menduga bahwa Granger akan menemukannya di kamar kebutuhan tepat dihari dimana dia membuka cela untuk pelahap maut masuk ke Hogwarts.
"Kau berusaha memperbaiki lemari itu kan, lalu membuka cela bagi pelahap maut masuk ke Hogwarts."
Draco terkejut dan tak menyangka bahwa Granger tau tujuanya, namun dia segera mengontrol ekspresinya. Dia seharusnya memang tak terkejut, dia Hermione Granger gadis terpintar pada masanya. Granger pasti mencari tau karena Potter sepertinya penasaran tentang dirinya. Tapi melihat hanya Granger yang datang memergokinya saat ini, itu berarti dia belum mengatakan apapun pada Potter.
"Kau tau." Nada suaranya begitu dingin membuat Hermione seketika bergidik. Dia sudah tau, tapi entah mengapa tak bisa menyembunyikan reaksinya.
Draco menarik lengan baju kirinya, memperlihatkan tato bergambar tengkorak dengan ular terjulur, memperlihatkan statusnya sebagai pelahap maut dan menegaskan disisi mana dia berpihak.
Hermione hanya mampu terdiam. Netra coklat madunya menyorot tepat tanda dilengan Malfoy. Mengerikan.
"Ini bukan keinginanmu kan?" Itu sebuah pertanyaan, namun Draco mendengarnya seperti sebuah pernyataan."Kau melakukan ini dengan terpaksa. Kau tidak memiliki pilihan, karena itu kau melakukanya..."
"Kau tau aku tidak memiliki pilihan, jadi berhenti ikut campur..."
"Tidak!" Hermione memekik. Dia merasa sakit entah karena apa. Melihat sosok Malfoy yang berdiri di depanya saat ini seperti dia melihat orang yang berbeda. Apa setiap orang mempunyai sisi lain seperti Malfoy?
"Kau pengecut. Karena kau seorang pengecut kau tidak berani mengambil pilihanmu sendiri. Masih ada waktu untuk berpindah, aku yakin sudah ada yang menawarkan hal yang sama sebelumnya. Orde akan melindugimu."
Draco membenarkan perkataan Granger. Memang benar bahwa sudah ada orang yang lebih dulu menawarkan hal yang sama, tapi itu tidak menjamin keselamatan keluarganya. Ibunya masih terkurung di tempat suram itu, tempat di mana para bedebah itu berkumpul."Tidak ada waktu lagi Granger. Kau lihat ini." Dia memperlihatkan sekali lagi dark mark dilenganya "waktu yang kau bicarakan bisa saja membunuhku dan keluargaku." Draco menatap Hermione yang lagi-lagi terdiam karena melihat tanda kegelapa miliknya lagi "lagipula, apa kau berfikir bahwa orde sudah melakukan hal yang benar? Apa Kalian berfikir bahwa apa yang selama ini kalian lakukan sudah benar?"
'Benar' satu kata itu seakan menyadarkan Hermione. Pertanyaan itu....apa hal yang selama ini mereka lakukan adalah yang paling benar? Kenapa kata-kata Malfoy membuatnya ragu akan tindakan yang sudah dia lakukan selama ini. Dan Hermione sadar bahwa pertanyaan itu seperti Malfoy barusaja menyatakan satu hal padanya.
Malfoy tidak berfikir bahwa apa yang dilakukan pelahap maut benar, dia juga tidak menganggap pihak orde adalah yang paling benar. Dia berada ditengah-tengah. Netral. Namun dia menipu semua orang dengan berada disisi hitam, memasang topeng berekspresi dingin demi melindugi keluargnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴛʜᴇ ʟᴀsᴛ ғɪɢʜᴛ ↬ᴅʀᴀᴍɪᴏɴᴇ ✓
FanfictionSetelah runtuhnya renzim Voldemort dan para pengikutnya, para penyihir kembali membangun dunia sihir yang aman dan tentram. Hermione kembali ke Hogwarts bersama Harry, Ron dan anak-anak tingkat 7 untuk menyusul ketertinggalan selama perang. Mereka...