Panik

52 13 0
                                    

"Besok, lo pindah duduk ya, Ji."

"Nggak mau. Kenapa nggak lo aja?"

"Kan gue nyuruhnya elo. Lo aja yang pindah, ngalah dikit sama cewek."

Jinan mengerlingkan kedua matanya, lelaki itu sangat malas mendengar ocehan Ilona. Tidak ada yang bisa menandingi gadis itu dalam mendebatkan hal apa pun. Termasuk saat ini, di mana dirinya dan Ilona tengah meributkan untuk pindah tempat duduk. Hal itu bukan tanpa alasan. Mereka tidak akan ribut begini soal masalah kursi jika saja penentuan kelompok tidak berdasarkan tempat duduk.

Mungkin dalam mata kuliah dansa, mereka masih bisa menerima bahwa mereka satu kelompok. Namun, mereka tidak menyangka akan satu kelompok lagi di mata kuliah musik terapan. Kali ini, guru memilihnya berdasarkan teman bangku di depan dan belakang karena sistem sekolah mereka tidak ada teman sebangku, dan mereka duduk berjarak antara satu kursi dengan kursi lainnya. Dengan kata lain, susunan kursi mereka saat ini mirip seperti susunan kursi saaat ujian.

"Yaudahlah, Na. Pindah kursi sekarang juga nggak bakal mempengaruhi kelompok. Udah dibentuk juga kelompoknya, dan lo akan tetap sama gue. Lagian, tumben banget lo nggak mau sekelompok sama gue."

Ilona mengerlingkan kedua matanya. Bukannya tidak ingin sekelompok dengan Jinan. Namun, ia hanya takut. Takut jika dia terus bersama Jinan, maka ia akan kembali teringat dengan lelaki yang ada di mimpinya. Ilona tidak ingin melihat Jinan sebagai orang lain, ia juga merasa tidak nyaman dengan itu. Ilona juga harus memikirkan bagaimana ia harus memberi tahu Jinan mengenai kejadian di dalam mimpinya. Akhirnya gadis itu menghela napas. "Yaudah."

Pada mata kuliah musik terapan kali ini, guru meminta untuk melakukan duet sesuai dengan kelompok yang sudah dibagikan. Duet tersebut bisa berupa nyanyian, tarian, maupun alat musik. Bisa juga salah satu memainkan alat musik, satunya lagi menyanyi. Saat ini tidak ada di antara Ilona maupun Jinan yang membahas tugas kelompok mereka yang akan ditampilkan dua minggu lagi. Kini, mereka kembali sibuk pada kegiatan masing-masing, di mana Ilona yang mengetik tugas yang akan dikumpul nanti selepas kuliah, dan Jinan yang sibuk dengan iPad nya.

***

Pada jam pulang kuliah, Ilona menatap mobil yang ia kenali. Gadis itu mengembuskan napas dengan gusar, lalu melangkahkan kaki menuju mobil tersebut. Di sana, tampak seorang lelaki berusia duapuluhan yang sedang berdiri menggunakan setelan jas hitamnya. Saat melihat Ilona yang sedang berjalan ke arahnya, lelaki itu membungkukkan sedikit badannya. Ia dengan cepat membuka pintu bagian belakang mobil BMW hitam keluaran terbaru tersebut.

"Tutup lagi pintunya. Aku ke sini cuma mau bilang buat nggak naik ini."

Lelaki itu terlihat bingung, "tapi, tu-- ,"

"Soal itu, biar aku yang urus. Aku bakal pulang ke rumah tepat waktu, tenang aja. Jam tujuh malam harus udah siap semua kan?"

Lelaki tadi menganggukkan kepalanya.

Ilona tersenyum. "Oke. Silakan pergi. Aku nggak bakal terlambat."

