2

8.4K 451 6
                                    

Raisa terbangun dengan badan yang sakit semua. Perempuan itu sedikit linglung, namun masih cukup ingat kemalangan apa yang menimpanya semalam.

Bayangan menjijikan itu masih terekam jelas di otak Raisa, membuatnya merasa sedih dan trauma.

Menyesal sambil menangis sepertinya bukan cara terbaik untuk memulai pagi yang cerah.

Melihat kaki dan tangannya sudah terbebas, Raisa bergerak cepat melepas selimut, lalu berlari ke arah pintu.

Ah, sepertinya ia lupa jika sedang dikurung.  Dengan bodohnya berharap bisa kabur lewat pintu.

Dengan langkah sedikit tertatih menahan intinya yang perih, Raisa mencoba mencari celah lewat jendela di samping ranjang.

Namun sialnya, jendela berukuran besar itu terlapisi tralis tebal yang tidak mungkin bisa dijebol dengan tangan kosong.

Raisa kembali berpikir. Jika tidak kabur, maka satu-satunya cara untuk mengakhiri penderitaan adalah dengan bunuh diri.

Kewarasannya sudah hilang, terenggut paksa bersama kesuciannya yang selama ini mati-matian dijaga.

Matanya meneliti sekeliling berharap ada pisau, tali, atau gunting yang dapat mempercepat kematiannya.

Tidak berhasil menemukan apapun, perempuan itu berlanjut ke kamar mandi untuk mencari cairan pembersih.

Menenggak cairan pembersih sepertinya boleh  juga.

Lagi-lagi perempuan itu harus sedikit bersabar. Di kamar mandi tidak ada cairan pembersih yang ia inginkan. Hanya ada pasta gigi serta sabun mandi batang.

Memakannya tidak akan membuat mati. Paling parah hanya menyebabkan mulas atau muntah.

"Astaga, bagaimana ini.." Air mata yang sejak tadi ditahan akhirnya jatuh juga.

Raisa benar+benar tidak menyangka nasibnya begitu sial. Semua kemewahan dan kehormatan yang ia miliki selama ini hilang begitu saja dalam sekejap.

Kehidupannya benar-benar jungkir balik. Membuatnya tidak siap menghadapi semua ini.

Lama merenung, tubuhnya terlonjak ketika pintu kamar terbuka pelan. Seketika waspada kejadian semalam akan terulang.

Rasanya jika bisa ia ingin menghilang dengan cepat.

"Selamat pagi," Raisa sedikit tertegun dengan suara seseorang di balik pintu kamar mandi.

Sepertinya bukan pria itu.

Setelah mengumpulkan keberanian, ia beranjak keluar.

Wajah pucat pasi milik Raisa tentu berbeda dengan wanita paruh baya yang kini berdiri di hadapannya.

"Maaf non, saya mengganggu, ini saya bawakan sarapan dan baju ganti." Ucapnya sambil menunjuk nampan di atas nakas.

Raisa mencoba mencermati sekeliling memastikan hanya mereka berdua yang ada di dalam ruangan ini.

"Saya tidak perlu sarapan, saya butuhnya keluar dari tempat ini secepatnya. Ibu bisa tolong saya?" Pinta Raisa dengan nada memohon.

"Maaf, saya di sini hanya untuk bekerja dan menjalankan perintah atasan. Saya mohon terkait hal ini jangan melibatkan saya karena taruhannya adalah nyawa."

Raut wajah wanita itu yang tampak gelisah membuat Raisa akhirnya mundur.

Ia tidak memaksa lagi meski sebenarnya sangat ingin. Terlebih jika mengingat dosanya yang sudah terlalu besar untuk merugikan orang lain. Kali ini ia akan berusaha sendiri.

Black & GreyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang