Every prince has a unique tale to tell: one filled with a painful past, another with a broken heart, and the rest with an unspoken emotion. In the end, though, they are still only humans.
Day 17:Buat cerita dengan tokoh utama hari ke-13 yang terbangun sebagai seorang prajurit pada Perang Dunia II.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aksa terbangun dengan kondisi buruk. Seragamnya basah karena keringat, juga kepala terasa berat. Pusing. Seperti ada yang baru saja memukulnya menggunakan batu besar tepat di tempurung. Namun, tugas tetaplah kewajiban. Malam ini jadwalnya melakukan patroli sekitar. Memastikan keadaan aman terkendali bersama beberapa prajurit lain.
Aksa bergegas bangun, berjalan menuju posko sesuai instruksi. Dua orang prajurit lain sudah berjaga. Aksa bergabung setelah mengangguk kecil pada keduanya.
"Sudah lebih baik?" Seorang prajurit bernama Raga bertanya. Ada kekhawatiran tercetak di wajah laki-laki itu ketika bertanya.
"Akan terjadi pada saatnya tiba nanti." Aksa menjawab. "Setelah kemenangan diraih, barulah keadaan kita menjadi lebih baik."
"Jangan memaksakan diri." Prajurit lain menimpali. "Beristirahatlah jika diperlukan."
Sepertinya Aksa tengah beruntung mendapat dua orang teman jaga yang pengertian. Sebagian besar prajurit memiliki sikap keras. Lembek sedikit akan berujung pada diteriaki hingga ditatar. Aksa sudah biasa sehingga mendapat dua teman jaga dengan sikap berkebalikan seperti itu justru membuatnya canggung.
"Fokus saja," tukas Aksa.
Aksa melirik ke kanan. Raga berjaga di sampingnya. Dibanding prajurit satunya lagi, Aksa lebih mengenal Raga. Dipertemukan karena nama mereka yang sama-sama asing dalam barisan prajurit. Keasingan yang justru terdengar familier bagi satu sama lain. Sama seperti Aksa, Raga mengatakan dia tidak mengingat jelas bagaimana masa lalunya. Selain dibesarkan sebagai tentara, tidak ada memori lain yang tertanam.
"Berjagalah sebentar. Aku akan segera kembali," ujar prajurit lain. Meninggalkan Aksa dan Raga berduaan.
Aksa mengembuskan napas. Terasa panas. Kepalanya tiba-tiba pusing. Sesekali dia menggeleng untuk menetralkan gelapnya pandangan. Tanpa bisa dicegah, Aksa tertunduk.
"Hei."
Aksa terlalu pusing untuk mengangkat wajah. Entah sejak kapan, tiba-tiba dia merasakan kepalanya bertumpu pada sesuatu. Aroma khas segera menyapa indra penciuman. Rupanya Raga menuntun agar dirinya bersender pada bahu lelaki itu.
"Kau tampak pucat," Raga berkomentar. "Istirahatlah sebentar seperti ini."
Aksa tersenyum kecil. Tidak bisa menolak niat baik Raga.