18

5.1K 455 31
                                    

Raisa baru saja menyusui Zeev, kemudian meletakkan bayi mungil itu di boxnya.

Ibu satu anak tersebut merasa sangat terharu setelah bisa menyusui bayinya sendiri. Sehingga tidak perlu lagi bergantung pada donor ASI.

Apalagi kemarin-kemarin dia selalu sedih melihat di umur Zeev yang masih sangat kecil, harus terus-terusan menyusu menggunakan dot. Akhirnya semua itu bisa berlalu.

"Non," sapa bik Inem sambil berjalan ke arah ranjang Raisa.

"Kenapa bik?"

"Bik Inem mau ke pasar, stok sayur di kulkas sudah mulai habis. Non Raisa nggak papa kan saya tinggal sebentar?"

"Enggak papa bik, ditinggal aja.. kebetulan Zeev juga tidur, jadi aman."

"Oh iya non, tadi mas Arshad pesan ke saya, katanya non Raisa disuruh buka WhatsApp. Soalnya kata dia dari tadi pagi enggak aktif."

Raisa terdiam, bahkan sejak semalam benda kecil persegi panjang itu memang sengaja diabaikan.

Ia hanya membalas pesan Denara yang pamit pulang ke Jogja. Setelah itu Raisa tak membuka ponselnya lagi.

"Memangnya Arshad sekarang dimana bik?" Seingatnya ini sudah dua hari sejak kejadian pijat laktasi. Sampai sekarang Raisa belum berjumpa dengan Arshad.

"Mas Arshad kemarin berangkat ke Medan untuk cek proyek. Memangnya nggak pamit ke non Raisa."

"Enggak, atau mungkin saya yang lupa.. Ya sudah, bibi kalau mau ke pasar hati-hati."

"Iya, bik Inem mau siap-siap dan berangkat. Nanti kalau ada apa-apa atau perlu bantuan, pak Tomas di depan ya non, panggil saja."

"Iya bik,"

Tangan Raisa dengan cepat membuka laci nakas, lalu mengambil smartphonenya di dalam sana.

Tak ada pesan lain yang muncul di barisan notifikasi selain dari Arshad. Sebenarnya, Raisa tidak pernah menyimpan nomor laki-laki itu. Sejak pertama kali mendapat perangkat ini, nomor Arshad memang sudah ada di daftar kontak.

Fotoin Zeev, Sa...
Sa?
Kamu sengaja enggak balas, atau enggak buka HP?

Karena sudah terlanjur terbaca, mau tidak mau Raisa menuruti permintaannya.

Ia memotret Zeev yang tengah tertidur  lelap kemudian mengirimkannya pada sang ayah. Tidak sampai tiga detik, laki-laki itu terlihat mengetik.

Namun sebelum tahu balasan apa yang Arshad berikan, atensi Raisa langsung berpindah pada gadis cantik yang berdiri di ambang pintu kamar.

"What, kamarku??" Teriaknya.

Baik Raisa maupun gadis yang baru saja muncul itu tampak sama-sama bingung.

"Kamu siapa?" Tanya Raisa cepat sambil mendekat ke arah pintu. Ia meninggalkan ponselnya begitu saja di atas kasur dengan posisi WhatsApp yang masih online.

"Harusnya aku yang tanya kamu siapa, kenapa bisa ada di kamar ini?"

Raisa terdiam telak, ia tentu bingung harus memberi jawaban seperti apa. Toh, posisinya di sini juga tidak jelas.

"Loh, non Lula pulang??" Tampak bik Inem berlari ke arah dua perempuan yang tengah bersitegang.

Sepertinya wanita paruh baya itu memang baru akan berangkat ke pasar.

"Bik dia siapa? Kenapa bisa ada di kamarku?" Gadis 20 tahunan itu terlihat sangat kesal. Sementara Raisa juga mendadak linglung harus bereaksi bagaimana.

"Engh, anu non.."

"Alah kelamaan, aku telepon mas Arshad aja kalau begitu."

Raisa berdiri mematung, sementara bik Inem masih bertahan dengan raut bingungnya.

Black & GreyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang