"Perang masih belum berahkir."
Kata-kata McGonagal seakan menampar Harry dan Hermione dengan keras. 'perang' adalah kata tabu bagi mereka. Sementara Draco masih diam dengan ekspresi yang sulit ditebak. Mcgonagal memghembuskan nafas berat.
"Kehancuran Azkaban bukanlah semata-mata karena balas dendam dari pelahap maut. Kita sudah tau bahwa hal ini lebih besar dari pada yang pernah terjadi dahulu. Mereka menghancurkan Azkaban tanpa sisa seolah tak ingin tempat itu ada. Lalu the chember of secret, kita tidak pernah tau bahwa bisa saja ada sesuatu yang tersembunyi di sana dan kita terlambat mengetahuinya...." nada suara McGonagal terdengar semkain khawatir.
"Minerva," tegur Dumbledore. Pria tua dalam lukisan itu berhasil menghentikan rekannya yang mulai diliputi perasaan cemas. Minerva terdiam sejenak dan berusaha kembali pada ketenanganya.
"Waktu yang kita miliki mungkin sedikit, Harry." Dumbledore mengambil alih pembicaraan. Tak tega pada Minerva yang tampak begitu rapuh. Kepergiannya membawa luka tersendiri bagi wanita itu "saat ini mereka mungkin sedang mempersiapkan hal besar...lebih besar dan lebih buruk....atau bisa saja mereka kembali membangkitkan Tom."
"Bagaimana bisa? Kami sudah menghancurkan semua horcrux yang Voldemort punya dan semua orang melihat bagaimana tubuhnya hancur menjadi debu...ini tidak seperti..."
Harry frustasi. Ingatan tentang pencarian horcrux yang membahayaakan nyawanya dan kedua sahabatnya kembali terngiang. Bagai kaset rusak yang memaksa untuk diperbaiki."Apa kau yakin, Harry?"
Pertanyaan Dumbledore membuatnya meragukan perjuanganya selama ini. Apa yang mereka lewatkan? Hal apa yang tidak sempat mereka tau? Ada banyak pertanyaan di benak Harry. Segalanya rumit.
"Draco..." panggilan Dumbledore membuat pandangan Draco yang terfokus pada ubin lantai seketika teralihkan. Fikiran tentang perang dan masa-masa gelap dalam fikiranya buyar karena panggilan singkat itu.
"Apa kau tau sesuatu?"
Keningnya terangkat "sesuatu seperti apa?" Dia tak mengerti. Dumbledore memang tipe orang yang suka bermain teka-teki dalam kata-katanya.
"Seperti satu orang yang mungkin tak ikut dalam perang terahkir. Atau seseorang yang menjadi 'orang lain' saat perang."
Hermione yang sedari tadi hanya diam mendengarkan seketika melebarkan matanya. Otaknya baru saja memproses perkatakan dan mengartikan maksud dari perkataan Dumbleodre. Dia menoleh pada Malfoy dan menatap pemuda itu menunggu jawaban. Ini bisa saja adalah hal yang mereka lewatkan.
"Maksudmu ada satu pelahap maut yang tidak ikut perang, atau ada satu pelahap maut yang menyamar menjadi orang lain saat perang?"
Dumbledore tersenyum mendengar Draco mengerti dengan perkataanya.
"Aku tidak tau," jawabnya. Dia bahkan tak tau siapa saja anggota pelahap maut yang lainnya, jadi dia sama sekali tak mengetahui siapa yang mungkin di maksudkan Dumbledore dalam dugaanya. Terlalu banyak dari mereka dan dia hanya mengenal sebagian, tidak banyak. Hanya anggota keluarga dari teman-teman Slytherinnya.
"Bagaimana anda bisa memiliki fikiran seperti itu, profesor?" Harry bertanya.
"Severus mengatakan bahwa stok polijus di lemari ramuanya berkurang sangat banyak saat ahkir tahun keenam dan Horch Slughorn juga mengeluhkan hal yang sama beberapa hari yang lalu." Ketiga remaja dalam ruangan itu terkejut akan pernyataan mantan kepala sekolah mereka "sepertinya orang itu masih hidup menjadi orang lain hingga sekarang dan berada di Hogwarts."
Kata-katanya seakan ledakan besar bagi mereka. Lagi-lagi Hogwarts berhasil ditembus.
__
Draco memejamkan matanya, menghela dan menghembuskan nafasnya kasar, berusaha meredam emosi yang kian mencuat keluar.
Blaise dan Pansy yang berjalan di samping pemuda pirang itu hanya bisa melirik tajam setiap murid yang berbisik sambil memandang jijik ke arah sang Malfoy.
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴛʜᴇ ʟᴀsᴛ ғɪɢʜᴛ ↬ᴅʀᴀᴍɪᴏɴᴇ ✓
Fiksi PenggemarSetelah runtuhnya renzim Voldemort dan para pengikutnya, para penyihir kembali membangun dunia sihir yang aman dan tentram. Hermione kembali ke Hogwarts bersama Harry, Ron dan anak-anak tingkat 7 untuk menyusul ketertinggalan selama perang. Mereka...