Every prince has a unique tale to tell: one filled with a painful past, another with a broken heart, and the rest with an unspoken emotion. In the end, though, they are still only humans.
Day 8: Masuk ke web https://randomwordgenerator.com/picture.php
PILIH NUMBER OF PICTURES: 1 (SATU),
CATEGORY: ALL
Klik Generate Random Pictures.
Buat fiksimini maksimal 500 kata yang terinspirasi dari gambar yang muncul.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Warning: BL's content. Don't like, don't read.
***
Shiki mendorong pintu "rahasia" pada dinding di seberang ranjang. Begitu terbuka, Shiki dan tamu yang diajaknya dihadapkan pada ruangan berisi aneka alat musik. Mulai dari biola, piano, gamelan, dan masih banyak lagi tersusun rapi sesuai tempatnya.
"Aku masih nggak ngerti kenapa harus banget kamu bikin ruangan rahasia begini," seloroh Agesa. "Serahasia apa memang hobimu ini?"
"Susuku," sahut Shiki sambil masuk lebih dulu.
"Mau dong."
"SEMBARANGAN!" Shiki melotot. "Suka-suka aku, maksudnya. Dasar mesum!"
"Kamu yang mulai duluan, lho."
"Kamu mau aku pukul?" Shiki mendelik.
"Galak banget, sih." Agesa mengangkat bahu. Duduk di salah satu sofa. Sebelah sikunya bertumpu pada paha, dengan telapak tangan menopang dagu. "Nunggu apa lagi? Aku udah siap dengerin mahakarya kamu."
Shiki memutar bola mata jemu. Diambilnya selo lalu duduk pada kursi biasa dia tempati saat memainkan alat musik satu ini. Dengan cermat, Shiki menempatkan selo sesuai kebiasaan. Bertumpu di lantai, dengan menggunakan bantuan kaki sebagai selo tidak bergeser bebas.
Tatapan Shiki sejenak melirik Agesa yang tengah memperhatikan. Cowok itu, entah perasaan Shiki saja atau bagaimana, tampak menikmati pemandangan di depannya. Seolah Shiki adalah tontonan menarik. Tidak boleh dilewatkan barang sekedip pun.
Tanpa sadar, kedua pipi Shiki menghangat. Fokus, Ki! Kamu jangan mikir aneh-aneh, dong.
"Butuh bantuan?" tanya Agesa tanpa tedeng aling-aling.
"Nggak." Shiki refleks menjawab tanpa mengangkat wajah. "Kamu juga nggak paham."
"Habisnya kaku amat tanganmu. Kayak nggak pernah ngocok aja," celetuk Agesa.
"HEH!" Shiki tersedak ludah sendiri. "Jorok banget mulutmu! Siapa yang ngajarin!?"
"Kamu, dong." Agesa menyahut santai.
"MANA ADA!"
"Masa kamu nggak pernah ngocok?"
"Ngomong lagi, siap-siap kursi ini mendarat ke kepalamu." Wajah Shiki memerah bak tomat matang.
"Yuk?" Agesa bersandar sambil melipat tangan di depan dada. "Aku bantu kocokin. Mumpung cuma ada kita berdua."
"PERGI KAMU!"
Agesa terbahak. "Bercanda, Sayang. Ayo, mulai aja main selonya. Aku mau denger."
"Sayang dagumu lah!" Shiki bersungut-sungut.
Baru Shiki ingin memosisikan tangan pada tempatnya, Agesa kembali mengatakan hal yang membuat Shiki ingin melakukan sesuatu yang ... ah, bodo amat!
"Kamu lucu kalau kayak gini," kata Agesa.
"Kamu bisa diam nggak?"
"Bisa request lagu?" Agesa mengalihkan obrolan.
Shiki menghela napas. "Lagu apa?"
"Nggak jadi. Kamu pilihin aja."
"KUPUKUL YA KAMU!" Shiki mulai kesal setengah mampus.
"Di ranjang?"
"DIAM!"
"Iya, Sayang."
Shiki geleng-geleng. Mulai memainkan lagu yang terlintas acak di dalam benaknya. Untuk sejenak, seisi ruangan dipenuhi alunan musik yang merdu. Baik Shiki maupun Agesa sama-sama tidak mengatakan apa pun selama lantunan melodi mengalun.
"So," Agesa berdeham saat Shiki selesai dengan selonya.
Shiki mengangkat wajah, menatap Agesa. Menunggu.
"Kamu bisa treat aku lebih baik daripada dia?" tanya Agesa dengan ekspresi serius.
Treat You Better. Shawn Mendess. Lagu itu baru saja selesai Shiki mainkan. Bibirnya setengah membuka, hendak menyahut. Namun, sedetik kemudian, bilah bibir Shiki kembali mengatup.
"Bercanda." Agesa bertepuk tangan. "Good job, as always."
Shiki mengulum senyum. Namun, bukan senyum puas. Melainkan kecut yang terasa getir hingga membuat dadanya terasa sesak.