Every prince has a unique tale to tell: one filled with a painful past, another with a broken heart, and the rest with an unspoken emotion. In the end, though, they are still only humans.
Day 14: Buatlah tokoh cerita kalian sedang pdkt dengan crushnya sesuai dengan love language kalian masing-masing
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"How was your day?"
Rajendra terpejam, menikmati pijatan Lyana di pundaknya. "Not bad. Kamu bagaimana?"
"Menurutmu?"
"Saya bukan cenayang, Lyana."
"Coba tebak saja," sahut Lyana. "Lagipula, enggak ada hadiah kalau tebakan kamu benar atau hukuman seandainya salah."
"Are you sure?" Rajendra menoleh. Melemparkan tatapan penuh arti.
"One hundred percent, Sir." Lyana mencubit puncak hidung bangir Ranjendra. Tersenyum. "Aku lagi enggak mood having sex. So, singkirkan pemikiran itu dari kepala kamu malam ini."
"Understandable." Rajendra mengangguk, lanjut menikmati bagaimana Lyana mengurangi beban pada pundaknya. Sesekali Rajendra mendesis kecil. Tidak ada yang bisa mengalahkan ketelatenan Lyana dan sentuhan ajaibnya. "Oh, there. Yes. Like that."
"Watch your moan, Rajendra." Lyana menepuk tengkuk Rajendra.
"Bukannya kamu suka?" tantang Rajendra.
"Be my guest."
Rajendra berbalik, melingkarkan kedua tangan pada pinggang ramping Lyana. Mengangkat tubuhnya yang jauh dari kata berat, mendudukkan Lyana di pangkuan dengan wajah bertatapan langsung pada Rajendra. "Like this?"
"I told you. I'm not in the mood right now."
Rajendra menggeleng. Membenamkan wajah di ceruk leher Lyana. "So do I."
Pelukan Rajendra mengerat. Dihidunya aroma Lyana yang begitu candu. Di antara sekian banyak perempuan, wangi Lyana salah satu favoritnya. Manis, tetapi tidak menyengat. Cenderung menenangkan. Membuat lelah Rajendra semakin berkurang karenanya.
"You like it?" Lyana yang sadar bertanya, sekadar basa-basi mengisi kekosongan.
Rajendra tidak perlu menjawab sebagai validasi. Cukup ia berikan beberapa kecupan lembut pada leher serta tulang selangka Lyana yang terekspos. "You're gorgeous."
"Mmm?" Lyana terkekeh kecil. Sebelah tangannya menangkup pipi Rajendra. Intonasinya lembut tetapi di saat bersamaan berisi kode tak terbantahkan untuk Rajendra. "Cuddle me."
"Dengan senang hati, Princess."
Rajendra telentang lebih dulu. Disusul Lyana yang menengkurapkan badan di atas Rajendra. Tanpa diminta dua kali, Rajendra menyelipkan kedua belah tangan di sela-sela lengan cewek itu. Mendekapnya erat. Bersamaan satu ciuman lembut Rajendra tanamkan pada bibir Lyana. "Hanya cuddle?" tanyanya, memastikan.
Lyana mengangguk. "Sori. Sedang enggak mood. Kecapekan."
"Saya juga. Tidak masalah." Rajendra mengamini rencana mereka malam ini.
Sesekali Rajendra mengelus punggung Lyana dengan lembut, diiringi beberapa tepukan ringan agar menciptakan rasa nyaman yang lebih menenangkan. Sebagai gantinya, Rajendra mengecup pipi Lyana bergantian kiri-kanan. Tatapan mereka bertemu. Dari jarak sedekat ini, Rajendra dengan yakin mendeklarasikan bahwa iris Lyana adalah yang terindah dari sekian banyak yang Rajendra temui
"Are there any problem with my eyes?" tanya Lyana setelah Rajendra memandanginya tepat di mata untuk beberapa lama.
Rajendra tergelak kecil, menggeleng. "Mata kamu sangat cantik. Itu saja."
"Pandai banget bermain kata-kata, hm?"
"Kalau kamu menyimpulkan begitu, saya bisa apa?"
"Bisa membantah."
"Nah." Rajendra menuntun Lyana agar membaringkan kepala di dada bidangnya. "Saya lagi enggak mood membantah apa pun yang kamu katakan."
"Pasrah banget kayaknya." Lyana bercelatuk. Namun, tak urung tertawa juga. "Stay with me tonight?"
"I'm not going anywhere, Princess." Rajendrs meyakinkan.
Rasanya sudah lama sekali Rajendra tidak bertukar kehangatan seperti ini. Tidak ada seks. Hanya berpelukan, dengan damainya malam sebagai pengantar tidur sebelum menuju alam mimpi.