Ilona meletakkan teh hangat yang sebelumnya telah dipesan di warung bakso. Setelah kejadian Ilona menangis di bus, Jinan membawa gadis itu turun dari bus dan pergi ke warung bakso yang baru buka. Tempat ini yang dimaksud Jinan tadi saat pelajaran dance. Iyaa, namanya warung bakso, tapi di sini juga menjual mie ayam yang dimaksud Jinan tadi. Jinan ikut memesan bakso, dan Ilona memesan teh hangat.
"Udah mendingan?"
Ilona menganggukkan kepalanya. Jangan ditanya suasana hatinya seperti apa. Saat ini gadis itu sangat malu karena telah terbawa perasaan. Ia bahkan melakukan hal yang tidak mungkin dilakukannya secara sadar, yakni memeluk Jinan. Entah apa yang merasuki Ilona saat itu, yang jelas yang terpikirkan olehnya adalah memeluk lelaki yang ada di hadapannya saat ini.
"Ji.."
"Hm?"
Ketika Ilona ingin berbicara, pemilik bakso menghampiri meja mereka dan memberikan semangkuk mie ayam dengan porsi ayam yang banyak. Ilona mengerutkan alis melihat hidangan yang tersaji di hadapannya. "Lo... nambah?"
Jinan tergelak dari tempatnya, kepalanya menggeleng pelan, "bukan buat gue," ucapnya lalu mendorong mangkuk mie ayam tadi ke hadapan Ilona, "tapi buat lo."
Ilona mengerjapkan mata beberapa kali. Sejujurnya ini godaan yang cukup berat, bagaimana tidak, semangkuk mie ayam ditambah dengan porsi ayam yang begitu banyak membuat perutnya kian keroncongan. "Beneran... buat gue?"
Jinan menganggukkan kepalanya, "iya, Naa. Lagian kalau bukan buat lo buat siapa lagi? Jangan-jangan lo mikir itu buat gue, ya?" Jinan memicingkan matanya, ia menghela napas ketika melihat ekspresi Ilona yang menyetujui apa yang barusan lelaki itu katakan.
Ilona pun memakan mie ayam yang memang disiapkan untuknya, sementara Jinan hanya menonton gadis itu memakan mie ayamnya. Di sela-sela Ilona makan, ia menyeletuk, "kayaknya tempat ini bisa dijadiin comfort place gue, soalnya mie ayamnya porsi ayamnya banyak banget."
Jinan menaikkan salah satu alisnya, "Tuhkan gue bilang apa. Mie ayamnya enak. Tapi, beneran emang karena porsi ayamnya yang banyak?"
Ilona mengangguk. Ia lalu memicingkan matanya, "lo berpikir karena lo, ya?"
Lagi-lagi Jinan tergelak mendengarnya. Sepertinya lelaki itu akan sering tertawa jika sudah berada di dekat Ilona. "Nggak kok. Ngomong-ngomong, Na. Lo mau tau sebuah fakta, nggak?"
Ilona mengerutkan alisnya, Jinan ini orangnya suka bikin orang lain mengarahkan seluruh fokus padanya, sangat berkebalikan dengan dirinya. "Apa? Lo mau ngungkit kejadian di bus tadi?" tanyanya ikut was-was, entah kenapa Ilona belum siap untuk membahas topik di bus tadi sekarang, karena jujur, ia sendiri tidak tahu mengapa melakukan tindakan impulsif seperti itu.
Jinan hanya tertawa kecil, "nggak, coba deh, Na. Lo kurang-kurangin berpikir negatif ke orang-orang, terutama ke gue." Ilona hanya mengerlingkan kedua matanya.
"Cepetan kasih tau gue, apa fakta yang mau lo bilang itu?"
"Oh, ternyata masih penasaran juga. Kayaknya lo nggak bisa nyebut tempat ini jadi comfort place karena porsi ayam di mie ayamnya gede. Karena gue emang sengaja bilang ke penjualnya kalau minta porsi ayamnya dua kali lipat dari mie ayam biasanya."
Ilona yang mendengar itu terdiam, berusaha mencerna dengan hati-hati kalimat yang Jinan lontarkan. Ia membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, namun kembali tertutup, seketika tidak tahu harus merespon bagaimana.
Jinan mengangkat bahunya, sembari memainkan tisu yang ada di meja makan, ia menyandarkan tubuhnya di kursi, "tapi kalau lo mau jadiin ini sebagai comfort place karena datang sama gue, itu sah-sah aja. Kapan lagi kan, ke warung bakso sama gue kalau nggak sekarang?" di akhir kalimat, lelaki yang memiliki tahi lalat di ujung mata sebelah kanan itu tersenyum. Jenis senyuman yang sangat manis, hingga membuat orang lain tidak bisa mengalihkan pandangan mereka barang sedetik pun.
Termasuk Ilona.
'Sadar, Na. Dia itu temen lo.'
***
Ilona mengadahkan tangannya menatap langit yang mengeluarkan rintik-rintik hujan. Perlahan, gadis itu menghela napas. Ia memikirkan untuk sampai ke rumah akan memakan waktu lebih lama dikarenakan hujan yang tiba-tiba datang. Dari arah belakang, Jinan ikut menghampiri Ilona yang sudah berdiri di pinggir warung, lelaki itu menyerahkan salah satu kresek yang berisi bungkusan mie ayam kepada Ilona.
"Nih."
Ilona menerimanya dengan bingung, melihat raut kebingungan gadis di hadapannya, Jinan langsung menyahut, "bungkusan buat dibawa pulang. Anggap aja lo pulang telat hari ini karena nemenin gue makan bakso, jadi itu hadiah buat gue karena lo mau nemenin gue makan tadi. Terima aja ya?"
Ilona ingin protes, ia ingin protes karena Jinan sudah mentraktir dirinya makan tadi, mana porsi ayamnya juga banyak, tapi, saat ini Ilona sedang malas untuk berdebat, jadinya gadis itu hanya menerima bungkusan mie ayamnya. Lagi pula mie ayam ini enak, pasti gadis itu akan memakannya lagi nanti di tengah malam. "...Oke."
Mendengar jawaban Ilona membuat Jinan tersenyum. Lelaki itu memasukkan kedua tangannya di saku celana. "Karena hujan yang tiba-tiba begini, kita terpaksa harus berteduh. Halte bus cukup jauh, dan kalau maksain buat jalan kaki bisa basah kuyup."
Ilona hanya bergumam mengiyakan. Jadilah mereka berdiri di pinggir warung bakso, menunggu hujan untuk segera reda. Jinan melirik Ilona yang sedang memainkan ponselnya, sebenarnya lelaki itu ingin menawarkan jaket yang dipakainya, tapi Ilona juga memakai jaket sekaligus cardigan yang membungkus tubuh gadis itu.
"Lo...beneran udah nggak apa-apa kan?"
Ilona mengalihkan tatapannya dari ponsel, "iya. Btw, makasih ya."
"Untuk?"
"Hari ini. Makasih buat semuanya, terutama makasih karena lo nggak nanya apapun tentang kejadian tadi."
Jinan tersenyum. "Santai aja, Na. Lo kayak sama siapa aja ke gue. Kalau ada apa-apa lo bisa cerita. Kita kan bestie gila," celetuknya berusaha membuat Ilona tertawa.
Ilona tertawa sembari menganggukkan kepalanya. Entah kenapa bersama Jinan hari ini membuatnya merasa lega. Ilona harus mencari tahu alasan mengapa dia mengalami hal itu. Ia harus memastikan lagi apakah mimpi ini ada hubungannya dengan Jinan atau tidak.
Seharusnya begitu.
Namun, Ilona tidak bisa menahan rasa ingin tahunya. Gadis itu dari tadi penasaran apakah Jinan mengalami hal yang sama dengannya atau tidak, dan Ilona pikir, seharusnya Jinan juga ikut mengalami mimpi yang sama dengannya karena Ilona juga melihat wajah Jinan walaupun dengan nama dan jiwa yang berbeda.
"Ji, gue mau nanya."
"Hm? Nanya apa, Na?"
Ilona meneguk ludahnya pelan, "akhir-akhir ini... lo sering ngalamin mimpi aneh, nggak?"
Jinan mengerutkan alisnya, "mimpi aneh?"
"Iya. Lo.... Pernah mimpi melihat diri lo sendiri tapi dengan nama dan latar tempat yang berbeda?"
Jinan terdiam di tempatnya. "Na."
Ilona menatap Jinan. Jantungnya berdetak lebih cepat menunggu jawaban dari Jinan. 'Tolong bilang lo juga ngalamin hal yang sama dengan gue, plis Jinan...'
Ditatap Ilona dengan begitu intens membuat Jinan mengalihkan pandangannya, kemudian lelaki itu menghela napas dan tersenyum tipis. Ia kembali menatap Ilona, "jadi, tadi lo habis mimpi buruk ya? Ada guenya, nggak?"
.
.
.
To be continued
A/N
Haloo... kembali lagi dengan kisah Jinan-Ilona
Semoga kalian suka ceritanya yaa... aku akan usahakan untuk update lebih cepat~
13 Januari 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Vinyl Record | Park Jihoon
Hayran KurguBagaimana rasanya jika kamu mengingat dua kehidupanmu sebelumnya berturut-turut? Di dua kehidupanmu terdahulu, kamu jatuh cinta dengan orang yang sama, dan bagaimana perasaanmu ketika orang itu meninggal dengan tragis di hadapanmu selama dua kehidup...