Kantin sekolah lagi sepi. Sebagian besar siswa lagi tumpah ruah di lapangan sekolah. Hari ini jadwal tanding futsal antar kelas. Banyak yang rela melewatkan jam istirahatnya hanya demi menonton para cowok keren rebutan bola.
Sal sedang membayar 4 botol air mineral dingin. Novy menunggunya di kursi pojok. Keduanya kemudian berjalan menuju lapangan. Nabila dan Syarla sudah ada di sana sejak awal. Mereka menjaga tempat duduk untuk Sal dan Novy.
"Huaaa, ayang gue keren banget", jerit Syarla sambil tetap melihat ke arah Diman yang lagi menggelandang bola.
Sal tidak peduli, dia membagikan air mineral yang tadi dibawanya pada sahabat-sahabatnya. Lalu duduk menghadap lapangan. Ada tim kelasnya melawan tim kelas 11 IPS 1.
Teriakan histeris dari cewek-cewek kini kembali menggema. Sal melihat Ron sedang menggelandang bola ke arah gawang lawan. Keringat cowok itu bercucuran lewat kibasan rambutnya.
Sok keren banget, batin Sal.
Gol kembali tercetak dari tendangan Ron. Kedudukan 2-0. Para supporter dari kelas 11 IPA 1 bersorak kegirangan. Waktu pertandingan tersisa 10 menit. Sudah bisa dipastikan kelas mereka menang telak dari tim lawan.
Tidak terasa 10 menit sudah berlalu. Wasit menyatakan kelas 11 IPA 1 berhak masuk babak final. Sal dan teman-teman sekelasnya bersorak bangga pada tim mereka yang sudah bertanding. Sedangkan Paul Cs di lapangan dengan jumawa tebar pesona ke seluruh penjuru lapangan sekolah.
Syarla segera menghampiri Diman, menyerahkan botol air yang tadi dibeli Sal. Nabila dan Novy juga menyusul. Memberikan botol air mereka masing-masing pada Paul dan Neyl. Hanya Sal yang masih berada di tempatnya. Menatap ketujuh teman-temannya dari jarak yang tidak terlalu jauh.
Seorang gadis cantik berambut panjang yang diiringi dua temannya dari belakang, datang menghampiri Ron yang sedang duduk di antara teman-temannya. Gadis berbandana pink itu menyerahkan air mineral botol ke arah Ron dengan malu-malu. Ron menerima botol itu sambil mengucapkan terima kasih.
Tanpa sadar Sal meremas botol air yang sedang dipegangnya. Dia berjalan mundur, berusaha keluar dari kerumunan.
"SALL!!"
Sal menatap Ron yang kini meneriakkan namanya. Gadis berbandana pink itu masih ada di sana. Juga menatap ke arah Sal. Ron berlari menghampiri Sal, setelah sebelumnya menyerahkan botol yang dipegangnya kepada Ivan.
"Gue haus", kata Ron sambil meraih botol air Sal. Cowok itu meneguk isinya sampai setengah. Lalu membasuh muka dan rambutnya dengan sisa airnya. Sal hanya diam tak mengerti. Bukannya dia sudah ada air minum? Kenapa mengambil milik Sal?
Sal melirik gadis berbandana pink itu dengan ujung matanya. Wajah gadis itu cemberut. Lalu dia menghentakkan kaki sebelum menjauh dari kerumunan Paul Cs.
"Mana handuk gue?", tanya Ron.
Sal merogoh tas ranselnya. Untung saja hari ini dia membawa handuk Ron yang kapan lalu dicucinya. Sal mengeluarkan handuk kecil berwarna biru langit dan menyerahkannya pada Ron.
Ron tidak langsung menerimanya. Dia malah mencondongkan kepalanya yang basah pada Sal.
"Tolongin dong"
"Apa?" Tanya Sal.
"Keringin rambut gue"
"Kan bisa sendiri", tolak Sal.
"Tangan gue kebas habis main bola. Kalo nggak dikeringin, entar otak gue ambien", kata Ron sambil menatap wajah Sal.
"Yaudah iya", Sal akhirnya mengeringkan kepala Ron dengan handuk yang dibawanya. Aneh ni cowok. Lari pakai kaki yang kebas tangan. Lagian emang bisa otak ambien? Modus banget deh.
"Ehheemmmm... kok bumi berasa sempit ya?", ledek Paul.
"Iya nih,, kira-kira tiket ke luar angkasa mahal gak ya?" Novy menimpali.
"Murah kok Nov, nih gue lagi open order", sahut Syarla yang diiringi tawa oleh yang lainnya.
"Mau dong satu,, biar gak gerah liat orang mesra-mesraan", ujar Nabila ikut meledek sahabatnya.
Sal sebenarnya dari tadi sudah menahan malu akibat celetukan teman-temannya. Tapi apa daya rambut rony belum kering.
"Bisa diam gak sih. Gue bakar kalian semua!" Seru Ron membela dirinya dan Sal yang jadi bulan-bulanan sahabatnya.
"Aduh, lakinya marah guys", sahut Neyl.
"Ngomong sekali lagi, gue bakar kalian semua biar makin panas!!!", kali ini Sal yang marah-marah. Dia mengacung-acungkan handuk Ron yang kini setengah basah.
"Mampusss", ejek Ron.
"Jangan marah dong Sal. Kalo marah berarti iya", kata Paul.
"Kalo nggak marah?" Tanya Diman.
"Berarti IYA BANGET!!!", sahut Paul sambil terbahak-bahak. Teman yang lain juga ikut tertawa.
Sal hanya tersenyum karir. Dia gak benar-benar marah. Dia tahu teman-temannya hanya menggoda dia dan Ron. Cuma masalahnya, Ron juga bersikap tidak biasa hari ini. Seolah-olah mengiyakan ucapan teman-temannya, cowok itu malah clingy ke Sal.
"Maaf ya Sal, gak usah dimasukin ke hati", bisik Ron. Sal melirik tajam, "BILANG AJA LO NYAMAN!"
***Brukk.. tubuh Sal menghantam dinding toilet. Tiga orang siswi mendorongnya di bilik toilet paling pojok. Yup, mereka adalah gadis berbandana pink and the gank.
"Anak baru gak usah sok kecakepan ya lo!" Bentak gadis itu sambil menarik jilbab Sal ke belakang.
"Kenalin gue Allysa. Calon pacarnya Ron"
Sal tersenyum sinis mendengar perkataan Allysa. Pede sekali orang ini pikirnya.
Allysa menampar Sal 3 kali. Tentu saja ini diluar kewaspadaan Sal. Sal ingin membalas tamparan Allysa namun tangannya ditahan oleh Meta dan Ayu. Ketiganya kini mulai mengeroyok Sal dengan cara menendanginya juga menampar wajahnya.
Puas menganiaya Sal, ketiganya meninggalkan toilet dengan tawa jahat. Sebelum meninggalkan Sal yang kini sudah babak belur, Allysa mengancam Sal.
"Jangan ganggu Ron gue, atau lo mampus!"
Sal melangkahkan kakinya dengan pelan menuju UKS. Pipinya masih panas akibat ditampar Allysa. Sekarang cairan merah kembali mengalir dari hidungnya. Sal membendungnya dengan jilbab putihnya.
Beberapa jarak lagi dengan UKS, Sal berpas-pasan dengan Pak Bas, kepala Sekolah SMA Angkasa, kakaknya yang satu ayah beda ibu. Sudah berbulan-bulan keduanya tidak bertegur sapa. Bahkan tidak saling mengabari semenjak kejadian itu.
Sal mengangkat kepalanya menatap Bas yang juga menatapnya. Berharap laki-laki itu menolongnya. Atau sekedar menyapanya saja. Kepalanya sudah teramat pusing. Badannya sakit terbentur dinding toilet tadi. Sal menunduk, tak ingin bertatapan lama-lama dengan Bas karena akan memunculkan rasa bersalahnya pada laki-laki itu. Mata Sal berembun.
Bas melihat darah mengalir dari hidung adiknya, juga lebam yang menghiasi wajah gadis itu, tapi dia memutuskan untuk tidak peduli. Bas meneruskan langkahnya menuju kantornya. Meninggalkan adiknya mungkin kini sudah menangis tanpa suara akibat pengabaiannya.
"SALLL!!!"
Suara teriakan menggema di lorong kelas saat tubuh gadis itu ambruk ke lantai.