Kingsley mengarahkan para auror menagkap dan membawa pelahap maut yang telah mereka kepung. Tidak ada yang dapat kabur, tidak lagi kata mereka.
Orde rupanya menyiapkan rencana yang matang untuk menjebak Voldemort dan para pelahap maut. Mereka memasang tabir pelindung sementara yang lain dilingkupi ketakutan oleh kata-kata Voldemort, membuat pencegahan agar tidak ada yang dapat meninggalkan Hogwarts sampai perang selesai, sampai pihak mereka menang.
Hermione mendudukan diri di samping Draco, membuat pemuda itu menoleh padanya dan merangkuhnya, menyandarkan kepala Hermione di bahunya.
Harry, Ron dan Ginny menghampri mereka kemudian. Duduk bersama dan membagi cerita sederhana agar duka perang tidak terlalu mempengaruhi mereka.
Jasad-jasad dari kedua belah pihak dikumpulkan secara terpisah. Mereka bisa melihat Padma yang menangis di samping tubuh Pravati, Lisa dan Su Li menenangkan di sampingnya. Mereka ikut berduka. Di sisi lain, tubuh Dennis Creevey terbaring tidak jauh dari Pravati. Entah apa lagi yang akan mereka jelaskan pada orang tua pemuda tersebut setelah apa yang menimpa Colin sebelumnnya.
Ada riuh dan duka, senyum-senyum lega bercampur dengan tangis kehilangan. Namun, bukankah selalu begitu? Perang selalu mengambil tumbal, tidak ada kemenangan tanpa korban dan sebagian dari mereka memahami resiko itu, tapi saat kehilangan itu menimpa mereka, tidak ada yang bisa menerima.
Mereka berkumpul bersama anggota orde lain. Luna memeluk ayahnya, sedikit bersuka cita arat perang yang kembali dimenangkan. Molly memeluk anak-anaknya satu persatu, termasuk Hermione dan Harry yang telah lama menjadi bagian dari mereka. Lalu pandangan Hermione jatuh pada Lyra yang memeluk seseorang dalam orde, seorang pria seumuran Andomeda Tonks, mereka terlihat begitu akrab. Harry dan Ron juga sama bingungnya. Hingga mereka mendekati mereka dan pria di samping Lyra memperkenalkan dirinya, mengulurkan tangan khusus pada Harry yang mengerutkan alis bingung.
"Aku mendengar banyak tentangmu, Mr. Potter. Preston Fawley," katanya memperkenalkan diri. Harry menatap Hermione dan Ron, dan kedua sahabatnya itu hanya membalsnya dengan ringisan sama bingungnya. Dengan keraguan, Harry menjabat, menerima perkenalan ramah itu.
"Kalau boleh tau, dari siapa anda dengar tentangku, Sir?" Harry bertanya. Dia sekilas melirik Lyra yang sedang berbicara berbicara dengan Luna dan Mr. Lovegood.
"Dari Sirius."
Jawaban Sir Fawley sukses menarik fokus Harry, terkejut mendengar nama ayah baptisnya di sebutkan. Hermione dan Ron juga bereaksi sama kagetnya.
Sir Fawley terkekeh pelan melihat tiga remaja di depannya. Dia kemudian menoleh ke samping, memperhatikan Lyra yang masih asik membicarakan sesutu dengan keluarga Lovegood. Harry ikut memperhatikan sosok yang sama "Sirius punya keluarga, Mr. Potter, keluarga yang dia sembunyikan untuk dilindungi."
Mereka masih memandang Lyra, kaget tapi tidak meengatakan apa-apa.
"Dia menikah dengan adik sepupuku, Marlene. Sangat di sayangkan dia terbunuh saat perang pertama. Sirius ingin membawa Lyra, tapi dia dijebak dan di kirim ke azkaban sebagai penghianat. Aku merawat Lyra sejak saat itu."
"Kenapa dia tidak memberitau ku?" Ada kecewa di matanya dan sedikit ratapan penyesalan atas kematian Sirius.
"Kuyakin dia sangat ingin memberi taumu. Tapi situasi saat itu, kau tau sendiri bagaimana. Dan kematiannya..." sir Fawley menghela nafas pelan. Dia menatap Lyra dengan sorot mata sedih dan kasihan.
Harry melihatnya, bisa merasakan hal yang sama karena dia juga kehilangan kedua orang tuanya jauh sebelum itu.
"Sirius sering mengunjungi Lyra saat dia keluar dari azkaban. Beruntungnya karena kau menyelamatkannya saat itu. Lyra sangat berterimakasih, tapi dia gadis yang tertutup, tidak pandai bergaul."
Hermione segera berekasi, teringat saat pertama kali dia bertemu Lyra di perpustakaan. Ahkirnya memahami arti dari ucapan terimakasih gadis itu. Lyra berterimakasih padanya karena telah menyelamatkan Sirius dari dikrim kembali ke azkaban. Sirius pasti menceritakannya pada Lyra. Hermione jadi merasa bersalah karena telah curiga. Dia harus meminta maaf setelah ini.
Obrolan Harry dan sir Fawley memanjang, kini membahas beberapa hal yang tidak lagi muram. Sementara Ron sedang mengobrol dengan Charlie. Dia dan Ginny merecoki kaka laki-laki mereka yang jarang pulang di antara yang lainnya.
Hermione kemudian mengambil langkah menjauh, menghampiri Draco yang sedang bicara dengan teman-teman Slytherinnya. Kehadiran Hermione di antara mereka, menarik perhatian. Hermione tersenyum dan menyapa ramah. Awalnya terasa canggung sampai Pansy memecah hening lebih dulu, dan mereka melibatkan Hermione dalam obrolan ringan mereka.
Rupanya, teman-teman Draco juga ikut bertarung. Mereka berada di bagian menara Gryffindor bersama profesor Slughorn. Hermione terkekeh geli saat mengetahuinya, tidak disangka bahwa para Slytherin berada di menara Gryffindor untuk mempertahankan Hogwarts. Siapa yang mengira bahwa permusuhan antara asrama ahkirnya benar-benar pecah dan memudar.
Draco membawa Hermione keluar aula, menjauhi rirak pikuk orang-orang. Mereka berhenti di menara astronomi yang rusak, tapi masih kokoh. Tidak ada siapapun di sana kecuali mereka. karena semua berkumpul dalam suka cita di aula besar.
Matahari membumbung tinggi di langit biru yang cerah. "Bibi Meda bilang, ibuku sudah sedikit lebih baik. Dia sudah mulai berbicara meski masih sedikit linglung" kata Draco. Hermione menatap wajah Draco yang memandang ke depan dari samping. Gadis itu pun tersenyum.
"Bolehkah aku menemuinya?" Hermione bertanya. Draco segera berdehem sebagai tanggpan setuju.
Mereka terdiam untuk waktu yang lama, menikmati sinar matahari siang dan angin sejuk yang menyentuh permukaan kulit mereka. Hermione menggigit bibirnya, melirik Draco dalam tatapan lama dan intents. Hingga Draco menoleh padanya, membalas Hermione dengan tatapan dalam iris biru keabu-abuan nya. Dalam detik-detik itu, wajah mereka maju perlahan, semakin dekat satu sama lain. Hingga bibir mereka ahkirnya menyatu, bersatu selama beberapa detik sebelum ciuman itu berubah menjadi lumutan ringan.
Draco menarik pingang Hermione, merapatkan tubuh mereka, sementara tangan Hermione mengalung di leher Draco. Ciuman ringan itu kemudian berubah lebih agresif dan panas, sampai mereka hampir kehabisan nafas dan ahkirnya melepas pungutan. Bernafas melalui jarak yang masih begitu dekat, saling menempelkan kening dan menatap mata satu sama lain. Mencari kehangatan dan memastikan perasaan satu sama lain, dan saat mereka sama-sama menemukannya, mereka tersenyum.
To Be Continued
A/n
Ada pergantian latar belakang, aku sudah kasih tau di bab intro. Dan di sini aku menghadirkan Lyra sebagai anak Sirius dan Marlene McKinon.
Waktu itu pernah baca ff yang couple nya mereka, dan jadi pengen jadiin mereka cannon di ceritaku.
Btw, aku update banyak, sampe bab epilog. Greget pengen tamatin cerita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴛʜᴇ ʟᴀsᴛ ғɪɢʜᴛ ↬ᴅʀᴀᴍɪᴏɴᴇ ✓
FanfictionSetelah runtuhnya renzim Voldemort dan para pengikutnya, para penyihir kembali membangun dunia sihir yang aman dan tentram. Hermione kembali ke Hogwarts bersama Harry, Ron dan anak-anak tingkat 7 untuk menyusul ketertinggalan selama perang. Mereka...