4

1.8K 83 1
                                    

Ron, Paul dan Neyl sedang berjalan menyusuri mall. Masih dengan tas dan sepatu sekolah, tapi baju seragamnya sudah berganti dengan kaos dan jaket. Ketiganya kemudian berbelok ke sebuah billiard yang ada di mall itu.

Dalam ruangan billiard sudah ada Diman dan Syarla yang menunggu mereka. Keduanya memang berpacaran sejak lama. Sama lamanya dengan persahabatan keempat cowok itu. Jadi kehadiran Syarla sudah menjadi hal yang biasa bagi mereka.

Keempat cowok itu bertoss ria seolah baru bertemu setelah sekian lama. Padahal baru setengah jam dari bel pulang sekolah tadi mereka berpisah.

"Gue main duluan, pusing pala gue", ucap Ron sambil mengambil stik billiardnya.

"Lawan gue" sahut Paul.

Lantas keduanya larut dalam permainan sodok bola yang kini dimenangkan oleh Paul. Cowok separo bule itu pun melakukan selebrasi dengan mengangkat stiknya tinggi-tinggi.

Ron membanting stik yang dipegangnya ke meja billiard. Dia tidak marah atas kemenangan Paul. Tapi dia bingung dengan dirinya sendiri. Fokusnya hilang sejak kejadian istirahat tadi. Dan itu sangat mengganggu.

"Lu kenapa bro?", tanya Paul sambil merangkul pundak Ron.

"Gue bingung, Ul", sahut Ron sambil memperhatikan Neyl dan Diman yang kini sedang bermain.

"Ada masalah lu?"

Ron menggeleng. Lantas mengangguk lagi. Paul menatap heran pada sahabatnya ini.

"Lu masih suka Nabila gak?" Tanya Ron sambil menatap Paul. Membuat cowok bule itu menegang seketika.

"Jangan bilang lu juga suka sama Nabila?!" Katanya sarkas.

"Ya nggak lah, Ul", Ron kembali menatap sahabatnya yang mulai rileks itu. Paul emang sensitif kalo berurusan dengan yang namanya Nabila.

"Terus?"

"Pertama kali lu suka dia, perasaan lu gimana?"

Paul memutar matanya. Menatap Ron dengan pandangan menerka.

"Lu lagi jatuh cinta, Ron?"

"Nggak ya, jawab dulu pertanyaan gue yang tadi", kilah Ron.

"Gue pengen selalu dekat sama dia, pengen ngelindungin dia, dan yang pasti, hati gue selalu deg-degan kalo dekat dia, jedag-jedug tapi nyaman", jelas Paul.

Ron mengangguk-anggukkan kepalanya. Ya memang dia sempat menjadi pemerhati sikap Paul saat cowok itu sedang bucin-bucinnya dengan Nabila. Sayangnya gadis itu terang-terangan menolak Paul sebagai pacarnya. Semenjak itu,  Paul berhenti menunjukkan rasa sukanya, dan berusaha menjadi sahabat Nabila.

"Lu suka sama siapa?", selidik Paul.

"Nggak ada, gue cuma nanya", sahut Ron dengan cepat. Cowok itu kemudian berlari ke toilet yang ada di  sudut ruangan billiard.
***

Sal masih mengantre di depan kasir Gramedia saat telponnya berbunyi.  Masih ada 3 orang di depannya. Berarti dia masih sempat mengangkat telpon itu.

"Hallo Syar, kenapa?"

Syarla lah yang menelpon Sal saat ini. Sahabatnya itu menanyakan posisi Sal karena dia tidak sengaja melihat postingan status Sal yang sedang berada di toko buku.

"Gue di GI. Lo juga di sini?"

"...."

"Oke gue samperin ke sana ya, bilangin Nov sama Bila gak usah nungguin gue, langsung aja", kata Sal.

Antrian di depannya sisa satu orang. Sal menunggu sambil membaca chat yang dikirim Syarla. Tempat mereka bertemu nantinya. Kebetulan sekali, Novy dan Nabila juga berada di mall yang sama. Mereka berdua sedang belanja makeup di salah satu gerai mall ini.

"Sal!!", teriak Syarla yang melihat Sal masuk ke dalam resto tempat janjian mereka. Sal masih memakai sepatu sekolahnya, tapi pakaiannya sudah berganti dengan celana jins dan kemeja. Karena Sal sudah merencanakan ke toko buku setelah pulanh sekolah, dia pun membawa baju ganti.

Sal berjalan mendatangi Syarla yang duduk di sebelah Diman. Sedangkan Nabila dan Novy duduk di sebelah kanan Syarla. Mereka mengelilingi meja persegi panjang.

Loh? Sal baru sadar bahwa di samping Novy ada Neyl, kemudian Paul, dan Ron. Ada kursi kosong di antara Paul dan Ron.

"Sorry, tadi antriannya panjang", kata Sal setelah lebih dekat dengan teman-temannya.

Baru saja Sal akan menarik kursi, Ron dengan sigap menggeser mundur kursi itu untuk Sal. Bukan dengan cara yang romantis, Ron hanya menggeser mundur kursi itu dengan kakinya. Sehingga pergerakannya tidak begitu kentara.

"Santai aja Sal, lu mau pesen apa?" Tanya Novy menyodorkan menu. Sal pun membolak-balik menu di depannya.

"Ron, lu mesen apa? Buruan", desak Paul. Sejak tadi Ron belum menentukan pilihannya sedangkan waitress sudah mencatat beberapa pesanan teman-temannya.

"Green tea latte"
"Green tea latte"

Ada dua suara yang berbarengan. Sal menoleh. Ron justru membuang mukanya dengan menatap ke arah luar resto.

"Cieeeeeee", ledek Neyl.

"Mmm, mbak, green tea lattenya 2 ya", ujar Sal pada waitress sekaligus menghalau kesaltingannya. Bagaimana tidak, kini semua mata sahabatnya tertuju pada dan Ron dengan tatapan meledek.

"Gue lihat-lihat ada yang salting nih", ujar Diman tiba-tiba bersuara. Paul terkekeh. Tawanya hampir meledak. Kini dia mendapat sedikit jawaban dari pertanyaannya di ruang billiard.

"Udah-udah, entar nangis loh anak orang", lerai Nabila. Dia tahu rasanya berada dalam keadaan canggung seperti Sal. Setidaknya dulu ia pernah merasakannya.

Sal mengipasi wajahnya dengan buku yang tadi dibelinya. Salting parah memang. Seandainya tidak diledek dia tidak akan secanggung ini. Juga dia merasa tidak enak dengan Ron. Dia takut cowok itu berpikir dia memiliki perasaan terhadap Ron.

Ron melirik Sal dengan ujung matanya. Wajah gadis cantik itu memerah secara alami. Ron terpesona sesaat. Tapi segera dinetralkannya perasaan itu. Takut kentara dimata para sahabatnya. Apalagi Paul sedang menatapnya dengan senyum penuh arti.

Semua keresahan Sal dan Ron terselamatkan saat hidangan mereka datang. Semuanya sibuk menyantap makanannya masing-masing. Ron dan Sal juga menikmati minuman mereka. Tiba-tiba...

"Sal?"
***

Hai, thanks buat kalian yang udah mampir dan baca cerita aku. Stay tune terus ya,, semoga kalian suka ❤️

Duta Gengsi Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang