25. Video Release

1.1K 27 0
                                    

"Ya, Regan. Aku akan menunggumu."

Bella tidak menyadari akibat dari senyuman manis yang terlukis di wajahnya setelah mengucapkan kalimat itu. Bagaimana gejolak hasrat yang sangat sulit Regan tolak seketika meledak di permukaan.

Dengan suara geraman layaknya hewan buas, lelaki itu pun tiba-tiba saja menerjang tubuh sensual yang sedang duduk di ranjang. Hingga akhirnya Bella terhempas dengan keras di kasur, lalu Regan pun mulai melahap bibir wanita itu dengan rakus.

Tak ada lagi ciuman lembut seperti sebelumnya, karena yang ada di dalam otak Regan saat ini adalah bagaimana melampiaskan gairahnya yang tengah menyala-nyala. Yang membuat seluruh sel di dalam tubuhnya bergetar penuh nikmat seraya merintihkan nama Bella seakan merapal sebuah doa.

Kungkungan di atas tubuhnya serta pagutan keras dan menuntut dari Regan membuat Bella merasa seperti seekor kelinci yang sedang disantap oleh serigala. Tak ada ampun, dan membuatnya tak berkutik.

"Mmh..." desau suara seksi itu membuat Regan semakin kalap melancarkan serangan cintanya yang bertubi-tubi. Kesabarannya setipis kertas, yang kini telah robek karena serbuan hasrat yang selalu tak terkontrol bila berada di dekat Bella.

Busana yang dikenakan Bella pun kini telah berantakan karena jemari Regan yang telah berkelana di seluruh tubuhnya.

"Aku sangat menginginkanmu, Arabella. So badly," bisik Regan saat ciuman panas mereka terlepas. Bibir lelaki itu menggesek-gesek bibir lembut yang telah membengkak karena perbuatannya. Gigitan-gigitan kecil juga tak absen ia alamatkan.

"Sayangnya untuk saat ini aku belum bisa bercinta denganmu," guman lelaki itu dengan suara serak namun kental oleh rasa sesal. "Ada sesuatu yang perlu segera kuurus."

Bella memejamkan mata dan menggigit bibirnya saat Regan menyesap ceruk leher dan menghisap kuat kulit keemasan di sana, merasa puas ketika melihat jejak bukti kepemilikan merah tua yang terlukis di sana.

Lelaki itu pun menghela napas panjang dan segera bangkit dari ranjang untuk meredakan gelegak hasratnya. Regan segera menyimpan kedua tangannya di saku celana untuk mencegah dirinya agar tidak berbuat lebih jauh.

"Aku akan menyiapkan makanan untukmu."

***

Renata yang masih shock melihat pesan teks dari Chelsea, sontak menolehkan kepalanya kepada Regan yang baru saja keluar dari kamar dan langsung menghampiri adik kembarnya. Renata sedang duduk di kursi makan sembari memegang apel di tangan kanan dan ponsel di tangan kirinya.

"Kamu sudah datang?" Regan melirik Axel yang masih sibuk memasak, lalu ia pun menarik kursi di samping Renata untuk duduk di sana.

"Regan, look." Adik kembar tidak identiknya itu pun seketika memperlihatkan layar ponselnya kepada Regan. "Chelsea sudah tiba di negara ini dan dia memintaku untuk menjemputnya," tukas Renata lagi memberitahu.

Satu sudut bibir lelaki itu sedikit terangkat, melukiskan sebuah seringai tipis yang nyaris tidak kentara. Dengan santai, Regan meraih teko kaca berisi kopi dan menuangkannya di dalam cangkir di atas meja.

"Kalau begitu apa lagi yang kau tunggu? Jemput saja dia," sahut Regan sebelum menghirup kopi itu dengan nikmat. Lalu ia menolehkan kepala kepada Axel dan mendengus. "Apa masakanmu masih lama, Axel? Arabella belum makan siang. Tolong lebih dipercepat lagi."

"Regan, fokus! Apa rencanamu selanjutnya? Bagaimana jika Chelsea berniat untuk bertemu dengan Arabella dan mengintimidasinya? Bagaimana jika dia menyakiti wanitamu itu??" Pertanyaan bertubi-tubi dari Renata itu membuat Regan kembali mengalihkan tatapannya kepada adiknya.

"Aku akan melindungi Arabella. Baik Chelsea atau orang lain tak akan pernah kubiarkan menyakiti dirinya, Renata. Jangan cemas."

"Jadi itu berarti kamu belum memiliki rencana?!" Balas Renata setengah kesal melihat betapa santainya Regan menghadapi semua masalah ini

"Tak ada masalah tanpa jalan keluar, sist. Relax. Sekarang angkat bokongmu dan jemputlah ibu tersayangmu itu sebelum dia kesal dan mengamuk di bandara."

Renata mendesah keras mendengar nada sarkas yang tersirat pada ucapan Regan. "Kenapa harus aku yang menjemputnya?" Keluh wanita itu tidak terima. "Kamu tahu kan kalau Chelsea dan aku tidak akan pernah bisa untuk tidak bertengkar jika berada dalam radius yang terlalu dekat!"

"Karena dia mengira kamu adalah satu-satunya yang bisa diajak bekerja sama," sahut Regan lagi. Ia mendadak berdiri dan berjalan menuju Axel yang sepertinya masakannya hampir selesai.

"Biar aku yang melanjutkannya, Axel," ucap Regan sembari memegang pundak Axel. "Aku minta bantuan lagi padamu, tolong temani Renata menemui Chelsea di bandara."

"Apa?? Aku??" Axel sama sekali tidak berusaha menyembunyikan wajahnya yang bergidik ngeri seperti orang ketakutan. "Sorry, bro. Lebih baik aku menghadapi pasien sakit jiwa yang ganas dan brutal daripada menghadapi Chelsea," ucapnya dengan lagak seperti orang yang sedang gemetar.

Regan melemparkan lirikan tajam dan dingin yang membuat Axel melepaskan spatula dan mengangkat kedua tangannya sembari mendesah kalah. "Baik, baik... aku akan menemani Renata untuk bertemu Chelsea. Puas?"

Lelaki itu membuka celemek hitamnya lalu memberikannya kepada Regan. "Pastikan masakanku tidak gosong, oke? Tahu sendiri kan kalau bumbu racikanku sangat enak dan dijamin Arabella juga pasti suka."

"Pergilah, Axel!"

Melihat gelagat Regan yang terlihat gusar, Axel pun akhirnya buru-buru mengambil kunci mobil dan menarik tangan Renata keluar dari apartemen. Sangat tidak menyenangkan berada di dekat singa jantan yang sedang murka, kecuali kau memang ikhlas menjadi santapannya.

***

Chelsea memicingkan kedua matanya menatap dua sosok yang mendatanginya dari kejauhan. "Patrice," panggilnya kepada wanita yang tengah duduk di sampingnya di dalam lounge VIP. "Apa yang menemani putriku itu adalah Axel Green? Si psikiater itu?"

Patricia mengangguk. "Ya, dia Axel Green."

Wanita paruh baya itu pun berdecih muak. "Bukankah dia juga sahabat Regan? Itu artinya putraku sudah mengetahui kedatanganku ke Indonesia, bukan?"

"Renata yang pasti memberitahunya, Chelsea. Dia dan Regan adalah saudara kembar dengan hubungan yang sangat erat," sahut Patricia sambil cemberut. "Bahkan Renata juga terang-terangan mendukung hubungan Regan dengan wanita jalang itu!"

"Halo, Chelsea. Halo, Patrice." Renata yang sudah berada di tengah kedua wanita itu pun berusaha bersikap sopan meskipun kenyataannya dia sangat malas bertemu ibunya. "Masih ingat dengan Axel kan?" Ucapnya kepada Chelsea yang sejak tadi menatap tajam lelaki bersurai legam itu.

"Apa kabar, Nyonya Chelsea, Patricia? Senang berjumpa dengan Anda semua," ucap Axel ramah. Selain wajahnya yang tampan, lelaki itu juga memiliki kepribadian yang ramah dan hangat. Mungkin hal itulah yang menunjangnya menjadi psikiater handal.

Chelsea menerima jabat erat Axel sambil tersenyum tipis. Jika sudah begini, Axel pun serta merta teringat pada senyum Regan yang juga sama tipisnya.

"Duduklah dulu, Axel. Bagaimana jika bersantai sambil mengobrol?" Tawar Chelsea. "Aku ingin sekali mendengar segala sesuatu tentang pria yang menjadi kekasih putriku."

***

Regan meletakkan piring berisi spageti aglio olio untuk Bella, serta semangkuk salad buah yang barusan ia racik sendiri dengan perasaan puas. Semuanya ia tata di dalam baki lengkap dengan segelas air putih dan segelas jus jeruk. Rencananya ia akan membawa semuanya ke dalam kamar untuk Bella.

Sejenak ia melirik ke arah pintu kamar dimana Bella berada. Sepertinya wanita itu masih beristirahat. Regan pun meraih ponselnya dan mengetikkan sebuah pesan untuk Gala, asistennya sebelum ia masuk ke dalam kamar Bella.

Regan : Chelsea dan Patrice sudah tiba di Indonesia, Gala. Saatnya video itu di-release. Ingat juga untuk segera hapus jejak digitalmu.

KLUB TUKAR ISTRI (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang