29. Jangan Lepaskan

1.1K 30 0
                                    

"Tidak, Regan! Aku tidak mau!!"

Air mata yang berlinang disertai penolakan keras Bella sama sekali tidak membuat Regan iba. Lengannya yang kekar terus menarik tangan Bella, menyeret tubuh wanita itu ke dalam kamar.

"Jangan! Regan, aku mohon... aku mohon jangan lakukan itu lagi, aaa..." Bella terisak dalam tangisnya saat Regan mulai memaksa melepaskan home dress-nya dengan terburu-buru hingga membuatnya sobek di beberapa bagian.

Lelaki itu telah gelap mata karena gairah. Bahkan melihat hanya dengan melihat tetesan air dari gelas yang jatuh ke dagu dan leher Bella saja telah membuat dirinya serasa terbakar dari kepala hingga ke ujung kaki.

Bella terus berontak, ia berusaha memukul dan menendang, namun lelaki itu terlalu kuat untuk dikalahkan.

"Tidak, tidak, tidaaak!!!" Jerit Bella ketika Regan menarik keras bra hitamnya dan melempar benda yang telah rusak itu ke atas lantai.

Lelaki itu menelan salivanya saat melihat pemandangan dua bulatan sempurna dengan puncaknya yang merah muda.

"Cantik," ungkapnya dengan mata yang berbinar-binar seperti anak kecil yang memandangi wahana Disneyland.

Bella menutup kedua matanya yang tak henti mengeluarkan cairan bening, ketika ia merasakan mulut Regan yang basah mengulum dadanya dengan buas. Bella tak bisa bergerak karena Regan telah mengunci kedua tangannya di atas kepala, serta menindih tubuhnya.

Hatinya masih menjerit menyuarakan penolakan, namun tubuhnya yang luluh mulai berkhianat. Ia tak bisa memungkiri bahwa jauh di dalam dirinya, Bella juga merindukan kehadiran Regan.

'Tapi tidak seperti ini,' lirihnya sedih. Ia semakin merasa bersalah kepada Patricia yang sedang berjuang dengan penyakitnya, sementara suaminya malah sedang menikmati tubuh wanita lain.

Puas menyesap serta memberikan beberapa tanda merah di dada Bella, Regan kemudian turun untuk mengecup perutnya dan menjilati pusar Bella yang kecil dan menggemaskan.

"Jangan, Regan. Tolong berhenti..." kaki jenjang keemasan itu mengais-ngais di atas seprai ketika Regan mengarahkan bibirnya ke bagian sensitif terlembut di tubuhnya.

Regan yang sudah tidak sabar, kini membuka paksa dan melebarkan paha Bella, lalu menarik panty hitam tipis itu hingga robek.

"Jangaaan... aaa..." Bella menjerit keras ketika Regan benar-benar menenggelamkan wajahnya untuk menikmati hidangan lezat di hadapannya. Ia berusaha menjambak rambut coklat pirang lelaki itu, namun Regan tetap tidak bergeming dengan lidah yang terus bergerilya di sana.

Ketika Bella berusaha bangun dan untuk mendorong bahu Regan, lelaki itu cepat-cepat mencengkram pinggang ramping Bella dan menekannya, hingga membuatnya kembali tak bisa bergerak.

Jeritan penolakan pun semakin lama berubah menjadi lenguhan. Bella merasa jijik dengan dirinya sendiri yang tak lebih dari jalang murahan yang mendesah, bergairah dan tersedia di ranjang untuk Regan Bradwell.

Gerakan lidah Regan yang semakin ganas di taman surgawinya membuat Bella kembali menjerit. Bukan lagi jeritan penolakan, namun jeritan nikmat. Regan dan kemahirannya untuk memancing gairah itu telah memporak-porandakan pertahanan diri Bella yang sekuat tenaga ia perjuangkan.

Pelepasan Bella itu pun disambut dengan penuh suka cita oleh Regan. Tanpa ragu ia pun mereguk segalanya dengan rakus tanpa menyisakan setetes pun.

"Rasamu semakin nikmat," ucap Regan seraya menyapukan bibirnya yang basah dengan punggung tangan dan menatap nyalang wajah Bella yang tak berdaya di bawahnya.

"Regan, jangan..." rintih Bella ketika melihat lelaki itu sedang bersiap menghujamkan dirinya.

"Kenapa, Arabella? Kenapa kamu menolakku, hm? Apa karena Patrice?"

Bella mengangguk pelan. Tenaganya yang terkuras setelah melakukan perlawanan kepada Regan dan setelah lelaki itu membuatnya orgasme, membuat deru napasnya memburu. "Bukankah kamu sendiri yang berjanji padanya untuk tidak menemuiku lagi??"

Sudut-sudut bibir Regan melekuk naik membentuk seringai mendengar pertanyaan Bella. Satu tangannya terulur untuk menyelipkan sejumput ikal yang jatuh di wajah cantik itu ke balik telinganya, lalu ia pun meraih jemari lentik Bella untuk dikecup satu persatu.

"Semua itu sudah dalam rencanaku, Arabella. Bahkan kedatangan Patricia kemari pun adalah bagian dari rencana. Dia memang harus ke sini menemuimu, agar perjanjian kami bisa dibatalkan. Perjanjian yang juga terpaksa kubuat, untuk kebaikanmu."

Bella kembali mengernyit bingung. Dan ia memang benar-benar bingung. Untuk kebaikannya? Lalu dimana letak kebaikannya jika yang Bella rasakan hanya tersiksa?

"Aku berjanji akan menceritakan semuanya nanti," tutur Regan sembari memain-mainkan sejumput ikal membandel yang kembali jatuh di pipi Bella. Lalu bibirnya pun ikut mengecup ikal itu dengan lembut.

Bella terkesiap pelan ketika Regan memberikan hujan kecupan di seluruh wajahnya. Setiap sudut, setiap senti. Sebelum akhirnya ia mendaratkan pagutan di bibir Bella. Perlahan Regan kembali memposisikan dirinya untuk bersiap menghujam ke dalam lembah lembut dan hangat wanita itu.

"Nanti, karena sekarang aku harus melampiaskan rasa yang tak tertahankan ini dulu," ucapnya sebelum memulai sesi bercinta yang sesungguhnya.

***

Bella merasakan tubuhnya melayang, seperti ada seseorang yang sedang menggendongnya.

"Ummhh... Regan?" Kelopak matanya yang terasa berat sedikit terbuka, dan ia melihat seraut wajah tampan yang tersenyum tipis kepadanya.

"Aku akan memandikanmu, Arabella. Tidurlah lagi jika kamu masih lelah."

Hanya suara gumanan pelan sebagai jawaban yang keluar dari mulut Bella, dan kelopak mata sayu itu pun menutup kembali. Tubuhnya remuk tak berdaya setelah Regan menyetubuhinya entah hingga yang keberapa kali.

Lelaki itu benar-benar menebus waktu dua minggu yang berlalu tanpa bercinta dengan siapa pun. Ya, Regan si manusia hedonis yang terbiasa menghabiskan tiap malam untuk bercinta, tak lagi bisa melakukannya selain dengan Bella. Hanya tubuh sensual ini yang ia inginkan untuk bercinta.

Bella merasa lebih segar setelah Regan memandikannya. Ia lalu memakai busana santai yang dibelikan Axel dan kembali merangkak naik ke atas ranjang. Sekujur tubuhnya masih teramat letih karena gempuran Regan.

"Kamu masih lelah?"

Bella yang sudah memejamkan mata hanya mengangguk.

"Baiklah. Kalau begitu tidurlah. Janji temu dengan Marinka Steele akan kuundur."

Kedua mata coklat itu pun sontak terbuka tiba-tiba. "Tunggu. Apa barusan kamu menyebut... Marinka Steele?? Perancang perhiasan dan pemilik Steele Royal Jewelries??"

Regan terkekeh pelan melihat bagaimana manik bening yang semula redup itu berubah menjadi penuh cahaya. "Ya, kurasa hanya ada satu Marinka Steele di dunia ini," sahutnya sembari memperhatikan bagaimana ekspresi Bella yang merona bahagia.

"Kamu serius?? Bertemu dengan perancang perhiasan nomor 1 di Asia??" Tanya Bella lagi yang kini telah duduk di samping Regan dan menatapnya lekat-lekat.

Regan mengecup bibir penuh yang terasa lembut itu. "Tentu saja serius. Aku tahu kamu menyukai desain perhiasan dan mengidolakan Marinka. Kebetulan aku juga mengenal suaminya. Tapi bukankah tadi kamu bilang sangat lelah dan ingin istirahat?" Goda Regan.

"Eh, tidak-tidak. Uhm, istirahatnya nanti saja," jawab Bella bersemangat. Ia pun teringat akan sesuatu. "Regan, apa itu artinya... aku bisa keluar dari sini?"

Lelaki itu mengangguk. "Sekarang memang sudah waktunya untuk kamu keluar, Arabella. Timing-nya sudah sangat tepat."

"Maksudnya?" Tanya Bella bingung.

"Cukup tersenyum jika ada yang menyapamu. Namun menunduklah jika ada yang mengajakmu berbicara," tukas Regan penuh teka-teki.

"Dan oh... satu lagi. Jangan pernah lepaskan genggaman tanganku apa pun yang terjadi."

KLUB TUKAR ISTRI (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang