"Astaga Sal!! Kenapa baju kamu berdarah gitu?", teriak Rena dari balik pintu.
Sal cuma diam sambil menerobos masuk ke dalam. Dihempaskannya ransel ke atas sofa.
"Kamu kenapa? Ini belum jam pulang sekolah kan?" Tanya Rena lagi sambil memperhatikan jam dinding.
"Sal nggak papa kok, Kak Ren. Cuma mimisan habis olahraga, jadi ijin pulang cepat", jelas Sal.
Yup, sehabis dari toilet Sal ijin pulang duluan. Kepalanya mulai terasa pening meskipun mimisannya sudah berhenti. Lagipula mood Sal lagi tidak baik-baik saja. Entah kenapa dia kesal sekali dengan sikap Ron dari kemarin.
Sal memandang Rena yang kini sedang bersiap untuk berangkat ke kampus. Kakak sepupunya itu merupakan mahasiswi jurusan HI semester 5 di UI. Dia sedang menginap di apart Sal karena kangen sama Sal katanya.
"Masuk jam berapa kak?", tanya Sal sambil memperhatikan gerak gerik Rena.
"Jam 1", sahut gadis cantik itu sambil merapikan penampilannya.
Sekarang giliran Sal yang memandangi jam dinding yang tergantung di tembok seberangnya dengan wajah heran.
"Kenapa? Kamu mau ditemenin? Maaf ya Sal, aku udah janjian mau jalan bareng calon pacar", kata Rena sambil tertawa kecil. Dia tahu Sal bingung kenapa dia sudah akan berangkat sedangkan sekarang baru jam 10.
"Pacaran mulu! Aku aduin loh sama Tante Ros kalo anaknya sibuk nyari mantu buat beliau", ledek Sal. Tante Ros adalah adik kandung dari ayah Sal yang menetap di Jakarta.
"Bodo, ya udah lah ya, aku berangkat dulu"
Sal menatap kepergian Rena dalam diam. Dia merebahkan tubuhnya di sofa. Malas untuk masuk kamar dan mengganti pakaian. Matanya terpejam dan bersiap masuk ke alam mimpi, sampai tiba-tiba...
"SAALLLLL!!"
Anjir, ada apalagi sih? Kaget gue, batinnya.
"ADA YANG NYARIIN KAMU NIH!!!" , teriak Rena dari luar.
***Sal menatap orang yang sudah mengganggu rencana tidur siangnya dengan pandangan sinis. Tangannya sudah tersilang di depan dada. Meneliti setiap gerak gerik orang yang juga sedang berdiri menatapnya.
"Mau ngapain lo kesini?!", tanyanya ketus.
"Mau minta pertanggungjawaban lo!", sahut orang itu tak kalah ketus.
Sal mengernyitkan alis. Apa-apaan nih orang. Gak ada angin gak ada hujan minta tanggung jawab.
"Jangan asal ya lo! Seharusnya gue yang minta tanggung jawab lo!", kata Sal sambil menunjuk-nunjuk oranh itu.
"Ckk, emang gue ngapain? Hamilin lo? Ogah banget"
"Gila mulut lo Ron! Cepatan lo mau apa kesini?"
"Oh gini cara lo nyambut tamu? Akhlakless banget", sahut Ron memancing huru-hara.
Mereka berdua masih berdiri di luar apart. Saling tatap-tatapan kesal.
"Gak boleh masuk. Gak ada orang di dalam. Kalo lo mau duduk, tuh duduk di sana!", kata Sal sambil menunjuk lorong apartnya.
Ron cuma memandangnya sinis. Dia mengeluarkan handuk kecil bernoda darah yang tadi dipakai untuk menghentikan mimisan Sal.
"Karena lo udah ngotorin handuk gue, jadi lo harus nyuciin sampe bersih!", perintahnya sambil menaruh handuk warna biru langit itu di pundak Sal. Lalu meraih tangan kanan Sal, menyelipkan sebuah paperbag kecil dalam genggamannya.
"Oke, gue pamit, cuci yang bersih ya bu!"
"Gue bukan ibu lo!"
"Emang, kan maksud gue babu", sahut Ron sambil kabur dari hadapan Sal.
"RONNNNNN!!!!"
***"Orang gila, tiba-tiba muncul, nyuruh orang nyuci", gerutu Sal sambil mengucek handuk Ron di wastafel. Sal memeras handuk itu lalu menjemurnya di tempat biasa ia mengeringkan handuk mandinya.
Sal teringat paperbag kecil yang diberi Ron tadi. Penasaran dengan isinya, Sal perlahan membuka paperbag ungu berlogo bakery itu.
"Wah dessert box", ujarnya riang. Rezeki banget ini mah. Ada kertas menempel di atas tutupnya. Sal mengambil kertas itu dan membacanya.
Ckk, alay. Sal memencet tombol hapenya untuk menyimpan nomor telpon Ron. Lalu membuka aplikasi chat untuk menghubungi manusia beku itu.