Raisa bolak balik dalam kolam renang minimalis yang ada di kamarnya. Dari sisi Utara ke Selatan dan begitu seterusnya.
Setelah beberapa minggu berada di sini, perempuan dengan perut yang kian membesar itu akhirnya berani menceburkan diri ke kolam.
Bukan, bukan karena dia takut berenang. Namun lebih waspada jangan-jangan Arshad memasang CCTV di setiap sudut kamar.
Bisa-bisa kalau ia nekat berenang dengan pakaian dalam saja, akan terlihat di kamera kontrol laki-laki tersebut.
Tapi setelah mengenali ruang kamarnya dan dirasa aman, Raisa akhirnya bisa kembali melakukan hobi menyenangkan yang ia gemari sejak kecil.
"Non,"
Perempuan itu terperanjat saat bik Inem tiba-tiba masuk. Dengan cepat Raisa mengambil kimono di pinggir kolam untuk menutupi tubuhnya.
"Loh bik, bukannya tadi sudah kirim sarapan?" Tanyanya bingung ketika bik Inem datang membawa bingkisan lumayan besar.
"Ini bukan makanan non, tapi mas Arshad minta saya antar paket untuk non Raisa."
Mendengar penjelasan wanita paruh baya itu, Raisa sontak naik dan duduk di kursi taman.
"Apa ini?"
"Smartphone untuk non Raisa. Kebetulan telepon rumah yang terhubung ke kamar non Raisa baru dalam masa perbaikan. Jadi sebagai gantinya non Raisa boleh pakai alat itu."
Raisa mengernyit bingung, ia belum sepenuhnya yakin Arshad mempercayainya untuk memegang alat komunikasi semacam ini.
Meski bukan ponsel keluaran terbaru, tapi bukankah ini berisiko tinggi membuatnya pergi lebih mudah...
Ah, kenapa jadi berpikir ke situ. Justru peluang bagus untuk meminta bantuan sahabat-sahabatnya supaya cepat terbebas dari sini. Gumam perempuan itu dalam hati.
"Tadi kata mas Arshad sudah disambungkan dengan Wi-Fi rumah. Jadi kalau ada sesuatu bisa langsung menghubungi saya lewat WhatsApp."
"Tapi telepon aja ya non, kalau kirim pesan saya tidak bisa mengetik."
"Non tahu sendiri saya sekolah juga cuma sampai SMP."
Raisa tertawa pelan mendengar kejujuran wanita di depannya.
"Iya, makasih ya bik,"
"Kalau begitu bibi keluar ya non, di dapur masih ada cucian piring."
"Oke, sekali lagi terima kasih."
Sepeninggalan bik Inem dari kamarnya, Raisa langsung antusias memeriksa seluruh isi smartphone.
Sepertinya laki-laki itu sengaja beli perangkat baru khusus untuknya. Mengingat aplikasi yang ada semuanya bawaan pabrik.
Satu-satunya tujuan Raisa sekarang adalah mendownload aplikasi Instagram supaya lebih mudah menghubungi sahabat-sahabatnya.
Jika mencari lewat WhatsApp sudah pasti sulit terlacak. Apalagi dia tidak tahu keseluruhan nomor dari orang-orang terdekatnya.
Setelah aplikasi berhasil didownload, perempuan itu langsung login menggunakan akunnya. Beruntung Raisa masih mengingat dengan baik username serta password meski sudah lama tidak bermain Instagram.
Baru saja aktif kembali, rentetan notif langsung masuk memenuhi kolom pesan. Raisa sempat optimis jika pesan-pesan tersebut datang dari sahabat-sahabat yang menanyakan kabar atau mencari keberadaannya.
Namun setelah ia buka satu per satu, tubuhnya justru semakin lemah. Rasa takutnya juga kian besar.
Bagaimana tidak, semua orang yang dulu begitu ia percaya justru mengirim ancaman akan memenjarakannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Black & Grey
ChickLitRaisa tidak menyangka jika karmanya akan datang secepat ini. Setelah berhasil membujuk sang mama untuk menjual Denara, kini ia justru mengalami hal yang sama. Lebih tidak menyangka lagi, Arini-lah yang sengaja menjualnya. Padahal, bagi Raisa, Arini...