Ledakan besar menghantam prajurit batu yang menjaga jembatan. Menghancurkan pasukan tersebut hingga berkeping-keping. Lalu serangan dari segala penjuru mencoba menembus tabir pelindung. Cahaya-cahaya dari mantra-mantra para pelahap maut menghantam tabir seolah ingin merobek kubah.
Ledakan sihir terjadi di atas sana, meledak bagai kembang api yang terlihat indah, tapi sebenarnya mengerikan dan berbahaya.
Para orang dewasa terus merapal mantra, mencoba mempertahankan kubah pelindung sekuat yang mereka bisa. Tapi serangan terahkir dari tongkat Voldemort berhasil menciptakan ledakan hebat dan merobek kubah dalam satu tarikan mantra.
Asap-asap hitam terbang bagai tertarik masuk ke dalam wilayah castile. Semua orang menarik tongkat dan bersiap siaga. Sebagian pelahap maut berlari dari arah jembatan, melompati runtuhan dari prajurit batu. Sebagian dari pihak mereka berdiri di garis depan, menjaga pintu masuk castile, yang lain mempertahankan menara-menara tinggi Ravenclaw, astronomi dan Gryffindor yang bisa menjadi akses untuk masuk ke dalam castile.
Cahaya-cahaya sihir dan kutukan terbang di sana sini. Dalam sekejap, kekacauan terjadi dimana-mana. Hermione membalas serangan salah satu pelahap maut yang menyerangnya tanpa apa-aba. Melemparkan mantra non verbal agar memiliki efek kejut. Pelahap maut yang tidak dikenali itu tumbang, tapi tidak mati.
Hermione berlari masuk ke dalam castile ketika McGonagall memerintahkan mereka untuk mundur. Sebagian dari pihak mereka mati dalam kengerian, ditabrak cahaya sihir kehijauan. Beberapa wajah sulit dikenali karena berada dalam jarak yang jauh, tapi waja-wajah familiar yang Hermione kenali sebagai anggota Laskar Dumbleodre, sebagai teman Gryffindor nya, hampir mengoyahkan kaki Hermione, menahannya dalam langkah yang pelan.
Suara teriakan Padma Patil bagai teriakan keputus asaan yang menggema dan menabrak dinding simpati Hermione. Perempuan itu bersimpuh, menangisi jasad saudara kembarnya yang tidak lagi bernyawa. Sekujur tubuhnya pucat, ekspresi wajahnya kaku dan tegang, matanya terbuka tapi kosong.
"Padma!" Lisa datang dan menyeret teman seasramanya tersebut, merasa begitu bersalah dan juga bersedih. "Kita akan mengambil jasadnya nanti." dan Hermione melihat kedua gadis itu masuk ke dalam castile, bergabung dengan yang lain di sana.
Mereka dipukul mundur. Voldemort tidak hanya bangkit dari kematian, tapi jumlah pendukungnya bertambah berkali-kali lipat dari sebelumnnya.
"Ayo Hermione." Ginny menarik tangan Hermione tanpa aba-aba. Masuk ke dalam castle dan pintu ahkirnya ditutup. Menjadi pertahanan selanjutnya bagi mereka.
Hermione dan Ginny masuk lebih dalam, pergi menaiki tangga menuju menara astronomi. Profesor Flitwick berada di sana bersama beberapa anggota orde dan laskar dumbledore. Sebagian murid tahun ke 6 juga ikut membantu.
Cahaya-cahaya dari arah pelahap maut di bawah sana berhenti, mereka bersatu dalam satu kumpulan orang-orang berjubah dan berpakaian hitam. Voldemort maju dan berdiri paling depan, percaya diri dengan gesturnya yang congkak.
Dan selanjutnya, suara mengerikan bagai desisan ular menggema menembus dinding-dinding castle. Menghantarkan kengerian dan rasa takut yang mendalam.
"Kita tidak perlu melakukan perang lagi, sudah cukup banyak nyawa-nyawa yang hilang dan sia-sia. Aku hanya perlu satu orang dan kalian tidak perlu membahayakan diri demi melindunginya..." Voldemort melangkah lebih maju, berhenti di tepi tubuh Pravati Patil yang mati. Menunduk dan menatap wajah pucat hampir membiru itu dengan tatapan dingin. Tangannya yang pucat terjulur, hampir menyentuh wajah Pravati sampai teriakan keras yang berasal dari arah menara Ravenclaw terdengar marah.
"Jangan sentuh dia, dasar kau ular menjijikan!"
Dan lemparan mantra meledak di dekat kaki Voldemort, menarik perhatian para pelahap maut yang mengeluarkan tongkat dan menodongkannya pada Padma yang dilingkupi amarah. Tapi satu gerakan tangan Voldemort menahan mereka.
"Tidak perlu seperti ini. Aku tidak menginginkan perang, tidak ada yang menginginkan perang. Berikan Harry potter padaku dan perang ini akan selesai, berikan Harry Potter padaku dan kalian bisa mengurus jasad-jasad teman kalian, menguburnya dengan layak tanpa gangguan. Berikan Harry Potter padaku dan penghargaan akan kalian terima...."
Suara Voldemort seperti merekam ulang masa-masa kelam di masa lalu. Ini hanya tentang Harry, dan selamanya hanya tentang balas dendam. Ketidak terimaan Voldemort yang kalah dan kembali dikalahkan untuk kedua kalinya.
Hermione menatap ke sana ke mari, mencari-cari sosok Harry, saat dia tidak menemukannya, Hermione berbalik dan turun dari menara astronomi. Menghilang dari pandangan Ginny yang menggerutu dan menyusul di belakangnnya.
Harry bukan lagi horcrux yang bisa selamat dari kutukan kematian Voldemort. Tidak lagi, Hermione tidak ingin kehilangan lagi. Dia mencari di lorong-lorong Hogwarts, berharap menemukan Harry Potter di antara hirak pikuk kericuhan. Mengabaikan lantai batu yang bergetar, dan suara-suara teriakan perang menerobos masuk.
Kutukan-kutukan kembali melayang, entah siapa yang kembali memulai. Ledakan-ledakan menabrak castile, mengguncang dan membuat retakan. Sebagian langit-langit runtuh. Hermione berlari menerobos debu, menghindari langit hogwarts yang jatuh.
Rasa khawatirnya pada Harry lebih besar dari kekhawatirannya sendiri terhadap perang. Dia terus berlari menyusuri koridor-koridor yang hancur. Entah sejak kapan tidak lagi mendengar Ginny memangil-manggilnya. Menyuruhnya berhenti dengan teriakan frustasi dan cemas berlebihan.
Hermione melihat dari jendela-jendela kaca Hogwarts. Menyaksikan dementor terbang dan berusaha menerobos masuk melalui cela-cela castile. Hermione berlari menghindar, tidak tau harus melakukan apa ketika tidak dia bisa memikirkan satu kenangan bahagia untuk menciptakan patronum.
Kakinya terjegal reruntuhan castile, menjatuhkannya dengan keras ke lantai batu. Hermione meringis, melihat goresan bernoda darah dan bercampur debu di lututnya. Dia kemudian menoleh ke belakang, menemukan satu dementor berhasil masuk dan terbang cepat menuju ke arahnya.
Hermione memegang tongkatnya, melemparkan kutukan-kutukan yang sia-sia. Sejenak masih berusaha mengeluarkan ptronum charm, namun ujung tongkatnya hanya mengeluarkan cahaya kecil yang kemudian meredup dengan cepat.
Hermione menahan nafas saat udara di sekelilingnya berubah dingin dan semakin dingin. Sosok hitam itu mendekat, semakin dekat, membawa perasaan kalut dan gelisah, menghancurkan harapan dan keinginan. Memberikan rasa keputus asaan yang luar biasa menakutkan. Menghalangi otak cerdas Hermione memikirkan kenangan indah, sebaliknya kenangan buruk dan paling buruklah yang bisa dia pikirkan.
Hermione menahan nafas, memejamkan mata saat rasa takut semakin membayangi. Wajahnya memasang ekspresi ngeri. Sesaat merasakan kenangan indahnya ditarik secara paksa dan menggantinya dengan ingatan paling buruk yang berusaha ia lupakan.
Teriakan Hermione menggema, menembus dinding-dinding Hogwarts yang kini rentan. Tapi kemudian, sesuatu terjadi, Hermione tidak lagi merasakan kehadiran dementor disekitarnya. Teriakannya mereda, dan dengan perasaan masih dilingkupi kecemasn, Hermione membuka matanya, bangkit dari posisi terbaringnya. Mata coklat hazelnya melihat cahaya kebiruan, berjalan-jalan diudara dalam bentuk seekor burung merak yang melebarkan ekornya yang cantik. Dan sosok itu berdiri di sana, di tempat cahaya berwujud itu mengelilinginya. Sosok pemuda berambut platina yang amat familiar.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴛʜᴇ ʟᴀsᴛ ғɪɢʜᴛ ↬ᴅʀᴀᴍɪᴏɴᴇ ✓
FanfictionSetelah runtuhnya renzim Voldemort dan para pengikutnya, para penyihir kembali membangun dunia sihir yang aman dan tentram. Hermione kembali ke Hogwarts bersama Harry, Ron dan anak-anak tingkat 7 untuk menyusul ketertinggalan selama perang. Mereka...