• 𝐌𝐀 - 𝐏𝐑𝐎𝐋𝐎𝐆

250 68 98
                                    

"Hidupmu untukmu."

∘₊✧──────✧₊∘

Hidup ditengah-tengah keadaan yang seolah memaksa, penuh teka-teki, rasa yang ingin leluasa seakan terhenti secara tiba-tiba. Perasaan hati seolah tidak berarti apa-apa, mencoba menahan segala perih yang terasa setiap harinya.

Menahan diri, menata diri dengan rasa yang tidak menentu.

Bukankah manusia diciptakan dan dibebaskan dengan jalan hidup masing-masing?

Memilih jalan hidup sendiri dianggap meneguk racun yang mematikan, kehendak yang tertanam tidak kunjung ter-panen, menghasilkan buah namun tidak dapat di makan.

★★★

"Gimana hari ini? Ada cerita menarik?" tanya Aura.

"Nggak ada, cuma hari ini aku rasanya capek banget. Tapi aku kurang tahu, apa yang buat aku begitu," jawab Nindah.

Perasaan seolah terombang-ambing, mencari celah untuk menunjukkan bahwa apa yang menjadi jalannya tidak seburuk yang dipikirkan orang lain.

Kepribadian yang telah lama tertanam di dalam diri, bukan hal yang mudah untuk ter-belokan secara mudah. Dituntut untuk menghilangkan karakter yang menemani selama dirinya hidup, dinilai tidak memiliki masa depan, dianggap tidak mempunyai usaha. Lisan seseorang yang seolah mengolok-olok setiap saat, mencoba terdiam saat perasaan hati yang tidak sejalan.

Membuka hati, mencoba mengerti keadaan setiap orang. Walaupun terasa berat, tidak ada dendam atau rasa ingin menyerah begitu saja.

Menatap langit-langit kamar, sepasang headset terpasang dilubang telinganya, mendengarkan musik adalah kesukaannya, dan malam waktu yang ia sukai. Sunyi, senyap, tenang, Nindah menganggap dirinya bisa melakukan banyak hal ketika malam hari, dengan suasana yang cukup menenangkan.

"Apa hidupku hanya dituntut untuk selalu mengerti keadaan orang lain? Lalu keadaanku? Apa ada yang mengerti apa yang aku rasakan?" Pertanyaan spontan yang terucap dari bibir Nindah.

Memiliki kepribadian yang cukup tertutup, memiliki lingkup pertemanan yang kecil, membuat Nindah banyak menghabiskan waktu sendirian. Kamar adalah tempat ternyaman baginya.

"Kamu bilang aku nggak punya usaha?" Mata memerah, menahan buliran air bening agar tidak terjun bebas.

"Usaha apa? Usaha menutup?" tanya Endi dengan nada mengejek.

"Ingat ya, nggak semua orang yang tertutup nggak punya usaha buat masa depannya sendiri," jawab Nindah berlalu pergi.

Seandainya waktu bisa diputar dengan cepat, sampai batas di bagian bahagia yang Tuhan janjikan. Namun? Adakah bagian indah untuk seseorang yang dinilai tidak punya usaha untuk hidupnya?

TBC

𝐌𝐄𝐑𝐀𝐊𝐈𝐓 𝐀𝐒𝐀 : Kisah Singkat Dari Sang Pemimpi [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang