Every prince has a unique tale to tell: one filled with a painful past, another with a broken heart, and the rest with an unspoken emotion. In the end, though, they are still only humans.
Day 6. Buatlah cerita dari trope romance berikut sesuai dengan bulan kelahiranmu. 1. Fluffy 2. Angst 3. Love Triangle 4. Friends to lovers 5. Contract Relationship 6. Office Romance 7. Ex to Lovers 8. Second Choice 9. Amnesia 10. Comedy 11. Drama 12. Soulmates
Contoh: bulan kelahiranmu adalah bulan Juni, berarti kamu menulis cerita dengan trope nomor 6 yaitu Office Romance.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Birth month: June.
***
How was our little game? Do you like it?
xxx Shut up.
I really want to ruin you. Without even a tiny bit of lubricant. Seeing you cry and scream out my name is such an addiction.
xxx SHUT. UP.
Rajendra tertawa kecil. Pendek. Nyaris tanpa suara.
Rajendra tidak butuh validasi. Permainan kecil mereka semalam sudah cukup menjadi bukti: lawan mainnya menikmati malam yang begitu panjang kemarin.
Tanpa bisa dicegah, seringai kecil menghiasi wajah tampan Rajendra.
Begitu Rajendra ingin membalas pesan, telepon kantor berbunyi.
"Pak," suara sekretarisnya mengalun sesaat setelah Rajendra mengangkat telepon. "Miss Rebecca ingin bertemu Anda."
"Let her in."
Rajendra meletakkan ponsel sembarang di meja. Tatapannya tertuju pada pintu. Senyum kecil hinggap di bibir Rajendra saat mendapati Rebecca melangkah masuk.
"Becca," sapa Rajendra. "Tea?" tawarnya.
Bukannya mendapat jawaban, Rajendra justru dihadapkan pada Rebecca yang tanpa tedeng aling-aling langsung memorak-porandakan meja kerjanya. Beberapa berkas berhamburan. Kertas melayang sebentar sebelum jatuh di lantai. Dan, jangan lupakan ponsel serta beberapa alat elektronik lain yang berdebam keras berciuman dengan lantai.
Rajendra bergeming. Tidak terpengaruh sedikit pun.
"You fucking bastard!" Rebecca mencengkeram kerah Rajendra. "What did you do?"
Rajendra membiarkan. Sama sekali tidak berniat menjawab dalam waktu dekat.
"What. Did. You. Do?" Suara Rebecca sarat akan kebencian.
"Apa yang sedang kamu bicarakan, Becca?" Rajendra dengan santai mengempaskan tangan Rebecca dari kerah baju.
"You tell me." Rebecca menggebrak meja. "Daniel tiba-tiba mutusin gue. Lo bajingan! Apa yang lo lakuin?"
"Ah, that one." Rajendra menyandarkan punggung pada sandaran kursi. "He's good, but not good as you. Quite skilled, but not really my type."
Bisa Rajendra lihat air wajah Rebecca pucat pasi. Sama sekali tidak bersuara barang sepatah kata pun. Seolah Rajendra baru saja menghantam kepalanya dengan gada paling berat yang pernah ada.
"You, what ...?" Rebecca mendesis.
"Kamu bilang, dia lebih baik dari saya. Setia, sucha gentleman, bla bla," sahut Rajendra, nyaris tanpa ekspresi. "Sayang sekali ekspektasi kamu terlalu tinggi untuk laki-laki seperti dia, Sayang."
"You—"
"Sstt." Rajendra bangkit. Menghampiri Rebecca. Meletakkan telunjuk di bibir gadis itu. "Saya menyelamatkan kamu dari bajingan itu. Apa salahnya?"
"Indeed." Rajendra sama sekali tidak membantah statement tersebut. "Begitu juga dengan Daniel-mu itu. Cukup satu malam. Hanya satu malam untuk membuat dia membuang kamu."
Dan, Rajendra mendapat tamparan pada sebelah pipi usai mengatakan selarik kalimat tersebut.
"I'm quit!" Rebecca berbalik dan keluar tanpa mengatakan apa pun lagi.
Rajendra mengelap sudut bibir dengan jempol. Sekadar bentuk refleks. Diambilnya ponsel dari lantai. Mengetikkan satu pesan kepada Daniel sebelum menekan opsi blokir.
Terima kasih untuk satu malamnya, Niel. Anggap saja kita tidak pernah bertemu.
Rajendra kembali duduk di kursi. Tatapannya tertuju ke luar jendela.
Rebecca.
Rajendra akan mendapatkannya kembali, meski harus mengorbankan apa pun yang menghalangi.