Ilona membuka pintu yang sering ia datangi akhir-akhir ini. Semenjak pembicaraan kemarin, Ilona sempat menghindari Jinan. Entah kenapa, setiap bertatapan dengan lelaki itu, jantung Ilona mulai bekerja tidak normal, dan berdegup lebih cepat.
Namun, ia tidak mungkin terus menerus menghindari Jinan, apalagi lelaki itu akan pulang hari ini. Bisa dipastikan, selama seminggu ini lelaki itu tidak akan pergi ke kampus, dan baru hadir kembali di minggu depan. Maka dari itu, Ilona sudah menyiapkan hadiah kecil sebagai ucapan selamat karena sudah bertahan hidup, mungkin?
"Nah, ini dia orangnya. Batang hidungnya dari kemarin nggak keliatan. Untung sekarang ada." celetukan dari Haikal membuat Ilona mengerlingkan kedua matanya. Selama merawat Jinan, ia juga menjadi lebih akrab dengan teman-teman lelaki itu. Mungkin karena mereka sering bertemu, dan prasangka Ilona mengenai mereka sudah hilang sepenuhnya. Benar kata Jinan, mereka seperti telah menganggap Ilona bagian dari mereka, begitu juga Karina.
Berbicara mengenai Karina, gadis itu kini juga berada di ruangan Jinan, dengan Ochi disampingnya membahas mengenai teori Fisika Kuantum. Perasaan Ilona, bulan kemarin mereka masih mengerjakan soal-soal Matematika, tapi kenapa sekarang jadi Fisika? Ilona tidak pernah memahami hal seperti itu.
"Sekarang lo udah liat batang hidung gue kan." Ilona menunjuk batang hidungnya membuat Haikal, Juna, dan Jinan terkekeh.
"Nah, Ilona udah datang tuh, kita tinggal dulu ya. Good luck bro!" ucap Juna sambil mengedipkan sebelah matanya.
Jinan yang melihat itu hanya mengangguk kecil, membuat Ilona kembali bingung. Setelah teman-teman Jinan pergi, ditambah Ochi dan Karina yang juga pergi karena akan menghadiri seminar, kini hanya tersisa ia dan Jinan di ruangan ini.
Jinan sudah tidak memakai pakaian rumah sakit lagi, kini lelaki itu memakai kaus putih dengan luaran kemeja berwarna navy yang lengannya telah digulung sesiku, dan celana jeans biru muda telah terpasang lengkap bersamaan dengan jam tangan hitam kecoklatan yang pernah dikasih Ilona saat mereka berada di bangku sekolah. Penampilan Jinan saat ini walaupun sederhana masih membuat detak jantung Ilona kian tidak beraturan.
Ilona berdeham, "barang-barang lo udah dibereskan?"
Jinan mengangguk, lalu menunjuk ke arah kanan menggunakan dagunya, "tuh, barang gue cuma segitu." Ilona ikut melihat barang Jinan yang hanya memuat satu tas kecil berisi baju-baju serta obatnya.
Gadis itu berjalan untuk meraih tas Jinan, lalu menuntun laki-laki itu keluar dari ruangan. Yah, seharusnya keluarga Jinan yang mengurus segala urusan dan kepentingan lelaki itu di rumah sakit, tetapi saat ini keluarganya tengah berada di luar negeri, dan lebih parahnya, Jinan tidak memberi tahu bahwa dirinya kecelakaan pada mereka.
"Lo yakin nggak mau bilang ke orang tua lo?"
Jinan berdecak, "nggak usah, lagian kan gue juga udah sembuh. Ada lo juga. Pasti aman lah."
Kata-kata Jinan membuat Ilona terdiam. Jinan memang sangat keras kepala jika dibilangin seperti ini. Gadis itu berhenti ketika sudah di depan lampu merah, dan melihat rute rumah Jinan melalui google maps yang sudah terpasang di ponselnya.
"Hari ini gue mau makan mie ayam. Bosan makan makanan rumah sakit terus. Kita ke sana dulu, ya Na?" Ilona mengerlingkan kedua matanya ketika Jinan sudah memasang ekspresi memelas andalannya. Mau tidak mau gadis itu menuruti ucapannya. Selain karena kasihan, Ilona juga ingin memakan mie ayam yang pernah mereka singgahi saat itu.
Rute yang awalnya harus lurus untuk sampai ke rumah Jinan, kini harus belok ke kanan karena ingin singgah ke warung mie ayam langganan mereka.
Lima menit kemudian, mobil yang dikendarai oleh Ilona dan Jinan sampai, dan mereka segera turun untuk memesan mie ayam tersebut. Ilona menatap interior yang ada di dalam warung itu. Suasananya masih sama saat pertama kali mereka berkunjung ke sini, dan Ilona ingat saat itu, ia baru pertama kali memimpikan kehidupannya dulu, dengan keadaan yang masih shock, Jinan membawanya ke sini.
Jika diingat kembali, Ilona jadi malu. Gadis itu merapatkan bibirnya, dan ketika aroma mie ayam semakin mendekat ke meja mereka, gadis itu sudah tidak sabar ingin mencicipi rasanya.
"Rasanya masih sama kayak terakhir kali kita makan ya, Na," komentar Jinan membuat Ilona mengangguk.
"Pinter banget lo milih tempatnya, Nan."
Jinan langsung berpose bangga, ia menepuk dadanya beberapa kali, "gue gitu loh, cuma gue yang tau selera lo."
Ilona hanya menatap dengan salah satu alisnya, "nggak tuh, Karina juga tau selera gue."
"Yaelah Na, iyain aja coba, biar terkesan gue spesial gitu."
Ilona menahan tawanya, "Pengen banget dibilang spesial?"
Mereka pun tertawa, dan dilanjutkan dengan candaan-candaan receh Jinan yang anehnya membuat Ilona tertawa. Hingga tak terasa, mangkuk mie ayam keduanya telah kandas, dan mereka memutuskan untuk pulang ke rumah Jinan, mengantar lelaki itu agar bisa beristirahat di rumahnya.
Rencananya begitu. Tapi yang terjadi malah keduanya sedang berada di ruang tv dengan suasana gelap seperti di bioskop, dan layar proyektor yang telah terpasang. Tidak sampai di sana, dua buah popcorn, dua gelas soda, beberapa camilan snack favorit keduanya, serta sebatang coklat juga turut menjadi penghias ruangan ini, seakan memang sudah didesain untuk menonton bersama.
Ilona memandang takjub melihat semua ini. "Jadi, ini lo yang dekor?"
Jinan menggeleng. "Bukan gue."
"Tapi Juna dan temen-temen lo?"
Jinan mengangguk dengan polos, disertai cengiran, membuat Ilona hanya mampu menggelengkan kepalanya. "Padahal lo harusnya istirahat, Nan."
"Kan, kita nontonnya di sini, sekalian gue juga bisa istirahat habis nonton. Gue masih kesal kita nggak bisa nonton, padahal udah beli tiketnya." 'Dan dekorasi yang gue buat, ngga bisa lo lihat. Sayang banget rencananya gagal, Na.'
Ilona melihat ekspresi Jinan yang sangat memelas, akhirnya gadis itu menyetujui ajakan lelaki itu untuk menonton film bersamanya. "Tapi janji ya, habis nonton, lo beneran istirahat. Minggu depan udah harus masuk kampus soalnya."
Jinan mengangguk. "Oke, kapten!"
Mereka menonton film, di mana film ini menceritakan tentang tokoh utama wanita yang ingin mengubah takdir agar keduanya bisa bersama, setelah di kehidupan pertamanya mereka gagal bersama. Wanita itu terus mencoba mengubah takdir di kehidupan kedua dan seterusnya, tetapi takdir tersebut tidak bisa diubah. Mau sekeras apa pun dirinya mencoba, ia tidak akan pernah bisa bersama dengan lelaki itu, orang yang ia cintai dari dulu. Setelah mencoba beberapa kali, akhirnya wanita itu menyerah, ia tidak akan melakukan hal-hal yang menyalahi takdir lagi, dan akan menganggap kenangannya dengan lelaki itu di berbagai kehidupan sudah cukup hingga tidak ada rasa penyesalan lagi yang menghantuinya.
"Sad ending," komentar Jinan.
"Entahlah, gue ngerasa happy ending untuk keduanya. Dari awal, si wanita kan ngerasa menyesal karena laki-laki itu meninggal di hadapannya dan nyalahin diri sendiri karena nganggap kematian laki-laki itu karena dia. Ketika akhirnya si wanita itu sadar, bahwa kematian lelaki itu bukan karena dia, tapi karena takdirnya memang sudah begitu, si wanita jadi ngga ada rasa penyesalan lagi di hatinya."
"Tapi, mereka nggak bisa bersama. Padahal tujuan awal wanita itu kan biar bisa bersama dengan laki-laki yang dia cintai."
"Mungkin karena si wanita baru sadar kalau ternyata laki-laki itu punya takdir tragis yang berhubungan dengannya, jadi dia nggak mau bersikap egois, dan menyimpan tujuan itu di hatinya aja."
Jinan terdiam. "Tetap aja, gue ngerasa kasihan sama takdir mereka."
Ilona mengangguk, "yah, namanya juga di dalam film, Nan."
"Gue jadi penasaran, kalau takdir yang seperti ini ada di dunia nyata, kira-kira ending-nya bakal gimana?"
.
.
.
To be continuedHalooo, adakah yang masih menantikan cerita iniii? Wkwk, maafkan diriku yang updatenya lama yaa, because rl bener" hectic bgt😭🤧
Makasii buat kalian yang sudah mau membaca cerita ini dan makasih atas apresiasinya, lop u all❤
![](https://img.wattpad.com/cover/360257523-288-k15103.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Vinyl Record | Park Jihoon
Fiksi PenggemarBagaimana rasanya jika kamu mengingat dua kehidupanmu sebelumnya berturut-turut? Di dua kehidupanmu terdahulu, kamu jatuh cinta dengan orang yang sama, dan bagaimana perasaanmu ketika orang itu meninggal dengan tragis di hadapanmu selama dua kehidup...