Setelah melihat mobil itu pergi dan hilang dari hadapannya, Ilona mengembuskan napas lega. Hari ini ia ingin pergi ke jajanan street food yang baru dibuka beberapa hari lalu. Ia tidak ingin melewatkan jajanan yang sudah ia nantikan dari jauh-jauh hari dan hanya punya waktu hari ini karena pulang cepat. Lelaki tadi adalah supir pribadinya yang akan mengantar jemput dirinya ke mana pun. Seharusnya begitu. Tetapi karena Ilona tidak suka dikekang, jadinya ia ingin pulang sendiri setiap hari dan supir tadi menyetujuinya asalkan Ayahnya tidak tahu. Namun, supir itu kembali muncul hari ini karena kemungkinan besar Ayahnya sudah kembali dari perjalanan bisnis yang panjang dan akan mengadakan makan malam keluarga yang membuat Ilona muak. Jika mengingat hubungan Ilona dan keluarganya, ia tidak bisa bilang bahwa hubungan keluarganya baik.

Kaki Ilona berbelok menuju arah yang berlawanan dari rumahnya, dan tidak terasa ia telah sampai di depan gerbang jajanan street food. Sesuai namanya, di sisi kanan dan kiri jalan ini setelah kita memasuki gerbangnya akan dihadirkan berbagai macam jajanan street food yang bisa mengunggah selera. Apalagi banyak makanan pedas yang sangat Ilona sukai, mulai dari cilor hingga sea food.

Ada aturan unik dalam jajanan ini, yakni jika ingin membeli makanan di sini, maka harus menukarkan uang dengan koin. Ilona dengan cepat menukarakan uangnya dengan koin ke petugas yang ada di sisi kiri bagian depan gerbang masuk. Ia menukarkannya dengan menggunakan m-Banking karena jarang membawa uang cash. Saat akan membayar, Ilona mengerutkan dahinya.

'Kok nggak bisa?' berulang kali Ilona mencoba membayar, namun m-Bankingnya tidak mau merespon. Ilona mengerutkan dahinya kesal karena hari ini tidak ada yang beres. Mulai dari sekelompok lagi dengan Jinan, Ayah yang pulang dari dinas yang berkepanjangan, bahkan m-Banking yang eror dan tidak mau diajak bekerja sama. Saat ini Ilona tidak berani untuk menatap petugas yang sedang menunggu pembayaran darinya, maupun orang-orang yang kini sedang berdiri di belakangnya. Kedua tangan Ilona sudah bergetar memegang hp, dan keringat dingin mengucur dari dahinya. Ia memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi jika terus berada di sini. Apakah dirinya akan diusir? Apa ia akan dimarahi oleh orang-orang yang ada di belakangnya, atau apakah petugas yang ada di depannya memasang ekspresi jengkel yang merendahkan?

Saat sedang memikirkan kemungkinan-kemungkinan tersebut, seseorang dari belakang Ilona maju kedepan, hingga berdiri bersisian dengannya. Ilona terkesiap di tempatnya. Namun, jantungnya kembali berdetak dengan cepat saat ia mengenali suara itu.

"Kami mau tukar uang dua ratus ribu ya, pak. Saya seratus dan dia seratus." Ucapan Jinan membuat kepala Ilona yang tadinya tertunduk kini mendongak dengan cepat menatap ke arahnya. Jinan juga balik menatapnya. Ilona mengerjapkan matanya sesaat apakah lelaki yang ada di hadapannya saat ini benar-benar Jinan atau tidak.

Ternyata memang benar Jinan. Lelaki itu masih memakai kaus oblong berwarna putih dengan outer yang juga berwarna putih, celana jeans panjang, dan yang membedakan hanyalah kali ini dirinya memakai kacamata hitam.

Jinan tersenyum miring, lebih tepatnya tersenyum mengejek. Ia lalu mendekatkan wajahnya ke arah Ilona yang terkesiap di tempatnya. Tepat saat berada di samping telinga Ilona, Jinan berbisik,

"Gue tahu gue ganteng, tapi bisa kita geser dulu? Kasian orang-orang di belakang jadi ngantri karena elo yang nggak bisa berkedip mandang gue."

.

.

.

to be continued

Ketemu lagi sama Jinan di street food

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketemu lagi sama Jinan di street food

A/N

Haloo...part ke-7 akhirnya dipublish jugaa 

semoga kalian sukaa, ditunggu kritik dan sarannya ^^

Vinyl Record | Park JihoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang