bridge -to the end.

131 13 7
                                    


.
.
.
Nyanyian pilu, tangisan darah dan seperti menari diatas ribuan pedang bermata dua. Dalam hidup bermodalkan prinsip dan sumpah setia, mereka saling berhadapan. Menggertak untuk memukul mundur sang lawan, hingga kalah telak.

Pilihannya hanya dua, menang atau mati. Meninggalkan atau mati, dan cinta atau mati. Karena pada akhirnya, jalan yang mereka tempuh hanya berujung pada kematian. Kematian raganya, kematian jiwanya dan kematian cintanya.

"Letakkan pedang itu sebelum aku memenggal kepalamu!"

Telinganya menuli, acuh terhadap ancaman yang menurutnya tidak menyeramkan sama sekali, tcih!

"Aku yang akan membunuhmu terlebih dahulu"

Keduanya saling menyerang. Menghunuskan pedang diantara satu sama lain. Saling melukai hingga mengucurkan banyak darah yang kini lebih mirip anakan sungai.

Hingga pada sisa dan kewarasannya yang terakhir, mata itu menitikan air mata. Sudah terlambat semuanya, semua saudaranya mati, orang didepannya mati, dan kini ia juga ikut mati. Untuk apa hidup jika harus terbebani?

Pedang dengan ukiran khas itu ia elus. Mengucap kata cinta yang harus kandas bahkan sebelum ia mengucapkannya. Sudah selesai bukan? Sumpah diatas darah dan air mata itu sudah berakhir bukan?. Jika boleh, ia ingin hidup lagi, merasakan cintanya lagi. Cinta untuk orang yang ia cintai, cinta untuk orang yang harus mati karena tangannya sendiri.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
(Ini cuma bagian dari intermezzo ya alias sedikit spoiler, tapi ga menutup kemungkinan bakal masuk ke cerita atau bahkan engga.
Anyway maaf sekali udah gantung cerita ini dari lama, niatnya emang mau aku tamatin /segera/ do'ain aja lancar.
Untuk ending, aku udah nentuin kemungkinan yang bakal aku ambil, jadi gimanapun endingnya semoga bisa diterima🙂)
See you, Semoga sehat selalu🌷❤

The SlaileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang