Every prince has a unique tale to tell: one filled with a painful past, another with a broken heart, and the rest with an unspoken emotion. In the end, though, they are still only humans.
Day 1: "Buatlah cerita yang berawalan, "Pagi ini, aku dibangunkan oleh..."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Pagi ini, aku dibangunkan oleh mimpi buruk," Kaisa mengaku. "Mungkin itu sebabnya wajahku tampak kuyu seperti yang kau katakan."
Asahi menatap wajah gadis di depannya lekat-lekat. Tatapan Kaisa tampak sedikit kosong. Seakan pikirannya tengah beterbangan entah ke mana. Asahi mendeham kecil. "Apakah mimpi buruknya sangat menganggu?"
"Hm?" Kaisa mengangkat wajah. "Tidak. Tidak terlalu."
"Kantung matamu mengatakan sebaliknya," ujar Asahi lembut.
Kaisa refleks menyentuh bagian yang disebut Asahi. Tertawa pelan. "Tengah malam. Aku tidak bisa tidur sampai sekarang."
Asahi mengangguk paham. "Sedikit concealer akan membantu."
"Benar. Sedikit concealer."
Setelahnya, hening menggelayut. Hanya debur lembut ombak laut yang mengisi kekosongan sementara.
Asahi melirik Kaisa, mendapati gadis berambut sebahu itu terlihat menikmati sarapan pagi yang dia bawakan. Asahi tersenyum. "Kau menyukainya?"
"Apanya?"
"Semuanya." Asahi meletakkan sumpit di samping mangkuk nasi. "Makanan pagi ini, suasana pagi di Ine, dan kehadiranku di sini."
"Makanannya sangat enak, dan ini pertama kalinya aku sarapan dengan suasana pagi begini," sahut Kaisa. Senyum kecil tertaut di wajah manisnya. "Dan, aku senang kau berada di sini."
"Turut senang mendengarnya," kata Asahi. "Satu jam lagi aku akan mengajakmu untuk bersepeda bersama. Masih ingin melakukannya?"