R 17+
Malam itu hujan turun begitu deras. Seorang cowok dengan bajunya yang basah kuyup, tergopoh-gopoh masuk ke dalam rumah sakit. Tubuhnya yang gemetar membawanya melangkah mendekati petugas administrasi.
"Pe-Permisi, apa di sini ada pasien atas nama ibu Farida Hapsari?"
Perempuan berusia sekitar 30 tahun itu lantas mengulas senyum dan memintanya untuk menunggu sebentar.
Sedangkan perasaan cowok itu semakin tak karuan. Pesan dari adiknya beberapa jam yang lalu berhasil membuatnya sangat ketakutan. Meskipun bertahun-tahun lamanya diasingkan oleh keluarga, tapi rasa sayangnya tak akan pernah pudar.
"Atas nama nyonya Farida Hapsari ada di ruangan-"
"Ngapain kamu kesini?!"
Suara bariton dari belakang membuat cowok itu tersentak dan segera menoleh.
Pria bernetra tajam itu segera menariknya dengan paksa agar menjauh dari meja administrasi dan membawanya keluar.
"Kenapa kamu datang lagi?!" bentak pria itu.
"Ayah, kata Tian, mama sakit lagi ... aku mau ketemu mama, sebentar aja ayah!" Suara cowok itu begitu parau, bahkan kini kedua tangannya menangkup di depan dada.
"Dia nggak butuh anak sialan kayak kamu!" ujar pria itu. "Jangan pernah berani bertemu dia, atau kamu saya habisi!"
Air mata cowok itu kembali luruh. Tubuhnya yang mengigil mencoba meraih tangan ayahnya meskipun berakhir ditepis begitu kasar.
"Saya bukan ayah kamu." Pria itu memutuskan pandangannya. Ia tak mau menatapnya terlalu lama karena di sanalah titik kehancurannya.
Sedangkan cowok itu kini telah menunduk. Ia semakin yakin jika keluarganya tak ada yang mengharapkannya untuk kembali.
"Kalau aku nggak boleh ketemu mama, boleh nggak kalau aku kasih ini buat mama?" Cowok itu menyodorkan sekantong plastik berisi buah yang ia beli sebelum datang kemari. Ia berharap sang ayah menerima pemberiannya, karena tak ada lagi sesuatu yang berharga untuk ia berikan.
Sedangkan pria itu segera merampas kantong plastik tersebut dan membuangnya, hingga buah jeruk itu menggelinding menuju kubangan air.
"Jangan pernah kasih perhatian apapun dengan istri saya! Dia benci kamu! Ayah kamu bukan saya. Ayah kamu orang brengsek yang sudah menghancurkan hidup istri saya!"
Kalimat pria itu bagaikan ribuan jarum yang menancap di hatinya.
Puas dengan kalimat menyakitkan yang dilontarkan, pria itu segera masuk kembali ke dalam rumah sakit.
Kedua tangan cowok itu terkepal, menahan sesak yang menjalar di dadanya. Netranya menatap buah yang ia beli dengan uang pas-pas'an telah hancur terlindas kendaraan yang berlalu.
Tanpa ia sadari, seseorang dari belakang menatapnya dengan sendu. Kejadian beberapa menit lalu tak luput dari pandangannya. Ingin rasanya memeluk erat tubuh sang kakak yang kini berada di titik kehancuran. Tak ada keluarga yang mengharapkannya untuk datang lagi, kecuali dirinya.
"A-Abang ...."
Merasa dipanggil, cowok itu menoleh sejenak dan menghela napas panjang. "Gue nggak apa-apa. Jagain mama ya, cuma lo yang bisa bikin dia bahagia."
Setelah mengatakan kalimatnya, cowok itu segera berlari menjauh hingga adiknya tak dapat mengejarnya.
"Abang! Jangan pergi lagi! Tungguin Tian!"
🌱
"Mama, hari ini mama nggak usah kerja ya?"
Suara Navyra dari belakang membuat Kanna-ibunya, yang sibuk berdandan di depan meja rias lantas berdecak.