Day 13: Buatlah cerita dengan tema, "Dinosaurus."
Warning:
BxB content. Don't like, don't read.***
"Baeee!"
Aksa menoleh. Siapa lagi kalau bukan Raga? Namun, ada yang berbeda. Pacarnya itu tampak lesu. Pucat. Jelas sekali langkahnya kelihatan tidak bertenaga.
"Kamu kenapa?" Aksa buru-buru melepas sudip. Dihampirinya Raga. Sebelah tangan Aksa terulur menyentuh kening cowok itu. "Ouh."
Pantas saja, pikir Aksa. Panas di kening Raga sudah menjelaskan. Demam tinggi. Tidak heran kalau Raga begitu lunglai.
"Enggak enak," keluh Raga. Bibir bawahnya menekuk dengan kedua tangan terulur. "Peluk."
"Come here, Raga." Aksa tentu tidak bisa menolak. Didekapnya Raga erat. Dengan sebelah tangan mengusap-usap lembut punggung kekasihnya, Aksa menenangkan. "Enggak apa-apa. Jangan sedih, ya? Hari ini kamu ada kelas?"
Raga menggeleng, untungnya. "Jangan ke mana-mana. Di sini aja sama aku. Ya?"
Uh ... Aksa sih inginnya begitu. Dia juga tidak tega meninggalkan Raga. Hanya saja, hari ini ada presentasi penting dengan dosen killer yang super strict terkait nilai. Kalau Aksa absen, sebenarnya akan tetap mendapat nilai kelompok. Namun, jangan berharap serupa untuk nilai individu. Tidak hadir saat presentasi, auto nol.
"Kamu mau ninggalin aku!" Raga malah tantrum. Cowok itu mengeratkan dekapan, seolah tidak akan membiarkan Aksa menjauh barang satu senti pun. Wajahnya terbenam di ceruk leher Aksa. "Jangan pergi. Temenin aku."
"Kelasku masih lama, kok." Aksa menenangkan. "Sarapan dulu, ya? Aku masakin nasi goreng kesukaan kamu. Mau?"
Raga menggeleng. Tidak menyahut.
"Nasi kuning?"
Aksa kembali mendapat respons berupa gelengan.
"Bubur ayam? Mumpung di kulkas masih ada stok dada ayam."
"Enggak mau, Sayang. Enggak mau." Raga menolak.
"Kalau enggak sarapan, nanti perut kamu kosong, lho," sahut Aksa lembut. "Sarapan bareng sama aku, ya? Baru nanti minum obat."
"Enggak."
"Raga ...."
"Maunya kamu. Cuma mau Aksa."
Aksa mengecup lembut pelipis Raga. "Aku di sini. Enggak ke mana-mana."
"Kamu mau pergi. Kamu bakal ninggalin aku." Raga makin manja mengusel di leher Aksa.
"Kan masih lama," kata Aksa.
"Tetep aja."
Yah, beginilah tiap Raga enggak enak badan. Pacarnya itu menjadi jauh lebih clingy dari biasanya. Rewel. Sama sekali tidak bisa ditinggal. Belum lagi kebiasaan Raga yang harus "dipaksa" dulu agar mau meminum obat. Pahit. Begitu alasan Raga.
"Mau dino."
Aksa mengerjap. "Dino?"
"Huum." Raga mengangguk. "Mau mam dino."
Random banget, ya Tuhan. Aksa hampir menepuk jidat sebelum menahan diri melakukan niat tersebut. Bisa-bisa Raga malah semakin tantrum dan berujung merajuk.
"Ayam aja, ya?" tawar Aksa.
"Enggak. Mau dino."
"Kita enggak punya dino lho, Raga."
"Maunya dino, Bae."
Sekarang Aksa malah kebingungan sendiri dibuatnya. Sejak kapan ada yang menjual daging dinosaurus?
Sebenarnya, Aksa punya tebakan dino apa yang dimaksud pacarnya. Namun, daripada salah sebut dan dikatain enggak peka, jadinya Aksa menunggu momen yang tepat untuk mengajukan kata di ujung lidah saat ini.
"Dino ... nuget, maksudnya?"
Raga mengiakan. "Mau mam itu."
Thank God. Aksa menghela napas lega. Ternyata benar. Untung saja Raga tidak meminta daging dinosaurus sungguhan. Kalau sampai terjadi, Aksa akan mempertanyakan apakah pacarnya itu sedang sakit atau justru kerasukan setan gila.
Masalahnya, mereka sama sekali tidak pernah menyetok nuget berbentuk dinosaurus. Tentu saja. Seinget Aksa, makanan olahan seperti itu ditujukan untuk target anak-anak, bukannya cowok berusia dua puluh tahunan. Meskipun ya enggak ada larangan buat orang seusia Aksa dan Raga memakan nuget dengan bentuk kayak begitu.
"Kalau gitu, aku pesan dulu." Baru Aksa ingin melepaskan pelukan sejenak, Raga malah mendekapnya kian erat. "Raga, aku cuma mau ngambil hape."
"Enggak. Kamu mau ninggalin aku."
"Enggak, ih." Aksa meyakinkan. "Katanya mau sarapan sama dino."
"Aku berubah pikiran."
Eh? Aksa mengerjap. "Jangan skip sarapan, lho."
"Aku enggak bilang mau skip sarapan." Raga mengangkat kepala. Menyejajarkan wajah mereka. "Justru mau sarapan sekarang."
"Nah, ini baru pacarku." Aksa tersenyum lebar. "Bentar, aku ambilin piring— mmph."
Jangankan mengambil piring, Aksa saja tidak sempat menyelesaikan kalimatnya karena keburu dicium Raga.
Aksa sempat terkejut tetapi tidak lama. Dipejamkannya mata, membalas ciuman lembut Raga. "Raga ...."
"Yes?" Raga melepas tautan bibir mereka sejenak, berbisik. "I want you. Only you."
Dan, Raga kembali meraup bibirnya pada detik berikutnya. Membuat Aksa tidak bisa melakukan apa-apa selain tenggelam dalam ciuman tersebut.
Lupakan nuget dino. Aksa pasrah menjadi "dino" itu sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfect Princes
RandomEvery prince has a unique tale to tell: one filled with a painful past, another with a broken heart, and the rest with an unspoken emotion. In the end, though, they are still only humans.