Chapter 12.

381 44 0
                                    

Keringat jatuh deras ke lantai yang licin, auditorium yang sebelumnya terasa biasa saja kini begitu pengap.

Beberapa kali aku jatuh menghantam lantai akibat menangkis serangan yang diberikan oleh Alion.

Nafasku berat, aku tetap berpegang teguh pada pedang yang kurasa sebentar lagi akan patah.

Apa-apaan coba si Alion, menyerang tanpa keraguan, bahkan beberapa kali aku akan mati kalau telat untuk menangkis serangannya.

Pria itu menghampiriku, siap untuk mengeluarkan serangan lagi kepadaku. Namun dengan sigap aku menghentikannya.

"Tunggu dulu, tunggu!!"

Dia berhenti. Aku menyelesaikan nafasku hingga cukup teratur sebelum melanjutkan.

"Bukankah ini tidak adil?"

"Tidak adil, apa maksudmu?" tanya dia.

"Lihat, kekuatanmu tidak sebanding dengan ku, bagaimana bisa aku mengalahkan mu?" Aku menunjuk kedinding ya g sebelumnya mengenai serangannya, kini dinding itu terdapat retakan.

Dia memerhatikan sejenak dinding itu sebelum akhirnya dia tertawa keras seperti sebelumnya.

"Kau benar," ucapnya, "maafkan aku, aku terlalu berlebihan."

Dia lalu mengambil sesuatu dari sudut aula, sebuah pedang asli. Dia melemparkannya kepadaku.

"Kalau begitu, pakai ini, peraturannya kita ubah. Kau akan menggunakan pedang asli, sedangkan aku akan tetap menggunakan pedang kayu, lalu, kalau kau berhasil melukaiku dengan pedang itu, maka kau yang menang. Bagaimana, kau setuju?"

'Bukankah itu sama saja?' batinku yang merasa kurang yakin akan menang melawannya.

Aku mengambil pedang itu. "Baiklah, ayo kita lanjut." Tapi apa salahnya juga untuk mencoba.

Pertarungan berlanjut, awalnya aku sedikit menahan diri karena pedang yang aku asli, namun melihat dari caranya menghindari dan menangkis, kurasa tidak apa-apa jika aku menyerangnya langsung.

Pertarungan imbang-masih berat sebelah sih, meski begitu aku masih berada di pihak yang menguntungkan.

Sebelum aku masuk ke akademi, aku sudah dilatih untuk berpedang, jadi setidaknya aku tahu beberapa celah saat melawan.

Trang!!

Itu adalah pedangku yang terlempar cukup jauh menghantam lantai. Kami berdua terdiam sejenak.

"Aku kala-

Belum juga menyelesaikan kalimatku, aku dapat melihat luka yang baru saja terbuat di wajah Alion.

Dia tersenyum. "Kau menang, kawan."

Dia menjatuhkan pedang kayunya, lalu tangan kanannya mengulur kepadaku. "Kau ternyata berada jauh dari ekspektasiku. Ayo kita berteman, Alzier."

"Nama saya Alz," aku menggapai tangannya dan kami bersalaman.

꧁ঔৣ☬𝐊𝐞𝐝𝐢𝐫𝐚𝐣𝐚𝐚𝐧 𝐀𝐛𝐚𝐝𝐢☬ঔৣ꧂

"Permisi."

Selanjutnya adalah Leoni, kami bertemu di auditorium gedung keempat.

Setelah aku memasuki ruangan, tidak ada siapapun disana. Aku memasukinya lebih dalam, mencari keberadaan wanita itu.

"Kamu sudah datang, Alz?"

"Astaga!" Aku terkejut ketika mendengar seseorang dari belakang memanggil namaku.

"Astaga!" Aku terkejut ketika mendengar seseorang dari belakang memanggil namaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kedirajaan AbadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang