*18

3.5K 543 82
                                    

#Author's Pov

Lagi, lelaki itu termurung di pojok ruangan. Diam dengan kepala menunduk dan secangkir cairan berwarna gelap di dalam gelas yang tak ia sentuh digenggamnya erat. Zayn Malik menghembuskan nafas berat.

Keempat kawannya hanya bisa memandangnya iba. Mereka kembali harus menyaksikan sahabatnya itu terpuruk seoerti dua tahun lalu dan mereka sama-sama tahu, penyebabnya bukan karena kandasnya hubungan Zayn dengan Ariana, tapi karena saru gadis yang masih sama, Azella.

"Zayn?", panggil Liam pelan saat ia menjatuhkan bokongnya duduk di samping Zayn, diokuti oleh ketuga teman lainnya.

"Kau baik-baik saja?", Liam menepuk pelan bahu Zayn.

"Yeah", gumam lelaki berwajah arab itu pelan.

"Kau yakin hanya akan duduk diam disini?", tanya Harry. "Besok ia sudah harus take off"

Kepala lunglai Zayn mulai mendongkak, memandang Harry dengan tatapan sayu. "Memang aku bisa apa?", tanyanya gusar. "Apapun yang aku lakukan takkan bisa mencegahnya untuk pergi"

Zayn menghembuskan nafas berat, "sama saja, aku sama saja tidak berguna dan pengecut seperti dua tahun lalu. Aku lagi-lagi hanya bisa membiarkan dia pergi"

"Tapi setidaknya kau garus jujur padanya, Zayn", nasihat Louis. "Sebelum ia pergi, Azella berhak tahu yang sebenarnya. Mungkin itu takkan membuatnya tetap tinggal, tapi setidaknya kau akan merasa lega, mungkin juga Azella"

Lelaki berambut hitam itu hanya diam membisu. Kepalanya sibuk berpikir tentang nasihat Louis. "Bolehkah aku...", ia menatap keempat temannya bergantian. "Bolehkan aku menghabiskan satu malam lagi bersamanya?"

Keempat lelaki itu tersenyum. "Tentu", jawab Louis yang diiringi anggukan Harry, Niall dan Liam.

******

#Azella's Pov

"Azella semuanya sudah siap?", Tanya mama yang berdiri diambang pintu kamarku.

Aku tersenyum dan mengangguk.

"Kalau begitu, sekarang istirahatlah. Besok pagi-pagi sekali kita sudah harus berangkat menuju bandara", katanya.

"Ya ma", jawabku yang membuatnya mengangguk dan tersenyum.

Mama berdiri diam diambang pintu sejenak, ia tampak ragu-ragu. Berkali-kali mama memandangku lalu menunduk gelisah. Kemudian setelah beberapa saat ia menatapku lama dan bergumam pelan.

"Semoga aku tidak menyesal kemudian", gumamnya sambil melangkah mendekat ke arahku.

"Ma?", tanyaku bingung. "Ada apa?"

Wanita paruh baya yang begitu aku sayang itu mengulurkan secarik amplop biru tanpa perangko, juga tanpa alamat yang ada hanya namaku yang terletak di sisi kanan atas amplop tersebut.

"Apa ini ma?"

"Kau baca saja sendiri. Surat itu datang tadi sore, aku memutuskan untuk memberikannya padamu sebelum terlambat", jawab mama.

Aku menatap mama sejenak kemudian membuka amplop biru tersebut. Di dalamnya ada secari kertas dengan tulisan tangan yang aku kenal diatasnya.

Aku memguatkan hatiku untuk membacanya.

Azella, aku sudah mencoba menghubungimu beberapa kali, tapi nomermu tidak aktif. Aku tidak tahu cara bagaimana menghubungimu hingga akhirnya aku terpikir cara konyol dan kekanakan ini. Tapi aku harus memberitahukanmu ini, ini sangat berarti bagiku, jadi meski terasa aneh aku tetap datang dan menyelipkan surat konyol ini di kotak pos rumah Xavier, berharap kau akan segera membukanya.

Rewind || z.mTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang