15

4.8K 451 25
                                    

Arshad duduk bersandar di kursi tepat di samping ranjang Raisa. Perempuan itu masih belum sadar pasca menjalani operasi kedua.

Yah, operasi pertama kelahiran buah hati mereka sudah selesai. Raisa sempat sadar beberapa jam, namun kembali mengalami pendarahan hebat.

Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan, diketahui rahimnya bermasalah. Tindakan medis segera dilakukan dengan mengangkat langsung rahim perempuan itu.

Lama merenung, Arshad bergerak mengambil ponselnya di saku saat bergetar. Kemudian membaca pesan singkat dari Djati yang memintanya keluar untuk makan.

Sejak pagi tadi laki-laki itu memang belum makan apapun. Padahal sebelumnya menjalani proses donor demi memenuhi kekurangan darah di tubuh Raisa. Kebetulan golongan darah mereka cocok.

Arshad kembali menatap lekat ke arah perempuan yang kini terbaring lemah di hadapannya. Jujur, ia sangat merasa bersalah.

Beberapa bulan lalu, Arshad memang sempat menyesal menghamburkan uang milyaran rupiah demi membeli Raisa. Tapi kini, sebanyak uang yang ia miliki seolah tak bisa mengganti perjuangan perempuan itu.

Arshad juga berkali-kali mengutuk dirinya sendiri yang ceroboh melakukan tindakan sampai berakhir membuat Raisa hamil.

Andai saja malam itu tidak terjadi...

"Sa, bangun, kamu nggak mau lihat anakmu? Dia cakep banget sa," Ujar Arshad pelan merasa kehabisan kata-kata sampai bingung harus memulai percakapannya darimana.

"Aku bikinnya nggak sengaja, tapi dia lahir sempurna banget. Kamu harus lihat."

"Dia nangisnya kenceng banget, hampir nggak ada yang bisa nenangin kalau pas lagi tantrum. Tapi sama kamu pasti anteng."

"Kamu harus segera sadar, dia butuh kamu." Pungkas laki-laki itu bersamaan dengan setitik air mata.

Selain merasa bersalah, Arshad juga takut jika Raisa kehilangan nyawanya. Ia pasti tidak akan berhenti menyalahkan diri sendiri jika hal itu sampai terjadi.

Padahal sejak dulu, ia sudah bersumpah pada sang ibu sebelum meninggal jika tidak akan menyakiti perempuan manapun.

Tapi kini, Arshad bahkan lebih dari sekedar menyakiti.

"Permisi pak, kami harus memeriksa kondisi pasien dulu, boleh keluar sebentar?" Ujar salah seorang perawat.

"Oke, silahkan.." Arshad keluar dari ruang ICU. Di ruang tunggu sudah ada Djati dan Denara yang selalu setia menemaninya.

"Sini lo, makan dulu. Kasihan istri gue udah masak banyak."

Laki-laki itu menurut kemudian bergabung di kursi tunggu.

"Biar kita yang tunggu di sini, lo pulang sana, istirahat." Titah Djati. Ini sudah memasuki hari ketiga mereka berada di rumah sakit. Berarti sudah tiga hari juga Arshad tidak pulang.

"Tadi bik Inem bawain kamu baju ganti sama ambil pakaian yang kotor. Tapi tetap aja kamu belum istirahat selama di sini. Jadi biar enakan, mending pulang dulu, nanti sore balik ke sini."

"Iya, setelah ini gue pulang. Nanti jam dua juga ada meeting sama klien. Tapi tolong kalau ada apa-apa langsung kabarin gue ya."

"Iya Shad, kamu tenang aja."

...........

"Setelah observasi selama lima hari, kami melihat anak anda semakin membaik. Pertumbuhannya sangat pesat meski belum mendapat ASI dari ibunya langsung." Jelas dokter pada Arshad.

Setelah lahir, bayi laki-laki itu memang hanya mengandalkan donor ASI. Meski sudah sadar, ASI Raisa belum juga keluar karena kondisinya memang belum stabil.

Black & GreyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang