(Volume 2) Chapter 10.

32 4 0
                                    

Tsk. Sial, sudah aku duga Elia ini bukanlah orang baik-baik. Seharusnya tadi aku tidak mengiyakan untuk kesini.

Dan kenapa juga aku mau-mau saja ke sini. Aku jadi masuk perangkapnya kan.

"Itharva, jangan melakukan penyerangan sebelum dia mulai duluan," ucapku kepada Itharva.

Itharva mengangguk mengerti. "Baik."

Namun, tiba-tiba saja seseorang melesat ke arah kami. Bukan Elia, melainkan Pria yang sebelumnya muncul dari bayangan Elia.

Itharva spontan menangkis serangan dari pria itu, percikan api dari benturan pedang terbuat, Itharva terdorong kuat ke belakang.

Pria itu mundur beberapa langkah kebelakang, sebelum akhirnya membuat serangan baru dari samping. Meski serangan itu cukup cepat, Itharva masih bisa menahan serangan orang itu, meski tubuhnya hampir terpental.

"Walaupun kau masih muda kau cukup kuat, nak," ucap pria itu bersuara lembut. "Aku jadi teringat dengan diriku sendiri di masa lalu," imbuh pria itu.

Trang—tang-tang!

Adu perang terjadi diantara mereka berdua. Pria itu sangat lihat mengayunkan pedang dengan satu tangan. Tak kalah Itharva sanggup menahan setiap serangan dari pria itu.

Trang!

Dua pedang dilemparkan dari Elia ke arah kami, bukan untuk penyerangan, tapi dia menyodorkan. "Untuk kalian bertarung," ucapnya.

Aku dan Leoni mengambil pedang itu. Dari tampilannya, ini seperti bukan pedang biasa. Meski aku tidak memiliki energi Mana, tapi aku yakin pedang ini terkutuk.

Dari tangan Elia muncul sesuatu benda hitam bulat, lalu berubah menjadi sabit hitam, Elia memegangnya.

"Kalian berdua akan melawanku," ucapnya.

Dia maju ke arah kami. Aku langsung mencoba menangkis serangan wanita itu dan berhasil.

Elia tersenyum lagi, "lumayan," ucap dia sebelum akhirnya mundur.

Leoni maju sebelum membuat serangan berupa tebasan, tapi Elia menghindari setiap serangannya.

"Kukira kau akan lebih kuat dari ini," tutur Elia, "Saintess," imbuh dia tepat di telinga Leoni.

Elia lalu menyerang balik Leoni dengan tebasan samping.

Leoni sempat mencoba menangkis serangan dari Elia, namun dia terpental seketika hanya dengan angin yang terbawa oleh sabit.

Brug!

"Akhh!"

"Leoni!"

Leoni menabrak tembok ruangan dan jatuh terduduk di lantai.

"Ternyata, jiwamu belum bangkit sepenuhnya," ucap Elia, dia mengatakan kata-kata yang tidak aku pahami lagi.

Dia menoleh kepadaku dan berjalan perlahan. "Nah, sekarang tidak akan ada yang menganggu pertarungan kita berdua, kan?"

Aku tetap memasang kewaspadaan kepadanya. Aku belum yakin untuk melakukan penyerangan, jika Leoni saja sampai terpental jauh, bagaimana denganku, bisa-bisa aku tewas seketika sebelum membuat serangan.

Elia melesat kepadaku, ia mengayunkan sabitnya kuat tepat menuju leherku, namun ketika hendak menebas leher, dia terhenti, meski begitu kibasan angin dari sabit itu cukup membuat luka sayatan di kulit leherku.

"Ingin tahu sesuatu yang menarik? Aura yang kau miliki sedikit berubah, Mana milikmu tak terasa, berbeda dengan terakhir kali kita bertemu, apa yang terjadi denganmu hayo?" bisik dia di telinga.

Kedirajaan AbadiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang