17

2.3K 236 8
                                    

Happy Reading all
.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.















Sorot mata adel seakan menunjukkan rasa kecewa yang mendalam. Jeane dan flora, kedua orang yang ia percayai lebih dari keluarga nya malah ikut mengintimidasi dirinya itu. Kejam, apakah tidak ada sedikit celah untuk adel berbahagia? Satu hari saja, apa tidak boleh? "Hardi. Siapa yang tega mukulin tulang punggung keluarga kaya lo, kalo lo nggak bisa selamet. Gimana cara gw ngejelasin ke bayu dan adik bungsu lo?"
Adel duduk di sebuah kursi rumah sakit. Menunggu Hardi membuka matanya untuk menjelaskan semua yang terjadi


Ternyata, Hardi dipukuli saat ia pulang dari restoran milik mira. Mira bilang, ia telah menemukan Hardi tergeletak di tanah dengan keadaan babak belur, tapi... Semua jejak hilang, tidak ada satu jejak pun yang mengarah kepada si pelaku. Bahkan petunjuk yang polisi temukan tidak ada sangkut pautnya pada adel. Jadi, itulah alasan mengapa adel tidak di panggil kantor polisi, "di, lo harus bangun. Gw nggak tau gimana gw nolong kedua adek lo kalo lo yang selama ini jadi sosok pahlawan buat mereka udah nggak ada"
Ujar adel. Ia membuka sebotol air mineral lalu meminumnya seteguk


Ia tak selera makan. Karena pikirannya terpaku pada orang-orang yang telah salah sangka kepada dirinya, dan flora berserta jeane juga ikut turut serta. Bagaimana ia bisa bertindak seolah-olah tidak peduli jika kedua teman akrabnya saja percaya pada ketikan jahat sang pefitnah? Adel kehilangan semangat nya untuk sementara, sial. Ini semua menghambat dirinya untuk maju, langkah untuk menuju kehidupan yang lebih baik tentu akan terhambat



"Ck"
Adel berdecak sebal. Ternyata, teman-teman nya itu tidak sebaik yang ia kira, sangat mudah di kelabuhi oleh sosial media yang entah benar atau tidak. "Freya ya? Flor, tunggu aja sampe lo nge butuhin gw lagi"
Rasanya, adel sudah tidak ingin bersikap baik lagi pada flora. Teman kecil yang selama ini ia lindungi, terpengaruh pada wakil ketua OSIS yang belum tentu sudah melupakan cinta nya pada sekertaris itu


"Jeane, tante feni bakal kecewa sama lo"
Gumam adel, ia tidak kesal pada mereka berdua. Ia hanya sekedar kecewa kepada jeane dan flora, orang yang paling dekat dengannya ternyata juga musuh terbesar baginya. Tunggu saja sampai kalian menyesal, adel tidak akan menerima maaf kalian wahai bajingan kelas atas. "Maaf? Dengan siapanya mas Hardi ya?"
Tanya dokter saat membuka pintu. Ia keluar sambil bertanya pada adel, yang ditanya tentu langsung berdiri tegap menghadap dokter itu


"Saya temennya dok, gimana keadaan Hardi? "


Dokter memasang wajah tidak meyakinkan, membuat adel hilang harapan. "Akibat dari banyak pukulan yang ia Terima, dan luka parah di sekujur tubuhnya. Mungkin, mas Hardi akan membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh"
Adel mengganguk tanda paham. Untung saja Hardi masih bisa diselamatkan, kalau tidak. Apa yang akan ia katakan pada bayu selepas ini?



Dokter akhirnya pergi meninggalkan adel, adel pun duduk di tempat yang tadi, harap-harap Hardi cepat bangun. Ternyata, ia membutuhkan waktu yang lama untuk pulih kembali, tapi. Tak apa lah, daripada tidak bisa selamat kan? Untung mira membawa Hardi ke rumah sakit yang tepat, dokternya sangat profesional. Jadi Hardi bisa segera di tindaklanjuti, "astaga. Cobaan hidup gw banyak banget, huhh"
Adel mengehela nafas panjang, mengingat takdir kehidupannya yang tidak baik. Selalu sial, dan jarang berbahagia


"Kak zee pasti udah tau. Kalo nanti gw pulang, apa dia bakal marah ya? Hardi kan temennya"
Lagi-lagi, adel baru ingat resiko ketika ia pulang. Seharusnya ia mencari pelaku fitnah itu dulu, baru menjenguk Hardi, jadi ia bisa pulang dengan aman dan tidak di intimidasi oleh teman sekolahnya yang lain lagi. "Radell bego senjana, kenapa nggak mikir dari awal sih? Luka kemarin aja belum sembuh. Hadehhh"
Pertama kali adel mengatakan hal seperti ini. Biasanya ia akan menyepelekan karena sudah terbiasa terluka. Tapi, jujur saja, luka kali ini sangat menyakitkan dan perih. Adel tentu tidak mau jika ditambah



Kring...

Kring...



Adel segera membuka handphone nya yang ia taruh di saku celana. Panggilan dari mira, tentu saja ia angkat. Mira itu percaya pada dirinya, tidak seperti sahabat gadungan itu, "iya mirr, kenapa?"
Jawab adel membuka pembicaraan di telfon


"Lo masih di rumah sakit? Nemenin Hardi?"


"Iya, kenapa Emangnya? "


"Pulang lo, inget kesehatan. Terakhir lo makan pagi tadi kan? Gw tahu itu"


Sungguh sangat perhatian temannya yang satu ini. Bahkan sampai ia hafal jam makan adel yang kadang tidak teratur. Adel mengehela nafasnya, ia belum lapar, masih kenyang. Kenyang dengan sindiran orang lain tentang dirinya, "iya iya, nanti gw pulang. Dadah mira!"
Ia mematikan telfon itu. Mira pasti akan marah-marah jika ia menunda makan, sama seperti dahulu saat pertama kali mereka bertemu


Saat adel ingin meletakan handphone nya di saku celana. Ia melihat sebuah tangan menodongkan kantung plastik berisi makanan kepadanya, ia tentu menoleh ke atas. wajah yang tidak asing, ia pasti pernah bertemu dengan manusia ini sebelumnya, "kenapa? "
Tanya adel, ia tentu bingung. Ia merasa tidak mengenalnya secara akrab, "dari kak mira"
Adel ber-oh ria, mira memang se perhatian itu pada dirinya. Sampai-sampai menyuruh orang menghantarkan makanan untuk dirinya


Adel menepuk-nepuk kursi kosong disebelahnya, mempersilahkan anak itu untuk duduk karena telah berbuat baik pada dirinya, "lo, siapanya mira?"
Adel bertanya. Ia seperti tidak asing pada anak itu, ia seperti pernah melihatnya. Tapi siapa?


"Sepupunya kak mira. Oh iya, kak adel nggak inget aku?"
Pertanyaan baliknya membuat adel mengerutkan alis, siapa? Adel tidak ingat. Pertemuan mereka sudah lama terjadi atau memang ia yang pelupa? "Nggak"
Kata adel sambil menggeleng. Anak itu tersenyum kecut. Adel tidak peduli, ia membuka makanan itu. Makanan yang sering ia makan ketika bersama mira, nasi goreng spesial, "masih inget ternyata lo sama gw, mirip"


"Kak, kita belum kenalan loh"

"Radell senjana. Panggil adel"
Tanpa perlu basa-basi adel mengulurkan tangannya. Baiklah, ia akan berkenalan dengan orang baru, "oline manuella frans, panggil aja oline"
Ah iya! Anak ini adalah anak yang menolong adel kala ia pingsan akibat hukuman OSIS dan alergi udangnya


Oline sudah sangat lama ingin berteman dengan adel. Bisa dibilang adel adalah friend crush nya oline, karena memang sejak awal oline melihat adel. Ia sangat ingin berkenalan, oline juga berfikir bahwa adel adalah orang yang asik dan menyenangkan. Karena sering melihat ia bercanda dengan yang lain





***





Setelah adel berbincang dengan oline. Mengajaknya bercanda agar tahu bagaimana rasanya berteman dengan seorang adel, akhirnya adel pulang. Membuka pintu rumahnya yang sudah terlihat mengerikan dari luar, "ini bukan pertama kalinya gw masuk ke rumah ini. Gw seharusnya nggak takut"
Ketika adel membuka pintu itu, ia melihat zee sedang bermesraan dengan gadisnya. Keadaan rumah juga terlihat sepi, pantas zee berani membawa gadis yang terlihat seperti kekasihnya itu kerumah


"Itu siapa sayang?"
Tanya perempuan bernama marsha. Kekasih zee, ia menunjuk kan jari telunjuknya pada adel, "adek bungsu aku"
Adel menghampiri mereka berdua. Berusaha menyadarkan zee akan tingkah lakunya yang bertentangan dengan perintah dari shankara soal hubungan dengan orang lain


"Kak zee udah lupa sama kata-kata ayah? Ayah ngelarang kita buat pacaran selagi belum lulus sekolah kak"
Perkataan adel membuat zee memutar bola matanya malas. Marsha juga begitu, "ganggu banget lo? Kenapa sih nggak pernah biarin gw tenang sekali aja"


"Kak! Temen kakak yang namanya Hardi koma di rumah sakit, dan kakak nggak peduli sama sekali?"



















-TBC-



JANGAN LUPA VOTE!


MAAF DIKIT LAGI SIBUK GESS

Born to dieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang