Gue yakin kalau Atlan sebenernya nggak kesurupan. Dia cuma banyak pikiran aja. Kasihan sih, tapi gue juga punya dendam kesumat sama dia. Jadi nggak salah 'kan kalau gue ngerjain dia bentar doang?
Apalagi temen-temennya tuh, bego-nya kelewatan banget. Gampang banget gue kibulin.Melihat pria yang berada di hadapannya tengah tersenyum sendiri sembari mengelus janggut lebatnya, membuat Pipit berceletuk, "Kenapa, Mbah? Muka saya ganteng ya?" Tanpa sadar Pipit menaikkan kedua alisnya.
Menahan hasrat ingin memukul wajah Pipit yang begitu tengil. Apin yang sedari tadi diam lantas menyeletuk.
"Jadi gimana? Apa teman saya bisa disembuhkan?" tanya Apin.
Sedangkan Ucup yang mereka kira adalah dukun, lantas tertawa keras membuat Pian praktis menutup telinganya. Jika saja ia tahu bahwa dihadapannya ini adalah musuhnya, sudah dipastikan kaos kaki milik Krisna akan ia sumpalkan ke mulut cowok itu.
"Ya bisa dong! Apa sih yang tidak bisa saya lakukan?" ujar Ucup dengan sombongnya.
Mendengar itu membuat Pipit lantas memicingkan matanya, "Mindahin patung Liberty ke sini bisa nggak? Nggak bisa? Mana paten!"
"Kamu jangan ngerjain orang tua!" geram Ucup. Pandangannya kini beralih menatap Krisna yang berada di samping Atlan.
"Itu yang enam belas tahun belum pernah punya pacar, tolong bukain plastiknya," ucapnya pada Krisna.
Wah, belum pernah dislepet pake cangkul nih orang! batin Krisna menatap sinis.
Maka dengan rasa tak ikhlas, Krisna segera membuka plastik penutup kepala Atlan.
"Hah! Saya ada di mana?! Kenapa kalian tega seka--"
Ting, ting, ting, ting!
Kelima cowok itu kompak menutup telinga saat dukun gadungan itu memukul gelasnya dengan sendok.
"Oaishoaishoaisoasih sincing, sincing sepan osang sincing sesusa, o hip hip hula-hula ...."
"Ngomong apasih?" celetuk Pipit, membuat Ucup menghentikan mantranya dan menatap sengit ke arahnya.
"Kalau kamu mengganggu konsentrasi saya, silahkan keluar!" ujarnya dengan tegas.
"Tap--"
"Udah sih, namanya juga mantra! Nggak setiap orang tau artinya," potong Apin sebelum Pipit kembali melayangkan protesan.
Ucup kembali pura-pura memejamkan matanya sembari telapak tangannya ia ulurkan tepat di wajah Atlan.
"Saya mau pulang!" teriak Atlan. Sayangnya teman bangornya itu tak ada yang peduli. "Lepaskan tangan saya, Krisna!"
"Oaishoaishoaisoasih sincing, sincing sepan osang sincing sesusa, o hip hip hula-hula ...."
"Hah? Gula-gula?" Sekarang giliran Pian yang menyeletuk sembari mengerjapkan matanya.
Ucup kembali membuka matanya dan menyiratkan kekesalan. "Keluar!"
"Oke!" Pian yang sudah tidak tahan lagi akhirnya memutuskan untuk keluar.
"Loh ... eh, jangan!" cegah Apin hendak mengejar Pian. Namun tangannya buru-buru ditahan oleh Pipit.
"Lanjut, Mbah!" Pipit mempersilahkan.
"Gue mau pulang, Anjir!" teriak Atlan sekali lagi.
"Diem!" Apin segera membekap mulut Atlan.
"Hmmph! Twangan kamu bwau!" pekik Atlan sembari menggelengkan kepalanya.
Ucup meraih gelas yang berada di hadapannya dan meminumnya sembari memejamkan matanya. Karena penasaran, Pipit pun memiringkan kepalanya hingga menutupi wajah Atlan.
Niat hati ingin menyemburkan air tersebut ke arah Atlan, malah wajah Pipit yang menjadi korban.
Mburrr!
"Anjing!" umpat Pipit sembari mengusap wajahnya yang basah kuyup.
Mendengarnya membuat Ucup praktis membuka matanya.
"Basah nih!" teriak Pipit tak terima.
"Yang nyuruh kamu deket-deket i--eh, saya siapa?!" timpal Ucup.
Hal itu, membuat Apin seketika memicingkan matanya, menatap curiga.
Kayak nggak asing sama suaranya, batin Apin.
"Ampun, Mbah! Sekarang dilanjut lagi aja ... kasihan teman saya ini," ucap Krisna sembari menelisik penampilan Ucup. "Tapi sebelumnya, di janggut Embah ada ulernya."
"Hah? Di mana?!" Ucup celingukan mencari sesuatu di janggut palsunya. Demi apapun Ucup paling geli dengan hewan bertubuh lunak tersebut.
"Tenang, Mbah. Sini saya ambilkan," kata Krisna sembari mendekatkan dirinya tepat di hadapan Ucup.
Hal itu membuat Ucup tak bisa menahan senyumnya. Kapan lagi deket sama Abang?
"Kamu anak yang berbakti," tutur Ucup, membuat Krisna menyengir.
Perlahan tapi pasti, tangan Krisna bergerak mendekati janggut lebat tersebut. Namun tiba-tiba sang pemilik janggut dibuat tersentak, saat Krisna menarik janggut tersebut hingga terlepas.
"Bego! Jangan ditarik, Goblo--eh!" Ucup buru-buru menutup mulutnya.
Detik itu, mata Ucup mendapati wajah murka dari ke-empat musuhnya. Bahkan tatapan mereka seakan ingin memangsanya habis-habisan.
"UCUP!"
"Berani lo ngerjain kita!"
"Gue habisin lo, Cup!"
"K-A KA, B-U BU mati'in R, lariii!" Ucup segera beranjak keluar dan lari terbirit-birit dari kejaran ke-empat cowok itu.
Sedangkan Pian yang tengah duduk santai di kursi luar, segera menahan Ucup dengan pandangan heran. "Loh, Cup! Kok lo di sini juga?"
"Ini rumah gue, Bego!" geram Ucup.
Sedangkan Pian menjawabnya dengan ber-oh ria. Dan membiarkan Ucup pergi dari hadapannya.
"Pian bego! Kenapa dilepasin woi!" teriak Pipit geram.
"Emang kenapa?" Pian mendadak lemot. Efek lapar.
"Dia yang nyamar jadi dukunnya!" teriak Apin.
"Hah?! Serius lo?!" sahut Pian sembari kepalanya celingukan mencari keberadaan Ucup yang sudah keluar dari pagar. "Kejar, Anjir! Ngapain diem aja sih?!"
Pian buru-buru menghampiri gerbang, mengejar Ucup dan segera diikuti oleh teman-temannya.
Sedangkan Krisna yang tertinggal jauh, kembali menghentikan langkahnya saat seorang wanita yang tiba-tiba muncul dengan kursi rodanya. Merentangkan tangannya ke arahnya.
"Ardhi, kemana aja? Mama kangen banget ...."
Ingin rasanya Krisna menghamburkan tubuhnya ke dalam pelukan sang ibu, yang sudah 11 tahun ia rindukan.
Akan tetapi, niat itu segera ia urungkan saat mendapati seorang pria yang baru saja tiba dengan mobilnya, tengah menatap tajam ke arahnya.
"Saya bukan anak Tante. Permisi." Krisna segera berlari menjauh keluar gerbang menyusul teman-temannya.
Tbc.