Hari kedua di camping ground seusai shalat subuh...
Paul menarik Nabila menuruni bukit. Sesekali ia memperhatikan langkah kaki gadis cantik itu.
"Hati-hati Nab, di situ licin, sini pegang tangan aku", ujarnya.
Nabila meraih tangan lelaki itu. Menautkan jemari mereka dalam satu genggaman erat.
"Huh, capek ya?" Tanya Paul pada Nabila yang kini sedikit ngos-ngosan.
"Dikitttt" sahut Nabila sambil membentuk gestur jari 🤏🏻
Paul tertawa. Genggamannya masih bertaut.
"Bil, jujur sama aku, yang kamu ucapin malam tadi beneran?"
Nabila mengangguk. Paul menghela nafasnya. Ia lega pada akhirnya tahu kenyataan bahwa cintanya tidak bertepuk sebelah tangan.
"Sekali lagi Bil, kamu mau kan jadi pacar aku?"
"Tapi Ul, aku takut"
"Kenapa? Apa yang kamu takutin?"
"Seandainya hubungan kita gak berhasil, aku takut kita saling asing"
Paul menggeleng. "Kita pasti berhasil Bil, kamu mau kan berjuang bareng aku?"
Lama Nabila menatap mata cowok yang selama ini juga ia sukai. Cinta pertamanya di usia remaja. Sorot mata Paul memancarkan keyakinan. Dengan memberanikan diri, akhirnya Nabila mengangguk.
Yes! Paul bersorak dalam hati. Thanks buat pencipta kartu random malam tadi. Paul mau sungkem.
"Mulai sekarang, kita pacaran ya, Cantik", ujar Paul sambil menyentuh ujung hidung Nabila. Keduanya kini berjalan bergandengan menuju ke tempat teman-temannya berada.
***"Kembaliin, itu punya gue!" Kata Novy sambil merebut sebungkus camilan dari tangan Neyl.
"Bagilah Nov. Tega banget lo!"
"Emangnya lo gak bawa bekal apa?"
Neyl menggeleng. "Nggak sempat. Kemarin habis pulang sekolah langsung ke studio bantu-bantu papah", jelas cowok itu.
Novy mendadak iba. Diserahkannya camilan yang tadi direbutnya kepada Neyl.
"Lo mau makan apa? Gue ada mie, mau?" Tawar Novy.
"Kopi ada gak Nov?"
"Gue gak ada sih, tapi kayaknya Sal punya deh, gue tanyain dulu ya"
Novy beranjak dari tempatnya mendatangi tenda yang dihuni oleh Sal dan dirinya.
"Ronnnn", jerit Novy.
"Apa?", tanya Ron yang buru-buru keluar dari tendanya. Wajah cowok itu masih tampak seperti orang bangun tidur.
"Sal kok gak ada??"
Ron melongokkan kepalanya ke dalam tenda yang kini kosong. Wajahnya berubah khawatir. Ron segera berlari, berkeliling tempat camping, juga menanyai temannya satu persatu. Tapi tidak ada yang tahu keberadaan Sal.
Ron melangkahkan kakinya menuju danau, tempat dia semalam berbincang dengan Sal. Dia ingat gadis itu mengatakan suka tempat itu. Siapa tahu Sal ada di sana.
***Sal masih duduk sambil memeluk lututnya. Udara dingin Bandung membuat gadis itu sesekali menggigil. Dia sudah setengah jam lebih berada di sini. Tenang. Itu yang dirasakan oleh Sal, disaat kepalanya sedang bergemuruh.
"Jangan nangis"
Sal menoleh, suara itu milik orang yang amat dirindukannya saat ini.
"Kak Bas"