14 - Mengunjungi Narcissa

470 56 0
                                    

Hermione menutup buku yang sedang di bacanya ketika seseorang tiba-tiba duduk di kuris di depannya. Hermione mendengus kesal ketika pria berambut pirang platina itu tersenyum penuh arti padanya.

"Jadi dengan cara apa kau akan menepati janjimu, Granger?"

"Pertama-tama kita perlu meminta izin pada Profesor--"

Draco berdecak kesal membuat Hermione menghentikan ucapanya dan mendelik.

"Bukanya sudah kubilang kalau aku sudah mencoba berbicara pada nenek tua--"

"Jangan mengejeknya begitu." Hermione menyentak tak suka. Draco memutar bola mata tak perdili.

"--dia tidak memberikanku izin. Jadi gunakan cara lain," kata Draco dengan nada memerinta. Hermione yang mendengarnya kontan mendengus jengkel.

Hermione berfikir sejenak. Memikirkan berbagai cara yang mungkin bisa membantu Malfoy agar bisa menemui ibunya.

Jujur saja, Hermione sebenarnya tak mungkin mau membantu cowok congkak ini, tapi ini berhubugan dengan Narcissa dan Hermione merasa sayang akan hal itu. Dia tau rasanya khawatir pada seseorang begitu dalam dan itu sungguh menyiksa. Jadi membantu Malfoy mungkin tak ada salahnya.

Hermione membuang nafas pelan, lantas menutup buku yang sedang di bacanya saat ini. Lalu berkata sambil memandang Malfoy "Malam ini, tunggu aku di depan kamar kebutuhan."

Draco menaikan satu keningnya "untuk apa?" Tanya pemuda itu tak memgerti. Tapi kemudian ekspresi wajahnya langsung berubah saat sesuatu terlintas di fikirannya. Dia tiba-tiba saja menyerigai "Oh...apa kau ingin berbuat macam-macam denganku eh, Granger"

Hermione melemparkan tatapan menghina pada Malfoy. Tingkat kepercayaan diri pemuda ini sudah benar-benar setinggi langit. Tak tau malu.

"Jangan bicara hal menjijikan di depannku, Malfoy. Atau ku sihir kau jadi musang," Kata Hermione mengancam, menunjuk Draco dengan tongkat sihirnya. Draco agak termundur kecil namun dengan cepat segera menegapkan tubuhnya kembali.

Pemuda Malfoy itu berdeham "jika kau hanya menipuku, Granger. Awas saja."

"Menipu itu adalah keahlian Slytherin, jangan samakan aku dengan teman-teman ularmu, Malfoy."

"Yah, terserah," balas Draco dengan nada mengejek membuat Hermione mencabikan bibirnya, rasanya ingin segera mengguliti tubuh pemuda itu dan menjadikannya makanan hippogriff.

•••

Hermione menoleh ke area sekitar dengan waspada sebelum melanjutkan langkah berbelok menuju koridor di mana pintu kamar kebutuhan berada.

Dia bisa melihat sosok pemuda berambut platina tengah berdiri sambil bersandar ke dinding, wajah pongahnya tampak begitu menyebalkan. Hermione mendengus keras sebelum memutuskan untuk berjalan mendekat.

"Lama sekali, Granger," ujar Draco. Pemuda itu menjauh dari dinding, lantas memandangnnya dengan tatapan super jengkel "apa kau harus menina bobokan dua teman idiotmu itu dulu sebelum ke sini?"

"Mulutmu harus di buang, Malfoy. Benar-benar sampah," Balas Hermione pedas "menyingkirlah," usirnya kemudian, menyuruh Draco menjauh dari dinding.

Draco mendengus tak terima, namun tak pelak tetap menurut. Pemuda itu melangkah menjauh dari dinding dan membiarkan Hermione melakukan tugasnya.

Tak lama, sebuah pintu tercipta di dinidng itu, kemudian terbuka seakan mempersilahkan mereka untuk masuk. Dan tanpa menunggu lama lagi, Draco dan Hermione segara masuk dan membiarkan pintu itu tertutup, lantas kembali berubah menjadi dinding seutuhnya.

Hermione berjalan memimpin, menuju ke arah sebuah lukisan. Di belakangnnya, Draco memperhatikan dengan ekspresi bosan, tapi sebenarnya begitu penasaran pada rencana 'kabur' yang di susun Hermione.

"Apa kau mau berdiam diri terus seperti itu, Malfoy?"

Suara Hermione menarik perhatian Draco yang hanya mengalihkan pandangan untuk menguap. Pemuda itu lalu memandang terkejut pada gadis Granger tersebut yang kini sudah berada di atas tangga yang di atasnya terdapat sebuah lorong gelap.

Dia melirik pada lukisan yang terbuka selayaknya pintu, entah sejak kapan. Lantas kembali menoleh pada Hermione yang sudah berdiri di puncak, berkacak pinggang menunggunya untuk menyusul.

Hermione tersenyum tipis, memandang Malfoy yang kini memanjat tangga. Untung saja Hermione teringat pada kejadian saat perang di mana ia, Harry dan Ron di jemput Neville lewat lorong ini. Lorong rahasia yang tak begitu banyak orang tau.

•••

Lorong St.mugo sudah benar-benar sepi, tak ada lagi penyihir atau bahkan perawat yang berkeliaran ke sana kemari. Hermione berjalan bersama Draco di lorong sepi itu menuju ruang rawat Narcissa yang berada di bagian penanganan kejiwaan.

Suasana begitu hening, tak ada satu katapun yang terucap sejak mereka menginjakan kaki di tempat itu. Namun entah mengapa, itu terasa janggal. Mungkin karena Hermione terbiasa berada dalam kebisigan perdebatan dengan Malfoy.

"Aku akan menunggu di luar," ucap Hermione begitu keduanya sampai di depan ruang rawat Narcissa.

Draco sama sekali tak membalas. Pemuda bersurai platina itu menggenggam erat knop pintu sambil memandang ke dalam ruangan lewat kaca kecil di pintu. Tampak begitu tertekan. Rasannya selalu berat untuk kembali ke sini, melihat ibunya yang kehilahan jiwa dan persis seperti mayat hidup.

Draco menghembuskan nafas pelan, sebelum memutar knop pintu dan masuk ke dalam ruangan hampa itu. Sementara Hermione berdiri di luar dan menunggu.

.

Wanita itu duduk membelakanginya, menghadap ke arah dinding. Rambutnya tampak lusuh dan acak-acakan. Dengan hanya melihatnya dari belakang, Draco bisa merasakan bertapa menyedihkannya wanita itu sekarang.

Ia menghembuskan nafas sekali lagi, menarik sudut bibirnya berusaha untuk tersenyum. Lalu kemudian memantapkan langkah untuk berjalan mendekat.

Ia berdiri tepat di depan ibunya, meraih kedua tangannya dan mengenggamnya erat, lalu berlutut.

"Mother..." suaranya begitu lirih, memanggil wanita itu dengan nada yang begitu lembut. Namun ada rasa tercakat saat Draco mengucapkan panggilan itu. Rasanya begitu sesak.

"Aku datang."

Rasanya sudah seperti bertahun-tahun.

"Draco?"

Draco tersenyum, tak kala mendengar namanya di sebut ibunya sendiri. Wanita itu menunduk, memandangi wajah putranya cukup lama sampai kemudian tangannya terangkat naik, terlepas dari genggam Draco dan berganti meraba wajah Draco dengan lembut. Seperti berusaha mengenali, berusaha meyakinkan bahwa apa yang dilihatnya saat ini bukanlah ilusi seperti yang selalu di lihatnya hampir setiap saat. Dan ahkirnya senyuman itu terukir.

To Be Continued

A/n

Mulai besok aku hanya akan up sehari satu part, ya.

ᴛʜᴇ ʟᴀsᴛ ғɪɢʜᴛ ↬ᴅʀᴀᴍɪᴏɴᴇ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang