Zayn's Pov
Aku menatap kertas berwarna lavender yang tergeletak diatas meja ruang tamuku. Kertas yang begitu elok namun membuat dadaku sesak setiap kali melihatnya. Dua hari lalu kertas ini tiba di rumahku, kertas undangan pernikahan Azella dengan Xavier yang akan dilaksanakan dua hari lagi.
Aku menunduk dan memijat pelipisku. Sudah sebulan sejak Azella pergi dari Lomdon tapi rasanya masih saja menyakitkan, amat menyakitkan. Meski berulang kali aku menyakinkan diriku untuk melupakannya tetap saja setiap detiknya aku hanya terus memikirkannya.
Aku mendesah, pikiranku berkecamuk. Apa yang harus aku lakukan? Apa dengan berdiam diri seperti ini saja benar? Apa kali ini aku rela melepasnya bahkan sebelum berjuang untuk mendapatkannya? Selama ini yang aku lakukan hanya terus membohongi perasaanku. Andai saja aku berjuang untuknya terlebih dahulu, mungkin aku takkan melihatnya pergi lagi.
Air mata itu kembali mengalir.
Tidak. Hatiku tidak ingin ini terjadi, hatiku tidak mau melepasnya pergi. Aku ingin Azella, maka aku harus memperjuangkannya.
Tapi apakah sudah terlambat?
"Arggtt!", geramku kesal. Aku meraih kunci mobil yang tergeletak diatas meja dan berjalan keluar. Kemudian mengemudi dengan kecepatan maksimal menuju bandara.
*******
Azella's Pov.
Aku melihat pantulan diriku di cermin rias. Gaun pengantin berearna putih ini sungguh cantik, wajahku yang berhias menggap juga cantik, tapi aku tetap tak bisa berbahagia hari ini. Aku bahkan mencoba sekuat tenaga menahan air mataku.
Beberapa menit lagi aku akan dibawa ke ballroom dimana pernikahan aku dan Xavier dilaksanakan untuk menemui Xavier sang mempelai laku-laki. Beberapa menit lagi pupuslah sudah semua harapanku.
Selama sebulan ini aku masih menunggu, hatiku masih bersikeras berharap, bahwa mungkin ia akan datang menjemputku. Ia akan menemui kedua orang tuaku dan memperjuangkanku. Tapi ia tak pernah datang. Aku tak pernah melihat Zayn Malik lagi.
"Azella kau sudah siap?", suara lembut mama terdengar diambang pintu.
Wanita yang telah melahirkanku itu begitu cantik dengan gaun putih tulang yang ia kenakan. Meski umurnya telah menginjak kepala 4, ia masih begitu menawan.
Mama berjalan menghampiriku ketika tiba-tiba air mata jatuh dari pelupuk mataku. Aku segera menghapusnya dengan hati-gati agar tidak merusak make up yang aku kenakan.
Tapi air mata itu tidak kunjung berhenti, setetes demi setes terus saja keluar dan mengalir di pipiku.
"Azella?", Mama dengan panik menghampiriku dan mengusap pelan bahuku, "kau baik-baik saja sayang?"
Lagi dan lagi aku hapus air mataku, sekilas aku kembali menatap cermin. Make up ku hancur berantakan, hidung dan mataku merah. Kenapa aku harus tampak begitu menyedihkan di hari pernikahanku ini.
Aku mendongak menatap mama. Mama segera memelukku dan menghapus air mataku yang masih mengalir di pipiku. "Kau rusak seharusnya mengacaukan make up mu sayang, kita hanya punya waktu beberapa menit lagi"
Aku mengangguk dan berusaha sekuatnya menahan air mataku yang masih ingin keluar.
Mama tersenyum, "biar aku mendandani mu ulang"
Lagi-lagi aku hanya bisa mengangguk. Mama membersihkan make up ku yang kacau kemudian kembali mempoleskannya pada wajahku.
"Kau pasti tidak sabar kngin bertemu penganti prianya", mama mengedipkan sebelah matanya. "Oh dia tampan sekali, kau memang pandai memilih pasangan, Azella"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewind || z.m
FanfictionGirl and Big Ben sequel. Bukankah kini semuanya tampak seperti terulang kembali seperti piringan hitam usang yang memutar jalan kita dalam roda, hingga kemanapun kita pergi pada akhirnya kita akan kembali bertemu. Dan kini kita berdiri di sini, Aku...