Hujan di sore hari yang tenang menimbulkan efek kernyitan di dahi seorang yang masih setia menatap langit.
Tangannya menengadah, merasakan air langit yang singgah, dingin."Gun, pakailah ini"
Pemuda itu berbalik, menatap saudaranya yang membawa sebotol kecil ramuan yang ia tumbuk sendiri."Bagaimana dengan yang lain?"
Gun menuangkan cairan itu ke tangannya dan mulai membaluri lehernya. Ramuan buatan krist dan dirinya memang tidak sekuat yang dibuat ayah, tapi masih bisa menyamarkan bau yang menguar dari tubuhnya."Tidak usah khawatir, semuanya sudah mendapatkan bagiannya. Aku juga lebih banyak memasukkan ekstrak bunga matahari untuk win dan gupi"
Krist memasukkan semua botol ramuannya kedalam tasnya.Gun mengangguk, berlalu menuju ruang tamu nona jen. Disana ketiga saudaranya berkumpul, membawa tasnya masing-masing. Gun juga memperhatikan nona jen yang tertunduk lesu, sungguh nona jen sedang bersedih hatinya.
"Nona jen...."
"Aku pasti akan sangat merindukan kalian semua"
Nona jen menangis memeluk win yang ada disebelahnya."Sudahi tangisanmu nona jen"
"Bagaimana bisa aku berhenti, sementara aku akan ditinggalkan kalian, itu sama saja membuka luka lamaku yang ditinggal pergi oleh klan kalian" Nona jen meraung dalam kesedihannya dan menangis tersedu.New mendekat, memeluk lutut seseorang yang telah ia anggap sebagai keluarganya itu.
"Jika ada kesempatan, kami akan kemari, mengunjungimu lagi"
"Dapatkah aku menyebut ini sebagai janji kalian?"Nona jen memperhatikan new yang terdiam. Lalu gun datang mendekat sembari merengkuhnya.
"Iya nona jen, anggap ini sebagai janji kami kepada sanak saudaranya"
Kini mereka pergi, diantara gerimis yang tenang, diantara angin dan dingin yang memeluk perasaan. Mereka meninggalkan daratan utama menuju rumahnya, Aeryian.
Derap langkah sepatu kuda yang beradu dengan trotoar dan genangan air hujan meramaikan kepergian mereka malam itu. Kelimanya masih tetap diam di dalam kereta, tidak ada yang membuka percakapan karena matanya awas menelisik sekitar.
Tepat dipersimpangan menuju tanah agrosa, kereta kuda itu berjalan lebih lambat. Kabut yang turun, bau khas dari kayu-kayu yang terbakar, dan gelapnya malam membuat suasana semakin mencekam.
Win yang duduk di ujung kereta menolehkan kepalanya kebelakang. Menatap hamparan jalan dan rerumputan tempat sapi-sapi bersemayam. Diujung netranya, ia hanya melihat bayangan seorang berkuda mengikuti keretanya.
*
Malam itu bright kembali ke halaman belakang rumah nona jen. Tiada hari bagi seorang putra Gaelic itu untuk tidak mengintip seseorang yang sering duduk melamun disana.
Bright hanyalah bungsu dari alpha yang konon dapat menaklukan apa saja. Tapi rupanya ia pengecualian, ia masih setia menjadi kumbang pemalu yang mengharapkan madu dari sang bunga.
Tidak akan ada langkah mendekat dari bright jika seseorang disana tidak memergokinya.
Iya, bright memang sengaja ditemukan. Tapi ditemukan oleh metawin. Bright sungguh masih takut bertemu dengan saudara-saudara metawin.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Slaile
FantasyTanah Slaile bukan hanya daratan, bukan hanya sebuah pulau akan cerita berbagai klan. Slaile adalah rumah, adalah pelukan, yang senantiasa akan menunggumu kembali untuk merengkuh. Namun, Slaile tidak akan selamanya menjadi tempat ternyaman disertai...