Curhat

47 12 1
                                    

"Jadi, lo udah bilang ke dia tentang mimpi lo?" Tanya Karina saat mereka tengah berada di kantin Fakultas. Mereka berdua memilih tempat duduk di pojok dekat jendela, di mana tempat itu merupakan tempat langganan mereka, karena selain sepi di sana juga pas untuk membicarakan hal-hal rahasia seperti ini.

Ilona mengikuti langkah Karina, dan duduk di hadapan gadis itu. Sembari menunggu pesanan mereka, Ilona bergerak untuk mengambil air putih yang ada di meja. "Iya, kemarin gue udah cerita."

Karina yang sedang mengunyah sisa permen karet yang dikunyahnya dari perjalanan menuju kantin berhenti sejenak sambil terkejut menatap Ilona. "Udah cerita?"

Ilona mengangguk.

Karina menggelengkan kepala takjub, "wah, gila cepat banget lo ceritanya. Yah, lebih cepat lebih baik sih, biar lo sama dia bisa sama-sama mencari tahu kenapa lo bisa ngalamin hal itu. Terus, gimana responnya? Dia percaya sama lo kan? Atau malah balas jahil?"

Ilona terdiam sebentar, dirinya kembali memikirkan ekspresi Jinan saat dirinya menceritakan mimpi tersebut. Selama empat tahun mengenal Jinan, baru kali ini gadis itu tidak bisa menebak ekspresi lelaki itu. Jinan hanya tersenyum tipis, lalu mengucapkan kata-kata yang selama ini ingin didengarnya. Lelaki itu bahkan meminta maaf atas hal yang tidak seharusnya ia lakukan, padahal Jinan tidak pernah meminta maaf atas kejahilannya dengan Ilona.

"Entahlah, gue nggak bisa nebak reaksinya. Untung aja Jinan nggak nganggap gue kayak orang gila, soalnya setengil-tengilnya dia, orangnya rasionalis banget dan nggak percaya hal-hal yang gue alami."

Karina bergumam, "yah, kalau kasusnya elo mah beda cerita, Na. Eh, tapi gue masih kepo deh, kok bisa tiba-tiba lo langsung ceritain hal kayak gitu ke dia? Nggak mungkin kan lo langsung nyeletuk 'eh, Ji gue mau cerita,' gitu."

Ilona terkekeh mendengar bagaimana cara Karina mengikuti gayanya waktu berbicara. Lalu, gadis itu kembali teringat kenapa ia menceritakan hal itu kepada Jinan. Karena Ilona tidak ingin melihat Jinan sebagai orang lain. Semua perlakuan Jinan kepada dirinya membuatnya teringat dengan kesatria Jian, bahkan saat lelaki itu sedang memainkan alat musiknya sekalipun, ia malah teringat dengan pemuda yang memainkan biola di tahun 90-an itu. Ilona tidak ingin Jinan melakukan hal-hal yang sama persis dengan apa yang dilakukan oleh dua pemuda yang ada di dalam mimpinya, makanya ia menceritakan hal tersebut.

Sebenarnya, Ilona juga ingin mengetahui alasan mengapa dirinya tidak ingin melihat orang lain di dalam diri Jinan, apakah itu hanya memang kareana Ilona tidak ingin teringat mimpi atau karena hal lain?

"Na? Malah bengong ni anak." Karina menjentikkan jarinya ke hadapan wajah Ilona, membuat gadis itu mengerjapkan matanya berulang kali. Apa ia tanyakan saja pada Karina? Lagi pula gadis itu yang lebih mengetahui hal-hal yang berbau perasaan, emosi, dan pikiran, Ilona juga yakin jika tidak masuk jurusan Fashion Design, Karina akan mengambil jurusan Psikolog.

Ilona pun menceritakan alasan mengapa ia menceritakan hal tersebut pada Karina. Gadis itu menyimak, lalu menatap Ilona dengan lekat. "Okei, berarti sekarang lo sendiri nggak tahu alasan kenapa lo merasa kayak gitu pas liat Jinan? Dan lo bingung itu karena kebawa mimpi yang akhir-akhir ini menghantui lo atau karena hal lain, gitu?"

Ilona lagi-lagi menganggukkan kepalanya sembari memegang gelas air putih.

Karina bersandar pada kursi, "ada dua kemungkinan, Na. Pertama, hal itu karena lo terlalu terbawa mimpi dan ingatan di mana dua orang cowok di mimpi itu mirip banget sama Jinan, sehingga waktu ada beberapa perlakuannya yang mirip, lo jadi langsung melihat Jinan sebagai orang-orang yang ada di mimpi."

"Kedua?"

Karina sempat berdeham, lalu mengerling jahil kea rah Ilona, "kedua, lo suka ama dia, jadi tanpa sadar lo udah menganggap dia spesial. Yang lo mau lihat adalah diri dia, bukan orang lain."

Vinyl Record | Park JihoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang