Putra Gaelic

312 59 11
                                        

*

"Bright!!!!!"

Mata mew memerah seakan dipaksa terbuka. Nafasnya memburu, peluh membasahi tubuhnya.

Mew meremat dadanya, merasakan nyeri yang begitu hebat. Pikirannya kacau, perasaannya kalut, tapi mew tidak tahu hal apa gerangan yang menghampiri dirinya.

Mew bangkit, beranjak dari ranjang yang dilapisi kain mahal dari tanah Agrosa. Dia menatap dirinya didepan cermin, lambang klan Gaelic itu tercetak jelas di dada sebelah kirinya.

Sang rembulan mengintip malu-malu melewati jendela yang dipahat sesuai dengan lambang kebanggan Gaelic. Mew menoleh, menerawang pelataran kastil Gaelic yang gelap gulita. Masih tengah malam, tapi mata mew sudah terlanjur terbuka.

Mew melangkahkan kakinya keluar. Masih dengan bertelanjang dada, mew membawa kakinya menapaki anak tangga yang mengantarkannya sampai di lantai satu. Matanya menyapu seluruh ruangan di lantai satu tersebut, dan menerawang kembali ke masa silam.

Dulu, ketika ia masih kecil, masih di tingkat satu pelajaran mengenai hakikat hidup dan klan, mew seringkali menghabiskan waktunya disini. Bukan untuk belajar, melainkan bermain bersama saudara-saudaranya.

Mew akan berlarian diantara tiang dan patung-patung besar. Saling berkejaran seolah-seolah mereka sedang berada di arena perang. Mew kecil ingin sekali cepat menjadi dewasa, ingin cepat mengendarai kuda, ingin cepat mengayunkan pedang, melesatkan ratusan anak panah, dan merasakan kemenangan.

Mew ingin seperti ayahnya, seorang yang amat dicintai pengikutnya. Seseorang yang sayang pada keluarganya, seseorang dengan tutur bijak meredam amarah siapapun. Dan  Seseorang dengan wibawa sesejuk embun.

Pun dirinya sering menghabiskan waktu dengan sang kakek. Di beritahu ia segala hal tentang dunia, segala hal yang mungkin akan ia hadapi kedepannya, dan hal-hal yang berhubungan dengan klan, termasuk elunary.

Mew bersaudara tumbuh dengan kasih dan cinta yang tiada tara. Seluruh penduduk tanah Gaelic menyayanginya layaknya putranya sendiri. Mew dan saudara selalu dielukan dimanapun, selalu mendapatkan apapun dan tidak gentar bertarung dengan siapapun.

"Mew, kau akan menjadi penerus ayah, pemegang tampuk kekuasaan tanah Gaelic"
Beo tay kecil diantara kicauan burung ditengah labirin.

"Benar mew, kau akan jadi pemimpin pack selanjutnya. Melanjutkan ayah max"
Off tak kalah ikut bersorai melompat-lompat diantara labirin yang menjulang tinggi.

"Woaah pasti akan sangat menyenangkan duduk disana, kak mew siapkan dirimu"
Singto yang terkenal tenang juga ikut menyoraki mew yang tengah tertawa tertahan.

"Lalu kalian bagaimana?"
Mew bertanya, kini mereka berempat tidur beralaskan rumput di pelataran kastil kedua Gaelic.

Kastil kedua sebenarnya adalah kastil yang dibangun khusus untuk sang putri, sang permaisuri. Namun, semenjak perang besar yang terjadi, kastil itu kosong. Kastil itu ditinggalkan oleh bunganya. Permaisuri pergi untuk selama-lamanya. Tidak hanya bunga kehidupan kastil kedua Gaelic yang gugur, tapi juga orang tua biologis mew dan saudara-saudaranya.

"Kita akan terus bersama mew"
"Kak mew, ingatkah kak mew dengan penjelasan kakek mengenai pemimpin Gaelic?"
Mew menoleh pada singto, cucu yang didaulat paling bijak diantara lainnya.

The SlaileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang